Indonesia dorong AI generatif di sektor publik lewat kolaborasi dan pengembangan talenta 

By Mochamad Azhar

Kolaborasi dan pengembangan talenta menjadi faktor kunci untuk meningkatkan adopsi dan pemanfaatan AI generatif di sektor publik Indonesia, kata Hammam Riza, Ketua Kolaborasi Riset dan Inovasi Industri AI (KORIKA) dan Perekayasa Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Indonesia bersiap untuk memanfaatkan kecerdasan artifisial (AI) untuk meningkatkan pelayanan publik melalui kolaborasi dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Foto: Canva

Pemanfaatan teknologi kecerdasan artifisial (AI) telah menjadi isu utama dalam diskusi tentang sektor publik saat ini. Indonesia bakal turut mengadopsi teknologi ini untuk mengatasi berbagai masalah dan meningkatkan kualitas layanan publik.

 

Sebagai contoh, Dinas Perhubungan DKI Jakarta bekerja sama dengan Google telah memasang lampu lalu lintas yang dikontrol oleh AI di 20 titik persimpangan terpadat guna mengurai kemacetan. AI akan secara automatis mengatur pergantian lampu lalu lintas sesuai kondisi kepadatan kendaraan. 

 

Hammam bercerita kepada GovInsider tentang bagaimana rencana-rencana pemerintah dan komunitas AI di Indonesia dalam mengoptimalkan potensi AI generatif untuk kepentingan sektor publik. 

Potensi AI generatif pada sektor publik 

Prof. Hammam Riza, Presiden KORIKA, menekankan AI dapat diadopsi oleh pemerintah sebagai sebagai alat prediktif dan automasi untuk kepentingan pelayanan publik. Foto: KORIKA

Indonesia saat ini sedang mempercepat terwujudnya integrasi pelayanan publik digital. AI generatif, menurut Hammam, dapat mengambil peran vital dalam proses transformatif tersebut.  

 

“Jika sistem pemerintahan berbasis elektronik kita diperkuat dengan alat-alat prediktif dan automatisasi, dapat dibayangkan betapa besar nilai produktivitas dan efisiensi yang bisa didapatkan pemerintah.” 

 

Salah satunya, chatbot yang didukung LLM dapat melayani percakapan dengan masyarakat yang ingin mendapat pelayanan. Di sektor swasta, chatbot telah membantu pelaku bisnis dan industri dalam hal komunikasi, layanan pelanggan, dan proses maintenance bisnis.

 

“Ini tentu bisa diadaptasi oleh sektor publik untuk memudahkan warga negara dalam mengakses layanan pemerintahan. Chatbot didesain agar representatif dan terpersonalisasi sesuai dengan bidang layanan di tiap-tiap sektor pemerintahan,” dia menggarisbawahi. 

 

Menurutnya, KORIKA telah berkoordinasi dengan Peruri sebagai pelaksana GovTech Indonesia untuk mendiskusikan kemungkinan-kemungkinan pelibatan AI di dalam proses bisnis dan produk layanan publik di masa depan. 

Kolaborasi mengembangkan LLM Bahasa Indonesia 

Hammam menjelaskan bahwa mayoritas layanan berbasis LLM yang tersedia di Indonesia merupakan LLM yang telah mengalami proses fine tuning sehingga menjadi lebih terspesialisasi berdasarkan fungsinya. Proses penyesuaian ini ditujukan agar memenuhi kebutuhan-kebutuhan sektor tertentu, misalnya bidang kesehatan, pendidikan, atau keuangan.  

 

“LLM yang dikembangkan dengan menggunakan Bahasa Indonesia masih amat sedikit. Riset dan model-model pemrosesan bahasa masih perlu ditingkatkan mengingat jumlah parameter LLM Bahasa Indonesia bisa mencapai miliaran.” 

 

Karena kolaborasi di bidang riset dan pengembangan menjadi penting, KORIKA, BRIN, dan AI Singapore baru-baru ini bekerja sama dalam pengembangan LLM khusus untuk Bahasa Indonesia.

 

Proyek yang bernaung di bawah Southeast Asia Languages in One Network (SEA-LION) ini bertujuan untuk memfasilitasi pengembangan model LLM berbasis open-source yang berfokus pada kekayaan bahasa dan kebudayaan negara-negara di Asia Tenggara. 

 

"Kolaborasi ini akan menjadi jawaban atas tantangan yang dihadapi Indonesia dalam mengembangkan teknologi AI selama ini," kata Hammam. 

Talenta jadi hal yang utama 

Hal yang didorong berikutnya ialah pengembangan talenta. Hamamm mengatakan, tantangan perkembangan AI generatif yang begitu pesat perlu diimbangi dengan peningkatan kompetensi talenta-talenta yang dimiliki. “People, process, technology harus berjalan beriringan,” ungkap Hammam. 

 

Apabila sebelumnya pembelajaran dan pelatihan difokuskan pada kemampuan menguasai Machine Learning/Deep Learning atau Natural Language Processing, dengan adanya AI generatif talenta-talenta ini juga harus mempelajari arsitektur baru seperti transformer, GPT-4, dan lain-lain. Untuk orang yang sudah menguasai ML/DL, tidak membutuhkan waktu yang panjang untuk menguasai AI generatif.  

 

KORIKA telah bekerja sama dengan berbagai perguruan tinggi dan Kementerian dalam membuat program edukasi dan peningkatan kompetensi AI di kalangan pegawai negeri. Ini juga diikuti dengan program upskilling para ilmuwan-ilmuwan data dari perguruan tinggi dan industri.  

 

Menurut Hammam, KORIKA mengadopsi pendekatan human-in-the-loop dalam pengembangan AI.  “Jadi AI yang akan kita bangun adalah AI yang didasari oleh keterikatan manusia dalam semua proses pengembangan AI itu sendiri,” kata Hammam. 

AI generatif yang bertanggung jawab 

Meski AI generatif terbukti mampu menghasilkan capaian-capaian yang belum pernah ada sebelumnya di sektor publik, Hammam menekankan bahwa pemanfaatannya harus dilakukan secara bertanggung jawab.  

 

“KORIKA bersama pemerintah, akademisi dan sektor industri akan memastikan bahwa adopsi AI di berbagai sektor dilakukan secara profesional, bertanggung jawab dan memenuhi standar etika.” 


Ia menceritakan pengalamannya ketika berdiskusi dengan Sam Altman, CEO OpenAI, bahwa sektor pendidikan adalah yang paling cepat mengadopsi model-model AI generatif sekaligus menjadi penolak utama. Adoption dan rejection berada dalam satu koin yang sama.

 

Di satu sisi, AI dapat mengautomasi pekerjaan-pekerjaan administratif guru yang selama ini dikerjakan secara manual, sehingga guru lebih optimal mengajar di ruang kelas. Tugas-tugas guru dalam memeriksa dan menilai hasil ujian siswa juga akan lebih mudah dengan menggunakan model pemrograman kunci jawaban.   

 

Di sisi lain, orang yang menentang penggunaan model-model AI generatif ini mendasarkan argumennya pada kemungkinan-kemungkinan plagiarisme dan bias AI terhadap bahasa.  

 

Saat ini, KORIKA bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika dan para stakeholders pemerintah di bidang ekonomi digital sedang menyusun pedoman etika dalam penggunaan teknologi AI. KORIKA juga akan memperbarui dokumen Strategi Nasional Akselerasi Kecerdasan Artifisial (Stranas AI) untuk merespons pesatnya perkembangan AI generatif. 



 

Berlangganan Bulletin GovInsider untuk mendapatkan informasi terbaru mengenai inovasi sektor publik.