Sekolah Lansia sebagai strategi nasional menghadapi ‘ageing population’

By Mochamad Azhar

Untuk menyosong fase populasi yang menua, pemerintah melalui Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN menghadirkan Sekolah Lansia untuk mendorong lansia tetap sehat, aktif, berdaya, dan bermartabat di usia senja.

Program Sekolah Lansia dibangun di atas fondasi pembelajaran sepanjang hayat, dengan tujuan membuat lansia sehat, aktif, berdaya, dan bermartabat di usia senja. Foto: Kemendukbangga/BKKBN 

Untuk menyosong fase populasi yang menua, pemerintah melalui Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN menghadirkan Sekolah Lansia untuk mendorong lansia tetap sehat, aktif, berdaya, dan bermartabat di usia senja.


Seiring Indonesia memasuki fase populasi yang menua, pendekatan terhadap kelompok lanjut usia (lansia) mulai mengalami pergeseran. Dari stigma lama yang dianggap kurang produktif dan memiliki ketergantungan yang tinggi menjadi lansia yang lebih berdaya.


“Pemerintah kini tidak lagi memandang mereka sebagai kelompok rentan, melainkan aset penting yang dapat berperan dalam memperkuat ketahanan keluarga dan masyarakat,” kata Direktur Bina Ketahanan Keluarga Lanjut Usia dan Rentan, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Puji Prihatiningsih.  


“Menjadi lansia adalah bagian dari siklus kehidupan. Maka pembangunan keluarga tidak bisa berhenti pada balita atau remaja saja, tetapi bagaimana mendorong agar lansia lebih berdaya dan menjalani hidupnya dengan bahagia dan bermartabat,” katanya.


Untuk mendukung visi tersebut, Kemendukbanga/BKKBN menghadirkan Sekolah Lansia di kelompok Bina Keluarga Lansia (BKL), sebuah program pendidikan non-formal yang dirancang untuk menjaga kesehatan fisik, mental, dan sosial lansia, sekaligus memastikan mereka tetap berdaya dan bermakna di tengah masyarakat. 


Program ini mulai dijalankan pada 2021. Hingga November 2025, sekolah lansia telah menjangkau 23.217 lansia, mendekati target nasional tahun 2025 sebesar 24.000 lansia. Kementerian bersama pemerintah daerah telah mengembangkan 2.122 fasilitas sekolah lansia BKL di seluruh provinsi di Indonesia. 

Mewujudkan lansia sehat dan bahagia 


Menurut Puji, program sekolah lansia dibangun untuk menjawab dua tantangan utama. Pertama, meningkatnya jumlah lansia mandiri yang masih aktif secara fisik dan sosial disebabkan meningkatnya angka harapan hidup masyarakat Indonesia.


Menurut data Badan Pusat Statistik tahun 2024, jumlah populasi lansia mencapai 30 juta jiwa atau 12 persen dari total populasi, menjadikannya populasi lansia terbesar  di Asia Tenggara. 


Kedua, hasil policy brief Kemendukbangga/BKKBN dan UNFPA Indonesia pada tahun 2024 tentang kesepian dan kesehatan mental pada lanjut usia menunjukkan bahwa kesepian memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan mental lansia dan 64,3 persen lansia mengalami depresi.  


Direktur Bina Ketahanan Keluarga Lansia dan Rentan, Kemendukbangga/BKKBN, Puji Prihatiningsih, menekankan pentingnya kelompok lansia dalam kebijakan pembangunan. Foto: Kemendukbangga/BKKBN

“Kesepian itu nyata dan punya dampak besar terhadap kesehatan. Maka, tujuan kami sederhana yaitu membuat lansia sehat dan bahagia,” jelas Puji.


Menurut Puji, Konsep pembelajaran sepanjang hayat (life-long learning) adalah fondasi dari program ini. Walau menggunakan istilah “sekolah”, program ini tidak mengikuti pola pendidikan formal, melainkan beroperasi berbasis komunitas.  


Sekolah lansia menggunakan kurikulum Tujuh Dimensi Lansia Tangguh yang dikembangkan bersama oleh pemerintah, akademisi dan organisasi gerontologi. Kurikulum tersebut mencakup dimensi spiritual, fisik, intelektual, sosial kemasyarakatan, vokasional, emosional, serta lingkungan.  


Tujuan pembelajaran disesuaikan secara bertahap, dimulai dari aspek penerimaan diri sebagai lansia, penguatan peran dalam keluarga, hingga kontribusi aktif dalam kegiatan sosial masyarakat. 


Proses pembelajaran berlangsung dalam tiga tingkatan, meliputi Standar 1, Standar 2, dan Standar 3 dengan total 12 sesi selama enam atau 12 bulan pada tiap tingkat.   


“Seluruh sesi dirancang ringan dan menyenangkan karena kita ingin mereka pulang dengan perasaan lebih sehat dan lebih dihargai,” ia menambahkan. 


Di akhir program, para lansia yang dinyatakan “lulus” akan diwisuda layaknya lulusan pendidikan formal. 


“Momen wisuda ini sangat emosional mengingat sebagian dari lansia yang hanya lulusan sekolah dasar dan belum pernah mengenyam pendidikan tinggi sebelumnya. Terlebih wisuda ini juga dihadiri oleh keluarga, anak dan cucu,” katanya. 


Meski demikian, tidak semua lansia bisa langsung mengikuti program. Peserta perlu menjalani asesmen Activities of Daily Living (ADL) untuk menilai tingkat kemandirian. Lansia dengan ketergantungan sedang, berat, hingga total, diarahkan untuk mendapatkan pendampingan Perawatan Jangka Panjang (PJP).


“Pendekatan ini memastikan bahwa kebutuhan lansia dipenuhi secara komprehensif, tidak hanya sebatas kegiatan sosial atau pembelajaran,” katanya. 


Berlangganan bulletin GovInsider di sini. 

Pemberdayaan ekonomi dan sosial berbasis kolaborasi 


Puji menekankan bahwa sekolah lansia tidak hanya fokus pada peningkatan pengetahuan atau aktivitas sosial, tetapi juga pemberdayaan ekonomi.


“Untuk mencapai tujuan-tujuan itu, kolaborasi menjadi penting.”  


Kemendukbangga/BKKBN bekerja sama dengan Kementerian Ketenagakerjaan untuk memberikan pelatihan vokasi dan produktivitas, serta peningkatan kapasitas kewirausahaan kepada para peserta Sekolah Lansia BKL.  


Sekolah Lansia memberikan pelatihan vokasi dan produktivitas bagi lansia. Foto: Kemendukbangga/BKKBN 

Hingga November 2025, tercatat 619 siswa sekolah lansia telah mengikuti pelatihan formal di bawah Kementerian Ketenagakerjaan.  


“Dengan harapan hidup yang semakin panjang, lansia seharusnya bisa menjadi bagian dari bonus demografi. Tidak hanya sebagai objek, tetapi juga sebagai subjek pembangunan,” kata Puji. 


Kemendukbangga/BKKBN juga telah melakukan perjanjian kerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Digital untuk meningkatkan literasi digital lansia, memastikan mereka yang berjualan di platform digital terhindar dari segala bentuk penipuan online. 


Di tingkat lokal, kolaborasi dengan pemerintah daerah telah menghasilkan kesuksesan program. Di Jawa Timur, misalnya, memiliki 472 sekolah lansia dan menjadi salah satu provinsi dengan pengembangan tercepat.


Di Jawa Barat, sekolah lansia Melati, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung, kini telah menjadi salah satu pusat penjualan produk kerajinan berbahan limbah plastik yang dipasarkan secara nasional.


Puji menambahkan, kolaborasi dengan universitas juga dilakukan untuk memperkaya desain kebijakan dan kurikulum pembelajaran. 


Program ini juga membuka ruang kolaboratif dengan komunitas lokal, termasuk kelompok lansia, untuk memberikan masukan agar implementasi program bersifat adaptif sesuai dengan kebutuhan lokal. 


“Prinsipnya, kurikulum tetap mengacu dari pusat, namun metode pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing sekolah lansia,” dia mencatat. 

Tantangan implementasi 


Meski berkembang pesat, Puji mengakui bahwa berbagai tantangan masih harus diatasi agar program ini efektif dan berkelanjutan.


Pertama, keterbatasan jumlah penyuluh BKKBN yang harus membagi waktu untuk mendampingi berbagai kelompok sasaran, dari balita hingga lansia. Rasio ideal satu penyuluh untuk dua desa masih belum terpenuhi. 


Kedua, dukungan anggaran yang belum merata. Karena berbasis komunitas, keberlanjutan sekolah lansia sangat bergantung pada komitmen pemerintah daerah, sementara prioritas setiap daerah berbeda.  


Ketiga, ketersediaan sarana belajar yang ramah lansia masih belum dipenuhi di banyak lokasi.  

Keempat, dukungan lintas kementerian yang diperlukan untuk memastikan isu lansia menjadi bagian dari agenda pembangunan nasional. 


Ke depan, Kemendukbangga/BKKBN tengah menyiapkan sejumlah strategi untuk memperkuat ekosistem kebijakan lansia bersama kementerian/lembaga serta mitra kerja terkait. Salah satunya adalah penerbitan identitas lansia nasional untuk mempermudah akses layanan publik seperti kesehatan, perlindungan sosial, dan akses pembiayaan. 


Selain itu, Kemendukbangga/BKKBN mengusulkan kebijakan pemanfaatan dana yang berada di daerah kepada kementerian yang membidangi untuk mendukung permodalan dan pemberdayaan lansia wirausaha di tingkat desa. 


Kemitraan dengan lembaga nonpemerintah juga akan diperluas agar program ini makin inklusif.


Puji juga berharap agar semakin banyak duta lansia yang direkrut dari lulusan sekolah untuk menggerakkan komunitas di tingkat lokal guna menjaga keberlanjutan program di tingkat akar rumput.