Kisah Brandy: Andalan bea cukai dalam mendeteksi narkotika

By Stania Puspawardhani

Di tengah kemajuan teknologi dan digitalisasi, anjing pelacak masih diandalkan untuk perlindungan warga dan pemberantasan narkoba. Selain mobilitasnya belum tertandingi, kemitraan dengan anjing pelacak membutuhkan hubungan manusiawi yang personal. Kita akan mengikuti kisah Brandy, anjing pelacak yang sebentar lagi akan mengakhiri masa tugasnya.

Meinicko, pawang K-9 di Bea Cukai menggendong mitranya, Brandy, sebelum pelatihan. Foto: Farida Indriastuti

Brandy, seekor anjing pelacak, saat ini resmi memasuki tahun keenam bertugas di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Bea Cukai). Anjing jenis Golden Retriever yang diadopsi secara lokal dari Tangerang saat usianya 1 tahun itu dilatih oleh unit anjing pelacak atau K-9 Bea Cukai untuk dapat mengendus segala jenis narkotika, psikotropika dan zat terlarang (napza), juga sabu dan kokain.
 

Hari-hari Brandy diisi dengan berlatih mendeteksi napza yang tersembunyi di berbagai medium, antara lain boks kardus, boneka, sampai tabung gas. “Metode pelatihan menyerupai situasi di lapangan, di mana penyelundupan napza dilakukan di dalam barang-barang yang sulit dideteksi alat ataupun dijangkau manusia,” jelas Meinicko, pawang yang menangani Brandy.
 

GovInsider berkesempatan untuk mengunjungi kantor Unit K-9 di Jakarta dan disambut dengan gonggongan 51 anjing yang ditampung di lokasi tersebut.
 

Anjing pelacak melindungi warga dari kejahatan narkotika

 

Unit K9 Bea Cukai diinisiasi pada tahun 1978 saat Bea Cukai mengirimkan salah satu petugasnya untuk belajar lebih jauh mengenai anjing pelacak ke Front Royal, Washington, Amerika Serikat. Anjing pelacak yang pertama kali dipakai oleh Bea Cukai dipinjamkan oleh Bea Cukai Singapura dan Malaysia, sebanyak masing-masing dua ekor sebelum tahun 1981.
 

Kepala Seksi Manajemen Fasilitas Anjing Pelacak, Arif Sulistyono, menyatakan saat ini terdapat 108 ekor anjing pelacak napza yang dimiliki Bea Cukai di seluruh Indonesia. Dari jumlah itu, 87 di antaranya bersifat operasional, termasuk Brandy, dan sisanya non-operasional. Jenis-jenis anjing yang dimiliki Unit K-9 Bea Cukai antara lain Labrador Retriever, German Sheppard Dog, Malinois, Border Collie, Golden Retriever dan Cocker Spaniel.

 

Meinicko sedang melatih Brandy dalam rutinitas mencari boneka target di unit K-9 Bea Cukai, Jakarta. Foto: Stania Puspawardhani

Brandy sendiri telah menoreh sejumlah prestasi di institusi Bea Cukai dengan membongkar kejahatan peredaran narkotika di Kantor Pos Pasar Baru. Ia menemukan barang bukti napza berupa 1,9 gram kokain, 30 mililiter ganja serta 3 botol minyak cannabis yang disembunyikan dalam kardus pengiriman. Semuanya kasus terungkap di tahun 2018.
 

Untuk mendeteksi penyelundupan napza, sejauh ini tidak ada instrumen yang paling andal kecuali menggunakan anjing K-9. Anjing memiliki kemampuan indrawi yang tidak dapat digantikan oleh teknologi. Anjing mampu mencium bau benda atau orang sejauh 20 kilometer.
 

Anjing pelacak juga memiliki kelebihan berupa mobilitas yang lebih tinggi ketimbang alat. Saat melakukan pengawasan di kapal pelabuhan, anjing pelacak dapat dengan mudah dibawa ke atas geladak untuk mengendus napza yang disembunyikan.
 

Arif mengungkapkan, anjing pelacak berhasil menggagalkan penyelundupan napza 2,6 ton di perairan Batam pada tahun 2018. Saat itu, napza disembunyikan di palka bagian dalam kapal yang sulit dijangkau dan tertutup jaring ikan. “Membawa alat deteksi tentunya sulit dalam kasus ini, tetapi anjing pelacak dapat dengan efektif menemukan barang tersebut,” kata dia.
 

Keunggulan lain dari anjing pelacak ialah ia tidak memerlukan energi listrik  saat bertugas. Anjing pelacak juga lebih andal karena tidak mengalami kerusakan akibat menjadi kotor dan tidak mengalami human error.
 

Saat menemukan benda yang dicari, anjing pelacak akan memberikan “sinyal” kepada manusia melalui perilakunya, yakni tindakan pasif dan tindakan agresif.

Anjing yang dilatih secara pasif akan duduk setelah menemukan benda yang dicarinya. Saat benda tersebut dipindahkan, ia akan mengikuti benda tersebut dan duduk lagi saat benda tersebut diletakkan kembali. Sementara pada anjing yang dilatih secara agresif, ia akan menggaruk lokasi benda yang telah diidentifikasi.
 

Di Bea Cukai, anjing pelacak dilatih untuk bertindak secara pasif agar tidak menarik perhatian dan efektif dalam menjalankan fungsi perlindungan masyarakat. Anjing pelacak pasif digunakan untuk mendeteksi napza di gudang pengiriman, kargo, dan barang jinjingan individu.
 

Selain napza, para petugas Unit K-9 Bea Cukai juga melatih anjing pelacak untuk mendeteksi uang kertas alias menjadi currency dogs. Hal ini dilakukan untuk mencegah keluar masuknya uang kertas yang tidak sesuai aturan hukum, yakni tidak boleh lebih dari Rp 100 juta.
 

Anjing pelacak sebagai mitra kerja petugas

 

Sebagai makhluk hidup, anjing pelacak tentu memiliki keterbatasan, misalnya mood yang naik dan turun. Hal ini bisa disebabkan faktor cuaca seperti suhu panas. Faktor birahi juga bisa mengganggu konsentrasi anjing jantan, terutama saat anjing betina sedang menstruasi.
 

Pawang Brandy, Meinicko punya trik untuk mengatasinya. Layaknya manusia, petugas menjalin kemitraan dengan anjing pelacak. Meinicko memberikan semangat kepada Brandy saat mood-nya turun. Ia akan mengajak bicara, bermain dan bergerak dengan latihan pelacakan rutin, yaitu mencari target di antara tumpukan kardus untuk mendapatkan hadiah berupa lemparan handuk.
 

Selain untuk meningkatkan mood serta melatih keterampilan, latihan ini juga bertujuan agar Brandy menyalurkan birahinya kepada kegiatan positif yang menunjang kerja tim K-9. Sejauh ini, anjing-anjing K-9 Bea Cukai belum pernah dikawinkan karena belum ada aturan program breeding.
 

Unit K-9 Bea Cukai juga belum memiliki  ketersediaan fasilitas kesehatan yang memadai, seperti jumlah dokter hewan yang cukup, fasilitas laboratorium dan kamar operasi.
 

Selain Bea Cukai, sejumlah institusi penegak hukum juga memiliki unit K-9 yang diatur sesuai kebutuhan. Mereka adalah Badan Narkotika Nasional (BNN), Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dan Divisi Brimob Polri. Bea Cukai dan BNN sering berkolaborasi saat melakukan pengawasan, karena kedua lembaga sering bersinggungan dengan penyelundupan narkotika.
 

Sementara anjing pelacak yang dilatih Polri dan Brimob mengidentifikasi benda yang tidak termasuk kewenangan Bea Cukai, antara lain bahan peledak, narapidana, dan pencarian dan penyelamatan saat tanggap bencana.
 

Inovasi pelayanan publik Bea Cukai

 

Inovasi modern dalam pelayanan publik telah dilakukan Bea Cukai, antara lain dengan transformasi digital dan analisis big data dalam pelayanan dan pengawasan. Transformasi ini menyederhanakan proses operasional yang rumit, sehingga mempercepat pengambilan keputusan.
 

Penggunaan Internet of Things atau IoT dilakukan melalui e-seal dan autogate. Sementara integrasi rantai pasok global dikoordinasi melalui platform CEISA 4.0  atau Customs-Excise Information System and Automation sejak 2018.
 

Administrasi yang dulunya dilakukan secara manual melalui kertas, kini dapat disimpan di dalam sistem komputer yang terintegrasi, aman, cepat dan transparan. National Logistic Ecosystem juga turut dikembangkan untuk menyediakan informasi terpercaya dalam penyediaan dan permintaan barang, tarif serta pelayanan birokrasi.
 

Setelah menunaikan masa baktinya, ke mana anjing pelacak pergi? Dawang Kristanto dari Bea Cukai Jakarta menyatakan, mereka akan tetap dirawat di Unit K-9 sebagai anjing non-operasional.
 

Brandy, yang sebelumnya bertugas di Batam telah dipindahkan ke Jakarta untuk masa persiapan “pensiun”. Dawang menambahkan bahwa saat ini belum ada aturan untuk menghibahkan anjing-anjing pelacak agar bisa diadopsi publik, baik oleh perorangan maupun organisasi. Selamat mempersiapkan masa purna tugas, Brandy!