Indonesia buka kemitraan pemerintah-swasta untuk bangun pusat data hijau 

Oleh Yuniar A.

Bappenas membuka peluang bagi sektor swasta untuk berinvestasi dalam pengembangan pusat data hijau melalui skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) untuk mendorong transformasi digital dan transisi energi. 

Pemerintah Indonesia akan bermitra dengan sektor swasta untuk membangun pusat data hijau lewat ketentuan KPBU. Foto: Canva

Koordinator Ekosistem Digital Kementeriaan Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Andreas Bondan Satriadi, mengatakan bahwa pemerintah menjajaki skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) untuk pengembangan pusat data hijau (green data center) dengan tujuan untuk meningkatkan kedaulatan data dan kecerdasan buatan (AI) nasional.  


Pembangunan pusat data hijau merupakan salah satu proyek nasional di bidang teknologi yang mekanisme pendanaannya dapat diatur dengan skema KPBU di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2024-2029


“Pusat data hijau akan berbeda dari konsep pusat data sebelumnya, di mana kali ini sudah memasukkan sisi keberlanjutan dan kedaulatan yang akan menjadi panduan bagi pembangunan pusat data saat ini dan masa depan,” kata Satriadi.  


Satriadi berbicara pada webinar “Mendorong Investasi Infrastruktur Menuju Ekonomi Digital Masa Depan” di acara CIPS DigiWeek 2025 baru-baru ini di Jakarta. 


Pembicara lainnya adalah Energy Finance Specialist pada Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), Mutya Yustika, dan Chairman Indonesia Data Center Provider Organization (IDPRO), Hendra Suryakusuma. 


Menurut Satriadi, skema KPBU dalam pembangunan infrastruktur digital telah mencatat keberhasilan dalam proyek jaringan serat optik yang dikenal dengan nama “Palapa Ring" - sebuah upaya mentransmisikan jaringan internet ke 514 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.  


Sebelum proyek tersebut digelar dengan skema KPBU, pemerintah Indonesia mengalami hambatan pendanaan. 


Dengan kondisi keterbatasan fiskal yang dialami Indonesia saat ini, upaya Indonesia untuk memiliki lebih banyak pusat data hijau di masa depan dimungkinkan melalui skema serupa, dia menambahkan. 


Berlangganan bulletin GovInsider di sini

Menyederhanakan regulasi 


Mutya Yustika dari IEEFA menyoroti bahwa meskipun pengembangan AI dan energi hijau menjadi ceruk investasi potensial bagi swasta, proses KPBU dinilai masih terlalu panjang dan perlu disederhanakan.


"Tantangannya adalah bekerja sama dengan pemerintah melalui skema KPBU, diperlukan proses di Bappenas dan pelelangan yang bisa memakan waktu satu sampai dua tahun." 


Yustika berharap pemerintah mempermudah skema KPBU, agar proses perizinan, pelelangan, dan perjanjian kerja sama bisa dipersingkat oleh Bappenas. 


Satriadi dari Bappenas mengakui pentingnya upaya menyederhanakan rantai investasi dan menjamin bahwa "pemerintah terus melakukan penyederhanaan perizinan, mengurangi biaya regulasi menjadi lebih murah, serta memetakan kebutuhan pusat data dalam negeri sesuai skala industri.  


Bappenas juga mengkaji insentif pajak dan impor bagi sektor swasta yang berkomitmen membantu pemerintah untuk membangun pusat data hijau .  


Yustika dari IEEFA juga meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kemungkinan pembangunan pusat data yang 100 persen dananya berasal dari sektor swasta dengan tujuan mengakselerasi ekosistem pusat data nasional, seperti yang sudah dilakukan oleh Vietnam. 

Industri mendukung energi hijau 


Hendra Suryakusuma dari IDPRO menyoroti dilema antara tingginya kebutuhan pusat data nasional dengan tuntutan bagi industri untuk menggunakan energi ramah lingkungan.  


Saat ini, industri pusat data Indonesia telah memiliki kapasitas sekitar 500 megawatt. Namun, kapasitas ini masih tertinggal jika dibandingkan dengan Malaysia yang dalam lima tahun terakhir terus memacu pertumbuhan pusat datanya dari 10 megawatt di tahun 2019 menjadi 1,3 gigawatt di tahun 2025. 


Dengan cepatnya penetrasi AI, kapasitas pusat data akan melonjak jauh lebih cepat dari yang dibayangkan.  


“Tapi di sisi lain, industri pusat data menguras energi cukup besar, yang sebagian besar bergantung pada pasokan energi batubara. Apabila tidak beralih ke energi hijau, maka ini berisiko membawa dampak buruk pada lingkungan," katanya. 


Sebagai langkah antisipasi, IDPRO bersama Masyarakat Konservasi Energi dan Efisiensi Indonesia (MASKEEI) menerbitkan Green Data Center Whitepaper, yang berisi tata cara mengurangi jejak karbon pusat data dan meningkatkan efisiensi energi, serta memberikan panduan bagi penyelenggara pusat data untuk menerapkan praktik pusat data hijau.


“Kami menargetkan 50 persen suplai energi dipasok dari energi terbarukan paling lambat pada tahun 2030,” katanya.  


IDPRO juga telah bekerja sama dengan Kementerian Investasi dan Hiliriasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tentang pentingnya investasi di bidang transisi energi, khususnya pada industri pusat data.  


Hendra mengatakan, pusat data hijau akan menjadi bisnis potensial di masa depan, seraya menambahkan bahwa banyak investor yang tertarik untuk mengembangkan bisnis ini dengan mengirimkan request for proposals (RFP) untuk menyediakan pasokan energi hijau pada pusat data yang dijalankan oleh IDPRO, misalnya perusahaan-perusahaan dari Amerika Utara dan Eropa Barat.