Bagaimana transformasi digital Indonesia mengubah lanskap ekonomi terbesar ASEAN
Oleh Stania Puspawardhani
Sebagai pendorong laju ekonomi digital di ASEAN, Indonesia menghadapi tantangan yang tidak mudah, meliputi belum meratanya akses digital dan kualitas talenta digital. Pada Digital Transformation Indonesia Conference and Expo (DTI-CX) 2023, para pemimpin dari sektor publik dan swasta berbagi pandangan untuk mencari solusi tantangan tersebut.
Para pembicara dari sektor publik dan swasta membahas peran transformasi digital dalam meningkatkan aktivitas ekonomi di kawasan ASEAN pada acara Digital Transformation Indonesia Conference and Expo 2023. Sumber: Adhouse Clarion Events
Ekonomi digital Indonesia mencakup 40% dari transaksi digital ASEAN, menjadikannya pendorong terbesar pertumbuhan kawasan ini. “Ekonomi ASEAN tumbuh sebesar 6% setiap tahunnya, dan diperkirakan akan mencapai US$1 triliun pada tahun 2030,” ujar Kepala Pusat Kelembagaan Internasional Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ichwan Makmur Nasution.
Namun, di saat yang sama, pertumbuhan yang luar biasa ini menghadirkan sebuah paradoks: meskipun membawa peluang untuk meningkatkan produktivitas dan menjangkau lebih banyak pasar, hal ini juga menimbulkan tantangan berupa keterbatasan akses ke infrastruktur digital dan kesenjangan dalam hal keterampilan digital.
Pada acara Digital Transformation Indonesia Conference and Expo (DTI-CX) 2023, Ichwan berbicara bersama Ketua Komite Tetap KADIN Arif Ilham Adnan tentang bagaimana organisasi dapat bertransformasi secara digital dengan cara yang inklusif, memberdayakan, dan berkelanjutan.
Menurut Ichwan, peran Indonesia dalam membuat ASEAN menjadi episentrum ekonomi digital. Pengguna internet ASEAN mencapai 460 juta jiwa di tahun 2022 dengan sektor e-commerce menyumbang lebih dari US$ 130 juta di tahun 2022. Saat ini sekitar 20-25 juta pedagang bertransaksi di platform e-commerce dan membuka 160.000 lapangan pekerjaan langsung dan 30 juta pekerjaan tidak langsung.
“Karena itu, Kementerian Kominfo akan mengusulkan sejumlah inisiatif yang berisi panduan untuk melaksanakan transformasi digital di skala regional yang inklusif, memberdayakan dan berkelanjutan,” Ichwan menambahkan.
Kaderisasi kepemimpinan digital
“Salah satu cara untuk mengatasi tantangan kesenjangan keterampilan digital ialah melalui peningkatan kapasitas digital leadership di seluruh instansi kementerian, lembaga dan sektor swasta,” ungkap Arif, yang juga pendiri Asosiasi Pemimpin Digital Indonesia (APDI).
Arif menekankan bahwa potensi ekonomi digital yang besar tidak akan memberikan kontribusi positif jika tidak dikelola oleh pemimpin digital yang cakap. “Kita membutuhkan lebih banyak lagi pemimpin yang mampu beradaptasi di era digitalisasi yang sangat dinamis, kompleks, serta penuh ketidakpastian dan ambiguitas.”
Karena itu, KADIN membentuk Asosiasi Pemimpin Digital Indonesia (APDI) yang berfungsi sebagai forum untuk mengumpulkan para pemimpin multisektor untuk belajar dan berkolaborasi, dengan pengajar ahli yang berasal lembaga pendidikan terkemuka di dunia seperti Harvard University, National University of Singapore dan Tsinghua University.
“APDI memberikan pelatihan digital kepada manajer tingkat atas pemerintahan di berbagai Sekolah Staf dan Administrasi Pemerintahan kementerian dan lembaga tentang bagaimana cara para pemimpin melakukan respons dan mengambil keputusan yang berkaitan dengan inovasi dan transformasi,” ungkap Arif.
Program-program pelatihan di APDI bukan berupa bimbingan teknis seperti membuat perangkat lunak atau aplikasi, namun bagaimana seorang pemimpin mampu menanamkan pola pikir yang cerdas, transformatif, dan berbasis data untuk membantu peserta dalam mengambil keputusan penting di masing-masing agensi yang dipimpinya.
“Para pemimpin digital harus memahami bahwa data adalah sumber ekonomi baru, the new oil. Data dapat digunakan sebagai bahan pengambilan kebijakan,” lanjut Arif.
Transformasi digital dorong inklusi keuangan
Pada sesi diskusi panel, para pembicara menggali lebih dalam mengenai peranan transformasi digital dalam meningkatkan inklusi ekonomi. Diskusi panel menghadirkan pelaku di bidang perbankan, teknologi keuangan (fintech) serta jasa layanan internet.
“Digital transformation is the best thing that ever happened to Indonesia”, ujar Chrisma Aryani Albandjar, Wakil Bendahara II dari Asosiasi Fintech (AFTECH) dan Komisaris DANA Indonesia.
Ia mencontohkan bagaimana transformasi digital dapat meningkatkan inklusi keuangan pada penduduk Pulau Natuna yang letak geografisnya lebih dekat ke Vietnam daripada Jakarta. Di pulau berpenduduk sekitar 50.000 jiwa itu, kelangkaan uang giral dan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) tidak lagi menjadi masalah karena teknologi digital memungkinkan transaksi keuangan dilakukan melalui internet dan QRIS.
“Teknologi digital memungkinkan penduduk Indonesia di pulau-pulau terluar mendapatkan akses hak dan kewajiban ekonomi yang sama dengan mereka yang tinggal di kota-kota besar,” kata Chrisma.
Meskipun transformasi digital melahirkan banyak peluang untuk memeratakan ekonomi warga, sejumlah tantangan juga muncul. Chrisma menyampaikan pentingnya peningkatan literasi keuangan digital di tengah masyarakat.
“Hal ini perlu menjadi perhatian agar masyarakat tidak menjadi korban dari maraknya penipuan online, pinjaman online ilegal atau robot trading yang tidak terdaftar,” Chrisma mengingatkan.
Hal ini juga diamini oleh Edisono Limin, Country Head of Channels and Digitalisation, UOB Indonesia yang menuturkan bahwa pandemi telah mempercepat transformasi digital di dunia perbankan.
Saat ini, rerata transaksi digital di bank yang dipimpinnya berkisar antara 50-70% dan diperkirakan terus meningkat. Untuk itu, sejumlah pendekatan digital yang dilakukan UOB antara lain membentuk superapp TMRW dan Peta Jalan Digital.
Sementara itu PT Telkom Indonesia selaku perusahaan pemerintah yang bergerak di bidang infrastruktur dan layanan teknologi ICT mengambil peran sebagai operator sekaligus fasilitator dalam pembentukan ekosistem ekonomi digital melalui peningkatan kapasitas industri di tiga sektor, yaitu digital connectivity, digital platform dan digital services.
Deputy EVP Digital Business Builder, PT Telkom Indonesia, Ida Bagus Mahaputra Arta, memaparkan bahwa ketiga sektor ini telah memperluas akses dan jangkauan masyarakat untuk mengarungi era transformasi digital.
“Tidak hanya dari sisi infrastruktur pengadaan menara BTS, Telkom juga menyediakan jasa layanan internet hingga menyiapkan ekosistem ekonomi digital, membantu terbentuknya perusahaan-perusahaan rintisan serta menyediakan platform aplikasi untuk UMKM dan kesehatan atau Peduli Lindungi,” ungkap Ida Bagus.
Harapan sektor swasta
Muhammad Arif, Ketua Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), menyampaikan harapannya agar pemerintah fokus meningkatkan infrastruktur telekomunikasi secara merata ke seluruh wilayah. “Semua potensi ekonomi digital yang dimiliki Indonesia tidak akan berjalan tanpa infrastruktur.”
Selain itu Arif juga mendorong keterlibatan pihak lokal dalam pembuatan kebijakan dan implementasi, karena seringkali para pelaku di tingkat lokal ini yang lebih memahami masalah.
Sebagai penutup, Business Director CloudMile Indonesia, Gilland Cardindo menyampaikan harapannya kepada pemerintah untuk terus berkomitmen terhadap peta jalan transformasi digital agar memberi kepastian kepada para pelaku usaha dan masyarakat umum untuk menangkap potensi ekonomi digital.