Bagaimana telebedah robotik akan mengatasi kesenjangan pelayanan kesehatan
Oleh Mochamad Azhar
Dua rumah sakit pemerintah, Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung dan Rumah Sakit Dr Sardjito Yogyakarta, menguji coba operasi bedah jarak jauh menggunakan teknologi robotik untuk membantu dokter spesialis serta mendorong pelayanan bedah lebih mudah dijangkau.
Dokter spesialis sedang melakukan simulasi operasi bedah menggunakan teknologi robotik. Teknologi ini diharapkan dapat memudahkan pasien dalam mendapatkan tindakan bedah. Sumber: Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung
Tim dokter bedah robotik Kementerian Kesehatan menguji coba layanan bedah jarak jauh menggunakan teknologi lengan robotik. Teknologi ini merupakan salah satu upaya pemerintah dalam memberikan pelayanan kesehatan yang merata di seluruh wilayah Indonesia.
Uji coba operasi pengangkatan kantong empedu menggunakan teknologi robotik dilakukan oleh dokter spesialis bedah digestif Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung (RSHS) sekaligus Ketua Tim Dokter Bedah Robotik Kementerian Kesehatan, Dr Reno Rudiman, kepada objek hewan yang berada di RS Sardjito Yogyakarta.
Dokter Reno mengendalikan proses operasi di hadapan perangkat konsol yang canggih lalu diterjemahkan dengan sempurna oleh lengan robot di kamar bedah yang berada di jarak 480 kilometer.
“Uji coba yang saya lakukan menunjukkan hasil yang baik, berupa luka sayatan yang minimal setelah operasi. Telebedah robotik akan diterapkan kepada pasien manusia dalam beberapa tahun mendatang, setelah melalui serangkaian uji teknis dan uji keamanan, ” ungkap Dr Reno.
Program telebedah robotik merupakan inisiasi Kementerian Kesehatan bersama RSHS dengan dukungan sejumlah BUMN, yaitu PT Telkom Indonesia yang berperan sebagai penyedia jaringan 5G di rumah sakit serta PT Indofarma yang berperan dalam proses alih teknologi. Perangkat teknologi robotik disediakan oleh Sina Flex yang merupakan bagian dari kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Iran.
Kepada GovInsider, Dr Reno bercerita tentang bagaimana teknologi robotik akan mengubah praktik-praktik kedokteran serta apa saja manfaat teknologi ini bagi sektor pelayanan kesehatan di Indonesia.
Mengatasi kesenjangan pelayanan bedah
Pertama, telebedah robotik mampu mengatasi masalah kekurangan jumlah dokter spesialis bedah yang ada di Indonesia. Jumlah dokter spesialis bedah yang dimiliki Indonesia di bawah 3.000 orang dari total 270 juta populasi, dengan distribusi yang terpusat hanya di Pulau Jawa dan ibukota-ibukota provinsi.
“Dengan adanya telebedah robotik, maka pelayanan bedah akan terdistribusi secara merata kepada pasien di seluruh Indonesia, bahkan ke daerah terpencil,” kata Dr Reno.
Untuk sementara, layanan ini akan tersedia di Kota Bandung dan Kota Yogyakarta, dan akan dikembangkan di provinsi-provinsi lain di luar Pulau Jawa.
Kedua, telebedah robotik memungkinkan dokter dan pasien tidak perlu berpindah tempat ke fasilitas kesehatan rujukan atau fasilitas kesehatan di tingkat pusat. Dokter ahli bedah tetap bisa melakukan operasi di rumah sakit tempat dia berada. Begitu pula pasien, tidak perlu pergi jauh-jauh dari fasilitas kesehatan yang digunakannya demi mendapatkan pelayanan bedah.
Bagi dokter, telebedah robotik akan menghemat waktu perjalanan sehingga pada akhirnya memberikan waktu pelayanan lebih banyak kepada pasien di rumah sakit tempatnya bekerja. “Pasien dan keluarga pasien juga akan diuntungkan, mengingat risiko penyakit pasien bisa bertambah parah apabila terlalu lama melakukan perjalanan,” Dr Reno menambahkan.
Ketiga, teknologi bedah menggunakan robotik memungkinkan jalannya proses operasi yang akurat dan presisi, bahkan dengan hasil yang lebih baik dari bedah konvensional. Karakter robotik membuat proses pembedahan dilakukan secara minim invasi atau sayatan sekecil mungkin. “Risiko pendarahan pascabedah bisa ditekan sehingga pasien akan menjalani pemulihan dengan lebih cepat,” kata dia.
Di rumah sakit Hangzhou, China, sebuah robot bedah berteknologi 5G berhasil mengangkat kantung empedu seorang pasien di kota Aral, wilayah otonomi Xinjiang Uygur, China yang berjarak sekitar 4.650 kilometer.
Cara telebedah robotik bekerja
Menurut Dr Reno, teknologi telebedah robotik terbagi ke beberapa perangkat utama, yaitu perangkat kendali, perangkat daya, tempat tidur bedah, lengan robot bedah, dan kamera bedah. Perangkat kendali bedah akan dioperasikan oleh operator yang merupakan dokter spesialis bedah, sementara lengan robot dan tempat tidur bedah untuk pasien akan disiapkan secara terpisah di tempat lain.
Dokter akan melakukan “operasi” di hadapan konsol yang berisi unit monitor dan perangkat kendali berupa pegangan dan pedal kaki. Dalam proses ini, penggunaan teknologi internet cepat 5G akan membantu dokter spesialis agar setiap perintah dapat diterima instrumen robot di meja bedah secara realtime.
Kementerian Kominfo akan meningkatkan penetrasi jaringan 5G ke seluruh wilayah Indonesia, di mana pemanfaatan 5G untuk sektor kesehatan menjadi salah satu prioritas.
Rasio kekuatan dan kecepatan lengan robot bisa disesuaikan sesuai kemauan dokter, dan hasil tangkapan objek pada monitor juga bisa diperbesar hingga 10 kali. “Dokter spesialis bedah akan dimudahkan dengan lengan robot yang lebih stabil dalam bermanuver serta mendapatkan penglihatan objek yang jauh lebih besar dan detail,” Dr. Reno melanjutkan.
Meski demikian, Dr Reno mengingatkan bahwa telebedah robotik tidak bisa diterapkan kepada semua jenis operasi bedah. Karena sifatnya yang minim invasi, beberapa keadaan tidak memungkinkan dilakukan secara robotik, seperti operasi pengangkatan tumor, operasi jantung, operasi pengambilan janin, atau operasi-operasi lain yang melibatkan jaringan atau organ yang lebih besar.
“Hanya operasi-operasi tertentu yang bisa mendapatkan manfaat robotik seperti pengangkatan kantung empedu, usus buntu, batu ginjal atau kista rahim.”
Tantangan bedah robotik ke manusia
Sebelum digunakan secara luas kepada pasien manusia, unit telebedah robotik ini masih harus menjalankan beberapa uji keamanan dan kelayakan secara ketat sesuai standar internasional. Proses alih teknologi dari penyedia layanan kepada pengguna juga masih berjalan melalui proses pelatihan dokter-dokter spesialis bedah yang akan menjadi operator.
Sejumlah tantangan harus diatasi sebelum menerapkan teknologi robotik pada operasi bedah. Pertama, pemerintah perlu menyiapkan payung hukum pelaksanaan telebedah robotik untuk memastikan keamanan fasilitas, memanajemen terjadinya risiko medis serta menjamin perlindungan bagi dokter dan pasien yang terlibat dalam operasi bedah.
“Aturan-aturan etik juga perlu disusun oleh organisasi kedokteran untuk memberikan kepastian izin praktek robotik serta memastikan bahwa teknologi robotik ini berjalan sesuai dengan prinsip kedokteran dan etika profesi,” ungkap Dr Reno.
Kedua, pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan kesehatan juga perlu memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga pasien agar mau menerima bahwa telebedah robotik adalah salah satu cara terbaik untuk mengatasi masalah pasien.
Terakhir, pelibatan semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, rumah sakit, universitas dan industri. “Kita berharap teknologi telebedah robotik ini tidak hanya berhenti pada kita sebagai pengguna, tapi bagaimana pusat-pusat teknologi nasional dan industri juga bisa menciptakan teknologi robotik lain yang bermanfaat bagi sektor kesehatan,” tutup dia