PFN, digitalisasi, dan episode baru industri film Indonesia
By Mochamad Azhar
Portal fasilitasi perfilman Indonesia digital yang dikembangkan oleh PT Produksi Film Negara (Persero) bertujuan untuk mendukung visi kreatif para pembuat film.
Produksi Film Negara (PFN) bersama Kementerian Pariwisata mengembangkan portal digital untuk memudahkan para pembuat film mendapatkan perizinan pengambilan gambar. Foto: PFN
Portal Indonesia Film Facilitation (IFFa), yang diluncurkan oleh PT Produksi Film Negara (Persero) dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, didesain sebagai solusi digital untuk menyederhanakan dan mempercepat proses perizinan lokasi produksi film serta diharapkan menjadi platform yang berkembang untuk bidang services di industri perfilman.
Direktur Utama PFN, Dwi Heriyanto, mengatakan bahwa IFFa merupakan portal fasilitasi film terpadu yang menghubungkan para pembuat film khususnya dengan pengelola lokasi secara online.
“Portal ini memudahkan para pembuat film dalam negeri maupun mancanegara untuk mem-booking lokasi pengambilan gambar secara online tanpa harus bolak balik mengurus izin ke berbagai instansi,” katanya saat berbincang bersama GovInsider.
Menurut Dwi, proses perizinan yang rumit dan berbelit-belit adalah mimpi buruk bagi sineas yang ingin membuat film di Indonesia. Bagi sineas internasional, setidaknya ada 31 prosedur perizinan yang harus dipenuhi sebelum diperbolehkan untuk melakukan pengambilan gambar di Indonesia, yang meliputi proses administrasi, izin pengambilan gambar, izin penggunaan lokasi, keamanan, dan sebagainya.
Ini telah membuat Indonesia kehilangan peluang untuk menjadi destinasi utama pembuatan film internasional. Para pembuat film internasional lebih memilih Thailand atau Hong Kong karena proses perizinan mereka jauh lebih ramping.
“Gagasan kami adalah bagaimana memecahkan kerumitan itu dan membuatnya jadi lebih cepat dan mudah,” dia menambahkan.
PFN adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki misi meningkatkan pertumbuhan industri film Indonesia melalui pengelolaan dana, pengembangan talenta, dan sinergi ekosistem, dengan tujuan mewujudkan ekosistem film dan konten yang lebih berkualitas dan berdaya saing.
PFN juga menjalankan fungsi agregator rumah produksi film – IFFa merupakan bagian dari fungsi ini – dan menyediakan financing kepada sineas-sineas Indonesia dalam rangka mengembangkan ekosistem film nasional.
Berlangganan buletin GovInsider di sini
Memberikan kepastian bagi pelaku industri film
Menurut Dwi, pembuat film membutuhkan kepastian untuk mendukung jadwal produksinya. Karenanya IFFa berupaya menyediakan layanan cepat dengan mewajibkan instansi pemberi izin dan pengelola lokasi syuting untuk memberikan persetujuan selambat-lambatnya tujuh hari kerja.
"Sistem ini juga mendorong transparansi penerimaan negara dari proses produksi film dan mencegah pungutan tidak resmi (pungli) di lapangan," dia menambahkan.
IFFa menyediakan layanan pemesanan lokasi pengambilan gambar di berbagai wilayah di Indonesia, yang meliputi studio-studio milik PFN, area dan properti milik perusahaan-perusahaan negara, dan destinasi-destinasi wisata yang dikelola pemerintah dengan harga yang kompetitif.
Proses pengambilan gambar bisa dilakukan di studio maupun lokasi lainnya milik PFN serta mitra PFN lainnya. Mitra PFN terdiri dari Pemerintah, BUMN, maupun swasta.
Bagi pengelola lokasi, ini menjadi peluang mereka mendapatkan penghasilan tambahan di luar bisnis utamanya, di samping mendukung pemerintah mempromosikan pariwisata Indonesia.
Menurut Dwi, ke depannya portal ini akan dikembangkan sebagai one stop solution industri perfilman Indonesia. Para pembuat film tidak hanya bisa mendapatkan layanan perizinan dan lokasi pengambilan gambar, tapi juga mencari pemain, kru, dan menyewa alat-alat produksi seperti kamera dan sebagainya.
Tantangan-tantangan dalam proses transisi
Proses transisi dari sistem yang lama ke sistem digital menghadapi sejumlah tantangan. Ketika IFFa diluncurkan pada November 2023, belum ada ada standardisasi tentang harga sewa lokasi, membuat masing-masing pengelola menetapkan kebijakan yang berbeda-beda.
“Membutuhkan waktu yang cukup lama bagi para mitra untuk menyepakati standar harga dan membutuhkan campur tangan dari pemerintah pusat,” ungkap Dwi.
Tantangan berikutnya, penyedia lokasi syuting mengalami pengalaman yang berbeda ketika beradaptasi dengan sistem baru. Ada sebagian mitra PFN yang menempatkan admin yang kurang memiliki keahlian dan pengalaman tentang cara kerja sistem yang baru sehingga harus didampingi oleh tim dari PFN.
Di samping itu, masalah koordinasi dan komunikasi antarlembaga juga belum sempurna khususnya pada saat pengambilan gambar di area publik. Pembuat film kerap mengalami masalah dengan petugas keamanan yang menanyakan perizinan syuting, yang disebabkan petugas belum mendapatkan salinan perizinan atau belum terinfo dengan baik.
“Kita baru memulai, tapi kita berupaya untuk terus mengembangkan portal ini agar dimanfaatkan oleh para sineas Indonesia dan mancanegara.
AI Movie Lab
Pesatnya perkembangan kecerdasan artifisial (AI) turut merambah ke industri film dengan maraknya video-video pendek, tayangan komersial, bahkan film yang sepenuhnya dibuat oleh AI dengan gambar yang mendekati realita dan terlihat seperti diperankan aktor sungguhan.
PFN mencoba merangkul AI dengan membuat AI Movie Lab, sebuah proyek riset yang mengeksplorasi bagaimana AI dapat membantu proses produksi film. Idenya ialah bagaimana AI dapat mempercepat proses produksi, mulai dari penyusunan naskah, membuat voice over, hingga membuat video.
“Ide dan imajinasi tetap menjadi privilese pembuat film. AI digunakan hanya untuk mempercepat proses riset sebuah film.”
Ia mencontohkan tantangan dalam membuat film tentang pahlawan nasional, seperti kurangnya data visual dan waktu yang terbatas. Ini dapat diatasi dengan solusi teknologi yang tepat. Teknologi dapat membantu kita menemukan, mengolah, dan menyajikan informasi sejarah secara lebih efektif. Dengan demikian, kita dapat menghasilkan film yang tidak hanya menghibur, tetapi juga edukatif dan menginspirasi.
AI juga bisa membantu memberikan visualisasi wajah pahlawan berikut setting dan konteks yang selama ini hanya bisa dilihat melalui teks dan ilustrasi di buku-buku sejarah.
Berlangganan buletin GovInsider di sini
Memanfaatkan teknologi terbaru
Dwi Heriyanto ditunjuk untuk menjadi nakhoda PFN pada tahun 2021, dengan tujuan menghidupkan kembali perusahaan yang mati suri selama lebih dari dua dekade.
Hal yang dilakukan pertama kali ialah me-leverage aset PFN berupa lahan yang luas dan studio yang besar. Jika tidak ada syuting film, aset-aset tersebut disewakan untuk acara-acara musik atau acara-acara industri kreatif lainnya.
Langkah berikutnya ialah berkolaborasi dengan V2 Indonesia, sebuah perusahaan teknologi audio visual, untuk mengembangkan studio Immersive Extended Reality (ImXR) pertama di Indonesia yang kini telah menjadi keunggulan kompetitif PFN.
“Teknologi XR menawarkan fleksibilitas yang luas bagi pembuat film untuk memperkaya kontennya dengan gambar yang sulit diambil di dunia nyata seperti adegan menyetir, gambar matahari terbenam, atau visual-visual "wonderland" ala film Avatar.
Kolaborasi ini menjadi titik balik yang membuat PFN mampu bertahan di tengah hegemoni rumah-rumah produksi swasta.
PFN juga melakukan empowering pelaku industri kreatif, khususnya sineas muda, dengan cara memberikan financing dan membantu menayangkan karya-karya mereka ke layar lebar atau layanan platform over the top (OTT).
PFN juga berkolaborasi dengan bioskoponline (Visinema group) untuk membuat Bioskop Rakyat di daerah secara streaming. Bioskop Rakyat diselenggarakan karena jumlah bioskop di Indonesia hanya berjumlah 2.145 layar sedangkan jumlah penduduk Indonesia lebih dari 270 juta jiwa. Bioskop- bioskop yang ada di Indonesia juga umumnya masih terletak di kota- kota besar.
Melalui program Bioskop Rakyat, PFN berharap bisa melakukan penetrasi penayangan film hingga ke pelosok- pelosok daerah..
Bagi Dwi, penggunaan teknologi yang diiringi dengan perubahan mindset dan meninggalkan cara-cara lama yang tidak efisien adalah kunci kesuksesan.
“Film masa depan adalah film konvensional dipadukan dengan AI dan ImXR, dan PFN akan berada di pusatnya.”