PBB: Kepercayaan pada pemerintah & kebijakan sosial inklusif kunci sukses pembangunan digital
Oleh Si Ying Thian
Kurangnya kepercayaan terhadap kepemimpinan politik dan pembangunan sosial yang inklusif disoroti sebagai hambatan utama yang harus diatasi untuk mempercepat pembangunan digital di kawasan Asia Pasifik, terutama ketika teknologi dapat memainkan peran penting dalam mengangkat derajat warga dan usaha kecil di kawasan ini.
Kurangnya kepercayaan terhadap pembangunan politik dan pembangunan sosial inklusif disoroti sebagai tantangan bagi Asia-Pasifik untuk meningkatkan pembangunan digitalnya. Gambar: UN-ESCAP.
Dari mereka yang disurvei di Asia Pasifik (APAC), 61 persen responden percaya bahwa pemerintah mereka tidak memiliki kompetensi untuk mengatur teknologi yang sedang berkembang, menurut Edelman Trust Barometer 2024. Angka ini lebih tinggi dari rata-rata global sebesar 59 persen.
Mereka yang disurvei di negara-negara seperti Thailand, Malaysia, China, dan India, paling skeptis terhadap kemampuan pemerintah mereka untuk mengelola tantangan regulasi.
Survei ini juga mencerminkan bahwa penerimaan yang buruk terhadap teknologi di Asia Pasifik berkorelasi dengan perasaan dikucilkan oleh teknologi dan masyarakat, yang juga lebih tinggi dari rata-rata global.
Statistik tersebut dikutip oleh salah satu pembicara pada pertemuan meja bundar tingkat tinggi pada sesi pleno pembukaan sidang Komisi ke-80 oleh Komisi Ekonomi dan Sosial untuk Asia dan Pasifik Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN-ESCAP), dengan tema "Memanfaatkan inovasi digital untuk pembangunan berkelanjutan di Asia dan Pasifik", pada 22 April 2024.
Pembangunan sosial inklusif bisa tingkatkan skalabilitas
Profesor Ekonomi Danny Quah, yang juga merupakan Dekan di Lee Kuan Yew School of Public Policy, National University of Singapore, menyatakan bahwa penerimaan sosial merupakan kunci untuk meningkatkan inovasi digital di kawasan ini.
"Meskipun inovasi digital memberikan peluang yang luar biasa [bagi pemerintah] untuk merumuskan strategi pertumbuhan, keberhasilan dan inovasi yang berkelanjutan sangat bergantung pada penerimaan sosial.
"Tantangan besar yang kita hadapi adalah banyak kepemimpinan politik yang belum mampu menumbuhkan kepercayaan tersebut pada masyarakat.
"Jika para pemimpin politik kita percaya bahwa kita dapat memanfaatkan inovasi digital untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mereka perlu melakukan pekerjaan yang lebih baik dalam hal penerimaan sosial," ujarnya dalam diskusi yang bertajuk "Prospek sosio-ekonomi, tantangan dan solusi yang muncul."
Panelis-panelis lainnya berasal dari International Islamic Trade Finance Corporation yang berbasis di Arab Saudi dan Puey Ungphakorn Institute for Economic Research di Thailand.
Untuk menumbuhkan penerimaan sosial, inovasi digital perlu diselaraskan dengan kebutuhan masyarakat. Dengan kata lain, perlu ada pembangunan sosial yang inklusif.
Pemerintah dapat memimpin dalam hal inovasi. Namun, jika masyarakat tidak menggunakannya karena mereka tidak mempercayai inovasi tersebut, maka tidak akan ada hasilnya, tambahnya.
Peran pemerintah dalam menetapkan fondasi untuk kesuksesan digital
Nazeem Noordali, Chief Operating Officer, Trade Solutions Complex, International Islamic Trade Finance Corporation, menguraikan lima prioritasnya bagi para pembuat kebijakan untuk memfasilitasi peningkatan inovasi digital di Asia Pasifik:
- Berinvestasi dalam infrastruktur digital yang kuat, seperti pembayaran digital
- Menerapkan kerangka kerja regulasi yang jelas dan transparan serta menegakkan peraturan
- Mempromosikan literasi digital dan pengembangan keterampilan
- Memastikan interoperabilitas platform digital
- Mempromosikan kemitraan publik-swasta dalam berbagi pengetahuan dan praktik terbaik, memfasilitasi transfer teknologi, dan mengatasi tantangan yang muncul
Beliau menekankan pentingnya solusi perdagangan digital untuk Asia Pasifik, dengan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang mencapai 95 persen dari bisnis di kawasan ini.
"Inovasi digital akan menurunkan hambatan masuk bagi UMKM, terutama dalam bidang logistik dan pembayaran, sehingga memungkinkan mereka untuk berpartisipasi lebih aktif di pasar global dengan mengakses basis konsumen dan rantai pasokan yang lebih besar," jelasnya.
Beberapa area prioritas yang disoroti di atas juga diilustrasikan oleh Sommarat Chantarat, Direktur Eksekutif, Puey Ungphakorn Institute for Economic Research, yang berbagi tentang memanfaatkan inovasi digital untuk memberdayakan petani kecil.
Menurut Chantarat, kerangka kerja peraturan yang jelas dan transparan seputar hak atas tanah dan penggunaan air dapat membantu meningkatkan daya saing dan mendorong penggunaan sumber daya yang efisien di antara para petani.
Skema insentif dan pelatihan dapat dilakukan untuk mendorong petani kecil untuk mengadopsi teknologi pertanian yang tahan terhadap perubahan iklim.
Artikel ini diterjemahkan dari Bahasa Inggris pada laman berikut ini.