Filipina reformasi sektor pendidikan dengan AI dan konektivitas
Oleh Yen Ocampo
Departemen Pendidikan Filipina tengah mendorong transformasi melalui serangkaian reformasi dan teknologi untuk menjadikan sektor ini lebih efisien, mudah diakses untuk pembelajaran, dan siap menghadapi masa depan.

Guru dan siswa Sekolah Dasar Malungon di Makilala, Cotabato, salah satu sekolah paling terpencil di Filipina, kini menikmati akses internet sebagai bagian dari kemitraan DepEd dan DICT untuk menyediakan konektivitas internet yang andal ke seluruh negeri. Foto: PIA
Peringkat Filipina yang relatif rendah dalam kesiapan pendidikan global (peringkat ke-74 dari 177 negara dalam Global Education Futures Readiness Index) mendorong Departemen Pendidikan (DepEd) Filipina mengembangkan kebijakan dan program untuk mengatasi masalah lama dalam pengajaran, perencanaan, dan manajemen sekolah.
Tujuannya adalah membangun sistem yang modern, responsif, berbasis data, dan lebih siap mengikuti perubahan global yang cepat.
Sebelum hadirnya kecerdasan buatan (AI), sistem pendidikan Filipina sebagian besar berbasis buku teks, dengan proses manual berbasis kertas yang lambat, serta interaksi terbatas karena tantangan konektivitas.
Semua ini mengakibatkan keterlambatan dalam penilaian siswa dan pengelolaan data secara umum, yang pada akhirnya memperlebar kesenjangan proses pembelajaran.
Dalam sebuah pernyataan pers, Menteri Pendidikan Sonny Angara menekankan bahwa berbagai upaya sedang dilakukan untuk menjadikan sistem pendidikan lebih efisien, modern, dan bermanfaat bagi guru, orang tua, serta siswa.
Ia mengakui adanya tantangan, tetapi menekankan bahwa reformasi harus dimulai dan dijalankan secara kolektif.
Angara menambahkan bahwa DepEd sedang mendorong reformasi pendidikan berorientasi masa depan melalui Education Centre for Artificial Intelligence Research (ECAIR) dan proyek konektivitas digital berskala nasional.
Pada saat yang sama, program Digital Bayanihan memastikan bahwa pelajar dan guru di daerah terpencil memperoleh kesempatan yang sama dalam pembelajaran dan inovasi digital.
Berlangganan bulletin GovInsider di sini
Menuju sekolah yang lebih cerdas
Sejalan dengan reformasi berorientasi masa depan, ECAIR berupaya memelopori alat digital seperti SIGLA, TALINO, dan DUNONG, yang digunakan untuk memperlancar pemantauan kesehatan siswa, pemetaan sekolah, serta pengolahan data ujian.
SIGLA memungkinkan pengukuran dan pelacakan tinggi serta berat badan siswa secara lebih cepat, sehingga pemantauan kesehatan menjadi lebih efisien. TALINO merupakan alat pemetaan geospasial di bawah Adopt-a-School Programme yang memetakan lokasi dan sumber daya sekolah untuk membantu perencanaan serta distribusi sumber daya.
Sementara itu, DUNONG membantu para pimpinan sekolah dengan memproses data ujian, menyederhanakan manajemen hasil penilaian, dan informasi terkait lainnya.
Menteri Angara menyatakan bahwa semua alat AI ini, yang dikembangkan di bawah ECAIR, akan mengikuti “kerangka tata kelola AI yang ketat” yang berlandaskan standar internasional.
DepEd juga mengembangkan chatbot AI bernama SALIKSeek, untuk mempercepat akses terhadap data dan wawasan bagi staf DepEd dan pemangku kepentingan lainnya.
Chatbot lain adalah SABAY, yang masih dalam tahap prototipe. Tujuannya adalah membantu penilaian dini risiko kognitif pada anak. Jika berhasil, ini dapat memungkinkan deteksi awal masalah pembelajaran atau perkembangan sehingga intervensi dapat dilakukan lebih cepat.
Ada juga LIGTAS, yang bertugas mengidentifikasi potensi bahaya geologis di sekitar sekolah, membantu komunitas dan pemerintah daerah meningkatkan keselamatan dengan mendeteksi risiko seperti tanah longsor, banjir, dan gempa bumi untuk tindakan pencegahan.
“Kami menjadikan pendidikan lebih kuat dan lebih bermakna, berlandaskan data, terbuka terhadap teknologi, serta didukung oleh seluruh komunitas,” tambah Angara.
Digital Bayanihan
Reformasi pendidikan yang dijalankan DepEd seiring dengan semangat Digital Bayanihan. Digital Bayanihan adalah kolaborasi bersama pemerintah, pihak sekolah dan siswa, untuk mendorong digitalisasi di sektor pendidikan dengan tujuan meningkatkan kuallitas pendidikan.
Program-program ini berfokus untuk menjembatani kesenjangan digital, terutama di sekolah-sekolah last mile, dengan cara meningkatkan konektivitas, memberikan dukungan teknologi, serta mendorong inovasi dalam pengajaran dan pembelajaran.
Guru melaporkan bahwa pelajaran kini dapat disampaikan lebih cepat dan efisien, sementara siswa merasa riset menjadi lebih mudah dengan adanya akses internet. Layanan WiFi gratis juga memberikan harapan baru serta meningkatkan semangat baik bagi siswa maupun pendidik.
Selain itu, konektivitas memungkinkan penggunaan alat digital seperti tablet dan Smart TV di ruang kelas, yang semakin memperkaya pengalaman belajar-mengajar.
Saat ini, 15 sekolah terpencil telah terhubung melalui program ini.
Selain akses internet, sekolah-sekolah juga menerima tambahan fasilitas seperti kipas angin dan bahan ajar untuk meningkatkan kondisi belajar di kelas.
Untuk mengatasi kekurangan listrik, panel surya dipasang di sekolah-sekolah non-jaringan, sementara National Electrification Administration (NEA) bekerja memperluas jaringan listrik ke daerah terpencil, sehingga alat digital dan konektivitas dapat dimanfaatkan sepenuhnya.
DepEd berkomitmen memastikan seluruh sekolah negeri di Filipina memiliki koneksi internet yang andal pada akhir 2025, bekerja sama dengan Departemen Teknologi Informasi dan Komunikasi (DICT), dengan target hampir 12.000 sekolah yang saat ini belum terhubung, kata Angara.
“Inilah digital bayanihan yang sesungguhnya. Ketika kita menghubungkan sekolah, kita juga menghubungkan para siswa dengan masa depan yang lebih cerah.”
