Semarang gunakan perangkat X-ray keliling untuk skrining TBC

Oleh Dhana Kencana

Pemerintah Kota Semarang menggunakan alat X-ray portabel yang didukung oleh teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk meningkatkan deteksi dan penanganan kasus tuberkolosis.

Dengan penularan TBC menjadi ancaman serius, Pemerintah Kota Semarang menjalankan strategi penemuan kasus aktif untuk meningkatkan deteksi dan skrining. Foto: Canva

Tuberkulosis (TBC) masih menjadi ancaman serius di Indonesia dengan dengan jumlah kasus mencapai 1.090.000, dengan angka kematian mencapai 125.000 per tahun, atau yang terbanyak kedua setelah India, menurut Global TB Report 2024 dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).  


Untuk menanggulangi penyakit ini, Pemerintah Kota Semarang, Jawa Tengah, menjalankan strategi penemuan kasus aktif (active case finding/ACF) yang bertujuan untuk meningkatkan deteksi dan melakukan skrining dini. 


Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2ML) Dinas Kesehatan Kota Semarang, Anggun Dessita Wandastuti, mengatakan bahwa strategi “jemput bola” ini diharapkan dapat menekan angka penularan dan memberikan pengobatan bagi mereka yang belum mendapatkan pengobatan. 


"Kami berharap bisa menemukan pasien TBC yang tersembunyi. Ketika mereka diobati segera, risiko penularan ke orang lain menjadi kecil," katanya.  


Berbeda dengan penemuan kasus pasif–di mana pasien datang sendiri ke fasilitas kesehatan karena gejala, ACF melibatkan kegiatan skrining sistematis di tingkat komunitas atau kelompok berisiko tinggi, seperti kontak serumah pasien TBC. 


Berlangganan bulletin GovInsider di sini

Mengandalkan X-ray portabel yang didukung AI 


Menurut Anggun, program ACF dijalankan dengan menggunakan alat X-Ray portabel yang sudah terintegrasi dengan teknologi kecerdasan buatan (AI). Alat ini merupakan hibah dari Pemerintah Uni Emirat Arab (UEA).  


Anggun Wandastuti membagikan pengalamannya menanggulangi TBC di Semarang. Foto: GovInsider

Berbeda dengan X-ray statis di rumah sakit, alat portabel tersebut, menurut Anggun jauh lebih ringkas, memiliki radiasi minimal, dan dapat digunakan di mana saja, bahkan di ruangan biasa dengan jarak aman minimal dua meter. 


Hasil pemeriksaan juga langsung keluar dalam format digital (portable document file/PDF) yang tidak perlu dicetak dan dapat terhubung dengan sistem pemantauan nasional, Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB). 


"Dulu (tahun 2024), kami harus menyewa mobil khusus berpelindung radiasi dan proses pembacaan hasil X-ray sepenuhnya bergantung pada interpretasi dokter radiologi. Dengan AI, hasil itu dapat langsung diketahui secara lebih cepat." 


Meski demikian, dokter radiologi akan dihubungi apabila tenaga kesehatan membutuhkan konsultasi lebih lanjut.


Sejak Maret 2025, Anggun bersama tim telah menggelar 30 kegiatan ACF di 16 kecamatan se-Kota Semarang, dengan rata-rata 10 kali kegiatan setiap bulannya. Hingga Mei 2025, dari 2.700 orang yang telah mereka periksa, sekitar 1 persen atau 27 orang terbukti positif TBC. 


Para pasien positif TBC itu langsung mendapatkan pemantauan pengobatan selama enam bulan penuh oleh puskesmas setempat. Pemantauan ketat tersebut krusial untuk memastikan pasien patuh minum obat. 


"Jika pasien tidak patuh minum obat—dengan alasan mereka merasa sudah sehat—tim akan tetap memantau dan memastikan mereka menyelesaikan pengobatan. Hal ini krusial untuk menghindari resistensi obat, yang membuat pengobatan TBC menjadi lebih sulit," tegas Anggun. 

Mencegah TBC sejak dini 


Selain menemukan kasus aktif, program ACF juga berfokus pada upaya pencegahan. Bagi individu yang hasil X-ray-nya bukan TBC atau tidak bergejala, tetapi memiliki riwayat kontak erat dengan pasien TBC, mereka akan direkomendasikan untuk terapi pencegahan TBC.

  

Dinas Kesehatan Kota Semarang menyelenggarakan skrining TBC lewat perangkat X-ray portabel. Foto: GovInsider

Anggun menyatakan, hal itu penting karena infeksi TBC bisa bersifat dorman (tidak aktif) dan dapat aktif sewaktu-waktu jika kondisi tubuh menurun. Dengan terapi tersebut, diharapkan bakteri di dalam tubuh bisa mati tanpa harus menunggu infeksi menjadi aktif.


Adapun, pemeriksaan awal melalui tes Mantoux juga dilakukan untuk mendeteksi infeksi. Pasalnya, kelompok sasaran skrining ACF beragam, mencakup kontak erat pasien TBC, pasien diabetes melitus, pasien HIV, perokok aktif, hingga penderita masalah gizi. 


Apabila hasil rontgen menunjukkan kelainan lain seperti pembengkakan organ, pasien akan segera dirujuk untuk tindak lanjut penanganan di rumah sakit. 


"Perokok aktif misalnya, memiliki risiko lebih tinggi tertular TBC," tambah Anggun.  

Tantangan pendanaan dan harapan ke depan 


Salah satu tantangan utama program ACF adalah keterbatasan cakupan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Anggun menjelaskan, JKN hanya memfasilitasi pemeriksaan bagi pasien yang sudah menunjukkan gejala sakit atau terkonfirmasi TBC. 


Anggun mengusulkan agar terapi pencegahan juga dapat difasilitasi oleh JKN, di mana kontak erat pasien TBC yang tidak bergejala juga bisa diperiksa. 


Untungnya, terapi pencegahan TBC kali ini ditanggung pemerintah pusat melalui APBN tahun anggaran 2025 karena Kota Semarang menjadi salah satu dari 25 daerah di 8 provinsi di Indonesia yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan untuk menjalankan program ACF. 


"Jika ditemukan kontak serumah yang memerlukan pemeriksaan X-ray, namun tidak dapat dirujuk melalui JKN, kami berharap alat ini bisa dimanfaatkan langsung oleh masyarakat," harapnya.


Ke depan, Anggun berharap setiap pemerintah lokal dapat memiliki alat X-ray portabel sendiri. Ia menyebutkan, alat X-ray portabel tersebut tidak murah, karena harga per unitnya diperkirakan bisa mencapai Rp3–4 miliar.


Seorang warga Kota Semarang, Nasiyatin, berterima kasih kepada Pemkot Semarang yang telah menginisiasi program ACF. Ia merasa lega dengan hasil cepat X-ray yang mengetahui jika dirinya tidak terinfeksi TBC. 


“Saya penasaran apa ada masalah di paru-paru saya, karena batuk-batuk dan dada gatal terus terus tiga hari terakhir. Dengan X-ray hasilnya sudah bisa diketahui bahwa tidak TBC. 


“Program ini gratis dan bisa mendaftar dengan KTP,” kata Nasiyatun.