Bagaimana integrasi sistem perkara pidana memudahkan kinerja penegak hukum

Oleh Mochamad Azhar

Dua belas lembaga penegak hukum menandatangani nota kerja sama Sistem Peradilan Pidana Terintegrasi Berbasis Teknologi Informasi (SPPT TI) untuk mengurai hambatan kerja penegak hukum. Bagaimana implementasinya?

Sebanyak 12 lembaga negara memulai kerja sama data sharing dokumen perkara pidana secara online untuk meningkatkan kinerja dan pelayanan publik. Sumber: Kemenko Polhukam RI.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD menjelaskan mengapa data perkara pidana penting untuk diintegrasikan. “Dengan adanya SPPT TI, kerja-kerja aparat penegak hukum akan lebih cepat, efisien, transparan dan akuntabel,” kata Mahfud.

Semakin cepat proses penegakan hukum, maka semakin cepat pula terciptanya kepastian hukum. Para pencari keadilan pun akan lebih mudah dalam menelusuri jalannya sebuah perkara pidana di masing-masing tahapan, mulai dari penyidikan, penuntutan, putusan pengadilan, hingga pemidanaan.

Menurut Mahfud, tersedianya data peradilan pidana yang terintegrasi juga akan memberikan manfaat bagi pengambil kebijakan untuk melakukan analisa dan merumuskan kebijakan. “Harapannya mampu meningkatkan kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum dan proses hukum yang transparan sesuai asas perundang-undangan.”

Apa saja data perkara pidana yang dipertukarkan?

SPPT TI adalah jaringan pusat pertukaran data yang menghubungkan seluruh aplikasi penanganan perkara yang dimiliki oleh setiap lembaga penegak hukum, yakni: 
 
  • Kepolisian Negara RI dengan e-Manajemen Penyidikan (e-MP)
  • Kejaksaan Agung RI dengan Case Management System (CMS)
  • Mahkamah Agung RI dengan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP)
  • Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM dengan Sistem Database Pemasyarakatan (SDP)
  • Badan Narkotika Nasional dengan e-Administrasi Penyidikan (e-Mindik)
  • Komisi Pemberantasan Korupsi dengan Sistem Penanganan Perkara Terintegrasi (Sinergi) 
  • Sistem manajemen perkara dari enam instansi penegak hukum lain 

Inisiatif untuk menggabungkan berbagai sistem administrasi perkara pidana muncul agar pengelola data tidak berjalan sendiri-sendiri. Sejak diuji coba pada tahun 2018, jumlah data perkara pidana yang dipertukarkan oleh setiap lembaga saat ini telah mencapai 1.800.166 data. Data ini dapat diakses oleh setiap aparat penegak hukum. 
 

Sistem peradilan lebih efisien dengan SPPT TI


Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, Sobandi, menceritakan kepada GovInsider tentang manfaat SPPT TI bagi hakim dan panitera pengadilan dalam menjalankan tahapan proses pengadilan, khususnya pada perkara pidana.

“Ini memudahkan kami untuk mendapatkan seluruh data perkara dari pengadilan tingkat pertama dan pengadilan tingkat banding di seluruh Indonesia, sehingga proses administrasi dan manajemen peradilan menjadi lebih cepat.” 

Selain mempercepat kinerja hakim, SPPT TI juga membantu aparat penegak hukum lain untuk memproses pelimpahan berkas pidana. Jaksa tidak perlu lagi mengirim tumpukan berkas secara manual, tetapi cukup dengan mengisi form di dalam formulir elektronik yang terintegrasi dengan sistem di Mahkamah Agung.

Sobandi menambahkan, pertukaran data juga membuat proses penyidikan perkara lebih efisien. Penyidik bisa mengajukan izin penyitaan hingga perpanjangan masa tahanan, di mana pun dan kapan pun dengan aplikasi e-Berpadu yang terintegrasi dengan SPPT TI.

“Apabila terjadi suatu peristiwa pidana di Papua, penyidik dari Badan Reserse Kriminal Polri yang ada di Jakarta tidak perlu lagi ke Papua untuk mendapatkan surat perintah pengadilan. Apalagi proses perizinan untuk penyidik dipermudah dengan tanda tangan elektronik,” kata dia. 

Komunitas hukum, mahasiswa dan para pencari keadilan juga mendapat manfaat dari sistem ini. Di antaranya proses penelusuran perkara pidana menjadi lebih cepat dan akurat, mulai dari proses penyidikan di tingkat kepolisian, penuntutan yang dilakukan oleh jaksa, hingga sidang pengadilan. 
 
Selain memudahkan kerja penegak hukum, SPPT TI juga membantu para pencari keadilan untuk mengakses data jalannya perkara. Sumber: Mahkamah Agung RI.


Bahkan keluarga dari seorang terdakwa yang sedang menjalani sidang juga tidak perlu lagi meminta izin besuk dengan datang langsung ke pengadilan. “Keluarga cukup menuliskan formulir secara online di e-Besuk,” ungkap Sobandi.

Saat ini sebanyak 210 satuan kerja pengadilan tingkat pertama dan 30 satuan kerja pengadilan tingkat banding telah mengimplementasikan SPPT TI. Sosialisasi juga telah dilaksanakan di beberapa pilot project, di antaranya Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri Yogyakarta dan Pengadilan Tinggi Jawa Barat.

Hingga akhir tahun 2022, Mahkamah Agung telah memasukkan 546.635 data untuk dipertukarkan di SPPT TI. Sebagian besar di antaranya adalah data penetapan majelis hakim pada pengadilan tingkat pertama sebesar 101.713 data, disusul data penetapan penahanan oleh pengadilan tingkat pertama sejumlah 107.650 data, dan data salinan putusan tingkat pertama sejumlah 72.586 data.
 

Tantangan digitalisasi dokumen perkara pidana


Peneliti Senior Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan, Arsil, mengakui bahwa data sharing lembaga penegak hukum melalui SPPT TI merupakan terobosan penting untuk membuat kinerja aparat penegak hukum lebih efisien. Namun, ada sejumlah tantangan yang perlu diatasi jika ingin sistem ini optimal.

Pertama, belum semua institusi penegakan hukum memiliki aturan tentang tanda tangan elektronik. Hal ini membuat proses pelimpahan berkas dan permintaan atas sebuah penindakan hukum belum bisa dilakukan secara realtime. “Diperlukan regulasi pemerintah untuk memberikan jaminan bahwa tanda tangan elektronik merupakan salah satu elemen keabsahan dokumen.” 

Kedua adalah masalah kerahasiaan data pribadi subjek data. Pengelola sistem perlu mengidentifikasi jenis data berdasarkan kegunaannya. Tidak semua data yang dipertukarkan di antara lembaga penegak hukum bisa dipublikasi ke masyarakat, mengingat ada data-data perkara yang sifatnya sensitif. (*)