Transformasi pusat data nasional: Dari model terpusat ke ekosistem kolaboratif

By Mochamad Azhar

Pemerintah akan mengembangkan ekosistem pusat data nasional yang akan melibatkan pihak ketiga dengan tujuan mengakselerasi pelayanan publik.

Untuk menjawab kebutuhan transformasi digital yang semakin dinamis, pemerintah Indonesia mengubah strategi pengembangan pusat data nasionalnya dari model terpusat menjadi lebih kolaboratif dengan melibatkan swasta. Foto: Canva

Pemerintah Indonesia mengubah strategi infrastruktur digitalnya dengan bergeser ke ekosistem pusat data yang lebih kolaboratif dibanding mengembangkan pusat data nasional (PDN) yang terpusat dan berbiaya besar. 


Direktur Jenderal Teknologi Pemerintah Digital Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Mira Tayyiba, mengatakan bahwa PDN harus menjadi sarana kolaboratif yang menghubungkan pemerintah dan industri swasta untuk memperkuat ketahanan dan kedaulatan data nasional. 


“Dalam ekosistem ini, pusat data bukan hanya dikelola pemerintah, tapi juga bisa didukung pihak ketiga yang memenuhi persyaratan. Pendekatan kolaboratif ini membuat kapasitas dan ketahanan data kita jauh lebih kuat,” kata Mira. 


Hal itu disampaikan Mira pada saat menyampaikan pidato kunci (keynote speech) bertajuk “Tackling Issues in Modernizing Digital Government” di acara Digital Transformation Indonesia Conference & Expo (DTI-CX) 2025 di Jakarta baru-baru ini.


Mira menjelaskan bahwa perubahan strategi ini sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, di mana pemerintah dituntut tidak hanya menghadirkan layanan publik yang aman dan mudah diakses, tetapi juga membangun ekosistem digital yang mampu mendorong kolaborasi lintas instansi dan pemanfaatan data bersama.     


Dengan menggunakan model ekosistem kolaboratif, PDN tidak hanya dikelola oleh Komdigi atau instansi pemerintah tertentu, tetapi juga dapat melibatkan penyedia cloud dan industri pusat data swasta yang memenuhi standar keamanan serta kedaulatan data, sesuai dengan Keputusan Menteri Kominfo Nomor 519 Tahun 2024, Mira menambahkan. 


“Aturannya jelas. Data harus tetap berada di Indonesia, dikelola sesuai klasifikasi keamanan tertinggi, bisa diaudit dan menjamin kedaulatan digital kita.”


Kementerian Komdigi saat ini sedang membangun PDN pertamanya di Cikarang yang rencananya akan beroperasi penuh tahun ini, yang saat ini sedang dalam tahap uji keamanan oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Selama ini, lembaga-lembaga pemerintah masih menggunakan PDN Sementara (PDNS). 


GovInsider sebelumnya melaporkan, pembangunan PDN bertujuan untuk menghimpun berbagai pusat data dan layanan pemerintah yang terfragmentasi di seluruh instansi pemerintahan. Hingga tahun 2023 terdapat 2.700 pusat data yang dikelola 629 instansi pemerintah pusat maupun lokal serta terdapat lebih dari 24.000 aplikasi layanan publik.  


Berlangganan bulletin GovInsider di sini 

Hasil evaluasi PDN 


Menurut Mira, perubahan strategi PDN dilakukan untuk menjawab kebutuhan transformasi digital yang semakin dinamis. Hal itu juga didorong hasil evaluasi pemerintah terhadap implementasi PDN, yang mencakup empat tantangan utama.


Pertama adalah keterbatasan anggaran. Meskipun teknologi pusat data berkembang pesat, pembangunan fasilitas ini membutuhkan biaya besar. Pemerintah harus bijak dalam mengalokasikan anggaran agar tidak berbenturan dengan prioritas pembangunan lain.  


Menurut Mira Tayyiba, penyedia cloud dan industri pusat data akan dilibatkan dalam ekosistem pusat data sepanjang memenuhi persyaratan. Foto: Kementerian Komdigi

Berikutnya adalah perbedaan pemahaman antarinstansi. Terdapat lebih dari 600 instansi pusat dan daerah dengan tingkat kesiapan yang berbeda dalam pengelolaan data. Beberapa daerah masih memandang PDN sekadar sebagai tempat penyimpanan data dan belum memanfaatkannya untuk mengembangkan layanan publik  


“Sementara beberapa kementerian di tingkat pemerintah pusat seperti Kementerian Kesehatan sudah melangkah lebih jauh dengan memanfaatkan kecerdasan artifisial (AI) dalam layanan publiknya,” dia melanjutkan.  


Berikutnya adalah masalah resiliensi data. Insiden gangguan keamanan pada sistem PDNS tahun lalu menunjukkan pentingnya pemulihan layanan yang cepat. Karena itu, pemerintah kini mendorong pendekatan cloud ketimbang infrastruktur fisik yang dedicated, sehingga diharapkan lebih fleksibel dan tangguh.  


Terakhir adalah klasifikasi data. Tidak semua data harus dijaga dengan standar keamanan tertinggi. Saat ini, data dibagi menjadi tiga kategori: terbuka, terbatas, dan tertutup.  


“Data terbuka dapat disimpan di PDN, sedangkan dua kategori lainnya dapat dikelola penyedia cloud sesuai standar keamanan,” ungkap Mira. 


Evaluasi itu memunculkan satu kesimpulan penting: penyimpanan data tidak bisa lagi hanya mengandalkan fasilitas tunggal yang technology-intensive dan mahal. Diperlukan pendekatan yang lebih adaptif berupa ekosistem pusat data. 


“Karena itu, pemerintah dengan terbuka mengajak pihak swasta dari industri pusat data untuk berkolaborasi. [Peran swasta] tidak hanya sebatas penyedia teknologi, melainkan mitra strategis dalam membangun arsitektur data nasional yang mendukung inovasi layanan publik,” kata dia.  


Mira juga menyatakan bahwa Kementerian Komdigi sangat mengharapkan saran dari para pelaku industri untuk memuluskan transformasi pemerintah digital.


“Kami juga sangat mengharapkan masukan untuk memodernisasi penyediaan layanan pemerintah yang berbasis digital ini supaya bisa manfaatnya dirasakan langsung oleh masyarakat,” dia melanjutkan.  

Ekosistem PDN fondasi layanan publik 


Mira menyoroti bahwa ekosistem PDN akan menjadi pengubah permainan dalam mewujudkan layanan publik yang lebih berorientasi pada masyarakat.


Ia mengatakan pelayanan publik di Indonesia selama ini lebih bersifat government-centric karena dibuat secara terpisah dan hanya berorientasi pada kebutuhan internal birokrasi. Akibatnya, kinerjanya masih terasa silo dan kurang mampu dirasakan dampaknya oleh masyarakat. 


Banyak warga harus berulang kali mengisi data pribadi setiap kali mengakses layanan yang berbeda.


“Sekarang paradigma itu kita ubah menjadi citizen-centric, yaitu layanan publik yang berfokus kepada masyarakat pengguna. Sehingga masyarakat cukup sekali saja menyampaikan datanya, nanti kami [instansi pemerintah] yang akan saling terhubung,” ujarnya.