GenAI, “kawan digital” untuk meningkatkan produktivitas

Oleh Mochamad Azhar

Pada acara Festival of Innovation GovInsider baru-baru ini, para panelis berbagi tentang bagaimana GenAI dapat dimanfaatkan oleh pegawai di dunia kerja.

Pada acara Festival of Innovation GovInsider baru-baru ini, para panelis berbagi tentang bagaimana GenAI membentuk kembali keterlibatan karyawan. Foto: GovInsider

Kecerdasan buatan (AI), khususnya AI generatif (GenAI), telah memberikan dampak besar dalam meningkatkan produktivitas karyawan dan memungkinkan mereka menyelesaikan pekerjaan dengan lebih baik, mulai dari menyusun email, menyiapkan presentasi, hingga membantu penyampaian layanan (service delivery).


Namun di saat yang sama, GenAI juga membawa tantangan: Kekhawatiran bahwa karyawan akan kehilangan pekerjaan atau pekerjaan diambil alih oleh AI.   


“Ini adalah masalah perspektif Anda dalam melihat GenAI apakah sebagai mitra atau sebagai pesaing. Mungkin posisi terbaik yang dapat kita berikan kepada AI adalah sebagai pendamping digital untuk membantu melakukan pekerjaan kita dengan lebih baik,” ujar Wakil Kepala Eksekutif VITAL, Yuen Sai Kuan. 


Kuan melihat bahwa AI belum sampai pada tahap di mana ia akan mengambil alih sepenuhnya pekerjaan yang manusia lakukan.   


“Yang perlu dilakukan saat ini ialah menempatkan AI di tangan individu dan kemudian membiarkan mereka melangkah sejauh yang mereka bisa.” 


Kuan berbicara pada sesi “Leveraging GenAI to Enhance Employee Engagement” di acara Festival of Innovation 2025 yang diselenggarakan GovInsider di Sands Expo, Singapura, Maret lalu.


Panelis lain dalam sesi itu adalah Kepala Pejabat Teknologi Informasi Universitas Nasional Singapura (NUS), Tan Shui-Min, Asisten CEO untuk Kepala Strategi Digital di Civil Service College (CSC), Singapura, Patrick Lau Wei Peng, dan Kepala Bisnis Regional SAP, APAC, Varun Thamba. Sesi ini dimoderatori Kepala Manajemen Perubahan Organisasi Air Selangor, Malaysia, Diana Jayasauri. 


Para panelis dan moderator membahas bagaimana peluang dan tantangan penggunaan GenAI dalam membentuk kembali keterlibatan karyawan berdasarkan pengalamannya di lembaga masing-masing. 


Berlangganan bulletin GovInsider di sini

Meningkatkan produktivitas dengan GenAI 


Kepala Pejabat Teknologi Informasi NUS, Tan Shui-Min, melihat GenAI sebagai pendorong produktivitas organisasi.  


Dia berbagi contoh solusi AI yang sudah diterapkan di NUS dalam memproses aplikasi permohonan tinggal di asrama kampus, yang dalam waktu tertentu bisa mencapai 6.000 permohonan.  


AI membantu pengelola asrama memindai permohonan-permohonan tersebut dan menentukan siapa yang layak mendapatkan beberapa lot terakhir di asrama dalam waktu yang lebih cepat.  


“Dengan bantuan AI, pekerjaan yang memakan waktu berminggu-minggu dengan melibatkan banyak administrator sekarang berkurang menjadi satu hari.” 


“Lalu apakah AI membuat kolega kami kehilangan pekerjaan mereka? Tidak, hal ini justru membuat kita bisa mengerahkan mereka untuk melakukan pekerjaan yang lebih berarti," katanya seraya menambahkan bahwa NUS telah mengembangkan platform dan alat produktivitas AI sendiri sebelum OpenAI meluncurkan ChatGPT.  


Para pembicara menyoroti manfaat GenAI sebagai pendamping digital yang membantu manusia menyelesaikan pekerjaan mereka dengan lebih cepat. Foto: GovInsider

Asisten CEO untuk Kepala Strategi Digital di CSC Singapura, Patrick Lau Wei Peng, menggarisbawahi bahwa GenAI telah menghasilkan “penghematan yang produktif” pada organisasi.  


“GenAI membantu kita untuk menyelesaikan pekerjaan lebih cepat dan efisien, sehingga ada banyak waktu yang bisa kita hemat. Pertanyaannya adalah, apa yang bisa kita lakukan dengan waktu ekstra ini?” 


Ia menekankan pentingnya organisasi membuka kemungkinan-kemungkinan untuk menggunakan waktu tersebut secara berbeda agar lebih bermakna, seperti menjaga work-life balance atau mengembangkan kemampuan karyawan.


Kepala Bisnis Regional SAP, APAC, Varun Thamba melihat peluang GenAI dalam meningkatkan siklus hidup karyawan. Menurutnya, hasil yang diharapkan dari sebuah adopsi tidak hanya tentang mendorong nilai bisnis, tetapi juga bagaimana hal ini mengubah kehidupan masyarakat. 


“GenAI akan membebaskan karyawan dari tugas-tugas rutin selama ini dan memungkinkan mereka pulang pada pukul empat sore ketimbang enam sore, atau memanfaatkan waktu yang diinvestasikan untuk diri mereka sendiri,” kata Varun. 

Pembelajaran yang terpersonalisasi 


Berbicara tentang keterlibatan karyawan, para panelis menekankan bahwa GenAI dapat memungkinkan pembelajaran yang terpersonalisasi sesuai kebutuhan bagi karyawan, bahkan memberikannya secara on-demand, yang dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja. 


“Hadirnya GenAI memungkinkan kita mencocokkan kompetensi dan kemampuan karyawan dengan jenis pelatihan, di mana mereka dapat mengonsumsi pelatihan dalam format dan waktu yang mereka inginkan,” kata Patrick. 


Tantangannya ialah bagaimana membuat sistem yang mampu mengintegrasikan data sumber daya manusia di setiap lembaga pemerintah, meliputi data kompetensi pegawai, tingkat kemampuan apa yang kurang dan kesenjangan apa yang perlu ditutup, dia menambahkan.  


Sementara itu, Shui Min mengatakan bahwa organisasi perlu mengadopsi pola pikir pembelajaran seumur hidup untuk menghadapi teknologi yang berkembang dengan cepat. 


“Pelatihan bukanlah tujuan akhir. Berinvestasilah dalam literasi AI dengan melatih karyawan mengadopsi AI. Dengan begitu, karyawan akan siap untuk menghadapi dan mengikuti perubahan teknologi.”   


Ia menambahkan, Divisi TI NUS mengambil inisiatif untuk menjadi pendorong dalam proses pembelajaran melalui program pemberdayaan digital yang diluncurkan sejak 2018, dan diperbarui pada tahun 2023 dengan memasukkan materi tentang GenAI.  


“Saat ini kami telah melatih lebih dari 5.000 kolega kami dengan belasan alat-alat digital, di mana 1.000 di antaranya hanya di GenAI saja” katanya.  

Menjaga transparansi dan akuntabilitas AI 


Di akhir sesi, moderator menanyakan tentang bagaimana memelihara transparansi dan akuntabilitas keputusan yang didorong oleh AI.

  

Kuan merespon pertanyaan itu dengan cara memastikan bahwa manusia tetap harus memegang peran sentral dalam proses pengambilan keputusan. 


Ia memberikan contoh sistem perekrutan melalui AI yang telah memudahkan staf dalam melakukan proses seleksi, namun tidak mampu menjamin tidak ada bias dalam proses seleksi tersebut.  


“Patut diingat bahwa AI bukanlah alat akhir, melainkan alat pendukung proses pengambilan keputusan. Jadi, penting untuk terus melatih AI untuk memastikan bahwa AI memberikan hasil yang kita inginkan.” 


Varun menambahkan, sebelum kita memasukkan AI ke dalam aplikasi, penting untuk memasukkan pendekatan human in the loop di dalamnya. Hal ini penting untuk memastikan terdapat kepercayaan pada AI dan menyingkirkan bias etik.


Anda dapat menonton rekaman sesi panel ini secara lengkap pada tautan ini