PLN: Pemilu tak hambat ambisi Indonesia capai target emisi nol karbon 2060
Oleh Diana Mariska
Menjelang pemilu di Indonesia, Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengatakan bahwa mereka tetap independen dalam mengejar target nol karbon di tahun 2060, dan berbagi dengan GovInsider tentang hal-hal lain yang diperlukan untuk tetap berada di jalur yang tepat dalam mengejar target tersebut.
Menjelang Pemilu 2024, Sinthya Roesly, Direktur Keuangan PLN, mengatakan bahwa PLN terus berupaya untuk mengejar target nol karbon di tahun 2060. Gambar: Kementerian ESDM
Meskipun merupakan negara berkembang yang sedang mendorong industrialisasi, Indonesia sangat serius dalam mengurangi emisi karbonnya.
Berbagai kementerian dan lembaga negara telah mengeluarkan peraturan yang ditargetkan untuk transisi menuju nol karbon di berbagai sektor dan bisnis.
Inisiatif penting termasuk meningkatkan penggunaan sistem tenaga surya atap (rooftop solar panel) di Indonesia, serta rancangan undang-undang energi terbarukan yang saat ini sedang dibahas untuk memberikan insentif bagi transisi ke energi hijau.
Namun, menjelang pemilihan umum 2024, muncul kekhawatiran tentang apakah kampanye yang dilakukan oleh partai-partai politik dan tokoh-tokoh dapat menghambat komitmen terhadap ambisi Indonesia tersebut.
Berbicara mengenai kemungkinan tersebut, Sinthya Roesly, Direktur Keuangan PLN, mengatakan bahwa lembaga ini selalu berupaya untuk menjaga independensi dengan menggunakan pendekatan "teknokratis" yang apolitis dalam bekerja.
"Apakah intervensi politik akan mempengaruhi transisi? Saya bisa merespons bahwa saat ini kita melakukan suatu proses teknokratik yang, terlepas dari ada atau tidaknya peristiwa politik, harus dilakukan," katanya kepada GovInsider.
Mempercepat transisi menuju net-zero
Salah satu inisiatif yang dapat membantu Indonesia mempercepat transisi ini adalah Kemitraan Transisi Energi Berkeadilan (Just Energy Transition Partnership/JETP), yang merupakan implementasi dari roadmap transisi energi Indonesia yang dirancang pemerintah.
Inisiatif ini, yang berfokus pada penghentian pembangkit listrik tenaga batu bara secara bertahap, akan membuat Indonesia menerima dana sebesar US$20 miliar dari negara-negara anggota International Partners Group (IPG) dan Kelompok Kerja Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ), yang terdiri dari HSBC dan Citibank.
Roesly menambahkan bahwa JETP dapat menunjukkan komitmen untuk mewujudkan mimpi Indonesia menuju nol karbon. Melibatkan mitra global dalam proyek ini, katanya, dapat menghasilkan investasi tambahan dari lebih banyak pemangku kepentingan internasional.
"Seluruh proses JETP dipantau dan difasilitasi oleh lembaga-lembaga internasional yang independen dan kredibel, sehingga kami mengharapkan hasil yang kredibel pula," ujarnya.
"Yang kita inginkan bukan hanya perencanaan yang menurut kita benar, tapi juga komunitas internasional melihat ini sebagai perencanaan yang kredibel. Oleh karena itu, masyarakat internasional, bank, investor global, dan lembaga keuangan global dapat melihatnya sebagai rencana yang serius, dan mereka dapat ikut serta mendukung Indonesia," ia melanjutkan.
Selain berkolaborasi dengan lembaga-lembaga internasional, PLN juga bekerja sama dengan mitra bisnis lokal untuk mempercepat transisi energi. Yang terbaru adalah kesepakatan dengan 10 perusahaan untuk memasang sistem fotovoltaik (PV) panel surya dengan total kapasitas 187 Megawatt (MW).
Kekhawatiran menjelang pemilu
Pemilu yang akan diselenggarakan tahun depan menjadi tantangan bagi keberlangsungan proyek-proyek ramah lingkungan di Indonesia. Lebih dari 204 juta penduduk Indonesia akan memilih pemerintahan selanjutnya, dan dunia akan mengamati dengan seksama karena hasil pemilu ini akan menentukan arah yang akan diambil Indonesia ke depan, termasuk ambisi Indonesia untuk mencapai nol emisi.
Setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara resmi mengumumkan para calon presiden, terlihat bahwa para kandidat ini membawa perspektif yang berbeda mengenai perubahan iklim.
Ganjar Pranowo, calon presiden yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), misalnya, telah menyuarakan niatnya untuk mengurangi konsumsi batu bara. Ia mengatakan bahwa meskipun banyak orang menjadi kaya dari komoditas ini, penggunaannya harus segera dialihkan untuk mengurangi emisi karbon.
Sementara itu, Anies Baswedan yang didukung oleh Partai Nasional Demokrat menekankan perlunya pendekatan yang adil dan tidak memihak dalam memerangi perubahan iklim karena dampaknya lebih parah pada kelompok-kelompok tertentu, termasuk masyarakat pesisir.
Meskipun sebagian besar partai setuju bahwa tindakan dan komitmen diperlukan untuk memerangi krisis iklim, afiliasi langsung atau tidak langsung masing-masing partai dengan sektor pertambangan batu bara yang sangat menguntungkan, dapat mempengaruhi pengambilan keputusan terkait isu iklim.
Roesly menekankan bahwa PLN akan tetap independen dari pengaruh eksternal karena perusahaan milik negara ikut ambil bagian dalam proyek penghentian penggunaan batu bara yang dipantau oleh badan-badan internasional.
"Kami optimis bahwa intervensi politik tidak akan terjadi, dan bahwa kami akan terus menjadi operator (pasar listrik independen). Mudah-mudahan, kami dapat mempertahankan kepercayaan tersebut karena Bank Pembangunan Asia, Bank Dunia, dan mitra global lainnya juga akan mengawasi proses ini.”
Investasi sangat dibutuhkan
Pada bulan Agustus, Febrio Kacaribu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia, mengungkapkan bahwa Indonesia membutuhkan dana sebesar US$281 miliar untuk mendanai proyek-proyek pengurangan karbon hingga tahun 2030.
Ia mengajak para pelaku sektor publik dan swasta di Indonesia untuk membantu membiayai proyek-proyek tersebut.
Beberapa lembaga, termasuk Kementerian Keuangan, telah merumuskan beberapa skema untuk merayu para investor, dalam bentuk pembebasan pajak, tunjangan pajak, fasilitas PPN, dan masih banyak lagi.
Perdagangan karbon adalah alternatif lain bagi bisnis untuk mengurangi emisi karbon, seperti yang diamanatkan dalam peraturan presiden tahun 2021.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang mengawasi program ini, mengatakan bahwa peraturan tersebut, yang dikenal sebagai PP No 98, memetakan berbagai mekanisme yang diharapkan dapat mendatangkan lebih banyak investasi hijau dan membantu Indonesia mengurangi emisi karbon secara signifikan.
Peraturan ini mengatur perdagangan antar bisnis melalui skema cap and trade, penanggulangan emisi melalui penyeimbangan karbon, pungutan karbon, serta kombinasi dari berbagai skema yang ada.
Di bawah peraturan OJK No 14/2023, Indonesia secara resmi meluncurkan bursa karbonnya sendiri (IDXCarbon) pada bulan September, yang oleh Direktur Utama Bursa Efek Indonesia, Iman Rachman, disebut sebagai tonggak penting dalam komitmen dekarbonisasi Indonesia.
Pada tanggal 27 Oktober, transaksi di pasar karbon bernilai Rp29,45 miliar (US$1,85 juta) yang berasal dari 16 pemain yang terdiri dari 15 pembeli dan satu penjual.
Artikel ini telah diterbitkan dalam Bahasa Inggris pada laman ini