Refleksi INA Digital Edu tentang acara Hack for Public Good Singapura

Share

Refleksi INA Digital Edu tentang acara Hack for Public Good Singapura

By Mochamad Azhar

Chief of Staff and Head of Department INA Digital Edu, Daniel Edward Humala, berbagi pengalamannya mengembangkan layanan yang dibutuhkan oleh publik dalam Hack for Public Good 2025 di Singapura.

Daniel Humala dari INA Digital Edu (kedua dari kiri) menceritakan pengalamannya mengikuti Hack for Public Good 2025 di Singapura. Foto: OGP/Cambodia's Digital Government Committee

Hack for Public Good merupakan acara tahunan yang diselenggarakan oleh Open Government Products (OGP), bagian dari GovTech Singapura, yang bertujuan menyelesaikan berbagai tantangan yang mendesak bagi masyarakat Singapura.

 

Tahun ini adalah pertama kalinya OGP mengundang partisipan dari luar Singapura, meliputi Indonesia, Kamboja, dan Vietnam. 

 

Acara ini diikuti kurang lebih 200 tenaga ahli dari OGP, beberapa perwakilan lembaga pemerintahan Singapura dan delegasi dari negara-negara ASEAN.

 

Chief of Staff and Head of Department INA Digital Edu, Daniel Edward Humala, salah satu peserta asal Indonesia yang diundang di acara tersebut, mengatakan bahwa Hack for Public Good ingin meyakinkan para stakeholders di pemerintahan tentang bagaimana model eksperimental juga bisa menghasilkan solusi atas permasalahan publik. 

 

Menurut Daniel, hal yang kerap terjadi di dalam lanskap pemerintahan global adalah pemerintah cenderung memberikan arahan top-down tentang produk yang diinginkan.

 

"Hack for Public Good menawarkan pendekatan sebaliknya. Kita memulai dari sebuah masalah dan menguji produk yang dibuat apakah benar-benar menyelesaikan permasalahan pengguna di dunia nyata atau tidak." 

Mengembangkan solusi digital 

 

Daniel bergabung dalam satu tim dengan Asisten Direktur Komunikasi/Produk Kementerian Komunikasi dan Pengembangan Digital Singapura, Azhar Shukor; Product Operations Specialist OGP Singapura, Neha Mistry; dan Business Analyst Digital Government Committee Kamboja, Win Sengly, untuk mengerjakan proyek My Legacy Link/My Legacy Vault 2.0. 


Menurut Daniel, selama satu bulan tim mengeksplorasi permasalahan yang ingin diselesaikan, membuat model dan prototipe produk yang bisa diujikan, untuk selanjutnya dipresentasikan pada demo day yang dihadiri oleh perwakilan instansi pemerintah.

  

(Dari kiri ke kanan) Azhar Shukor, Win Sengly, Daniel Humala, dan Neha Mistry, mengembangkan proyek My Legacy Vault 2.0 sebagai solusi digital untuk membantu mengelola aset anggota keluarga yang meninggal. Foto: OGP/Cambodia's Digital Government Committee

Jika instansi pemerintah merasa ada produk yang berguna bagi mereka atau dapat dimanfaatkan untuk kepentingan layanan publik, maka mereka akan membuat skema kerja sama dan melakukan pengembangan lebih lanjut. 

 

My Legacy Link/My Legacy Vault 2.0 dikembangkan sebagai solusi digital untuk membantu mengelola aset anggota keluarga yang meninggal, termasuk informasi rekening bank, asuransi, dokumen, dan informasi warisan lainnya.   

 

Produk ini memiliki berbagai fitur, di antaranya dapat diakses melalui SingPass, integrasi dengan SGFinDex untuk mengelola informasi rekening bank, brankas digital untuk menyimpan dan mengelola informasi warisan, fitur berbagi informasi dengan anggota keluarga, dan memudahkan notifikasi ke lembaga keuangan atas kehilangan anggota keluarga. 

 

Berlangganan bulletin GovInsider di sini

Wawasan dan pembelajaran 

 

Hack for Public Good menjadi wadah bagi setiap peserta untuk saling belajar dan berbagi inspirasi tentang cara kerja tim teknologi, baik dari tim teknologi Singapura, maupun dari negara-negara lainnya.

 

Menurut Daniel, setiap minggunya OGP melakukan proses evaluasi dan refleksi bersama atas produk-produk yang dikembangkan untuk memastikan progres tim berjalan sesuai rencana. Setiap kinerja dipantau, mulai dari bagaimana tim menyelesaikan masalah, melakukan riset atau wawancara pengguna, prototyping awal, pengujian awal kepada pengguna, hingga demo day

 
Hack for Public Good 2025 bertujuan untuk memecahkan masalah yang mendesak bagi warga. Foto: OGP/Cambodia's Digital Government Committee 

Setiap akhir pekan, OGP menyelenggarakan Hack Closer untuk membagikan pembelajaran yang didapat dari pengembangan yang sudah dijalankan selama satu minggu terakhir. Setiap orang bebas berkonsultasi mengenai permasalahan spesifik yang sedang dihadapi. 

 

Kemudian ada Hack Office Hour yang berlangsung setiap Jumat selama dua jam, yang menghadirkan tiga atau empat orang Subject Matter Expert dari berbagai bidang, di antaranya software architect, UI/UX designer, dan ahli produk dan kebijakan yang siap membantu peserta. 

 

"OGP menyiapkan fasilitas untuk memastikan bahwa setiap peserta hackathon, terlepas dari tim mana dia berasal atau topik apa yang sedang coba diselesaikan, memiliki akses yang sama untuk melakukan peningkatan terhadap produk yang akan dikembangkan." 

 

OGP juga sangat terbuka dengan memberikan kesempatan bagi tim untuk menentukan permasalahan yang tidak terdapat di dalam bank masalah mereka, selama tim itu memiliki rough idea yang bisa diuji melalui proses prototyping dengan pengguna.

 

Yang juga menarik adalah, kata Daniel, tidak semua peserta dari pegawai pemerintah berkarier di bidang teknologi. Ada yang berprofesi di bidang komunikasi, analis bisnis, bahkan petugas imigrasi.

 

"Keterlibatan mereka di dalam acara ini menjadi nilai tambah tersendiri karena mempermudah tim dalam mencari solusi atas permasalahan sehari-hari yang mereka hadapi," Daniel menambahkan.    

Mengeksplorasi area kolaborasi 

 

Menurut Daniel, INA Digital sebagai tim teknologi pemerintah bisa mengeksplorasi cara-cara yang dilakukan OGP sebagai model kerja atau benchmark yang bisa diterapkan untuk mencari solusi permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia.  

 

INA Digital sudah teruji di bidang pendidikan dan kesehatan. Dengan demikian, INA Digital dapat mengadopsi cara-cara serupa untuk meningkatkan dampak terhadap pengembangan layanan publik di Indonesia. 

 

Ke depannya, INA Digital Edu akan mengeksplorasi lebih jauh terkait kolaborasi di berbagai area untuk membawa dampak positif bagi layanan publik di Indonesia.  

 

INA Digital Edu beroperasi sebagai mitra pengembangan teknologi untuk Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia, yang berkomitmen untuk mengembangkan teknologi pendidikan yang berkualitas tinggi dan berpusat pada pengguna.