Transformasi desa cerdas Krandegan: Dari chatbot AI sampai IoT
By Dhana Kencana
Dengan memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (AI) dan Internet of Things (IoT), Desa Krandegan bertransformasi menjadi desa cerdas yang berorientasi pada kebutuhan warga.

Dwinanto, Kepala Desa Krandegan, Purworejo, Jawa Tengah, memimpin eksperimen teknologi untuk meningkatkan layanan perangkat desa kepada warga. Foto: GovInsider
Desa Krandegan, sebuah desa seluas 800 hektare di Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah, telah membuktikan bahwa inovasi bukan hanya monopoli kota-kota besar, dan adopsi teknologi bukan sekadar untuk mengikuti tren.
Dengan kepemimpinan yang berorientasi pada warga, digitalisasi dapat membantu perangkat desa untuk meningkatkan layanannya.
“Digitalisasi bukan soal gaya-gayaan. Ini adalah sebuah keniscayaan yang harus kita jalani dan hadapi,” kata Dwinanto, Kepala Desa Krandegan, Purworejo.
Pada Februari 2025, desa meluncurkan chatbot desa berbasis kecerdasan buatan (AI) yang aktif 24 jam, menjawab pertanyaan warga tentang layanan kependudukan, status surat, hingga informasi profil desa secara real-time. Chatbot ini bisa diakses lewat WhatsApp, laman resmi krandegan.id, dan aplikasi Android Sipolgan.
Menurut Dwinanto, semua dikembangkan untuk menjawab tantangan sehari-hari berupa keterbatasan sumber daya manusia desa dan kebutuhan warga yang tak kunjung henti.
“Awalnya, banyak warga kirim pesan dan bertanya soal KTP hilang, mau mengurus Kartu Keluarga, minta dibuatkan dokumen. Tapi jumlah perangkat desa terbatas dan tidak mungkin tersedia 24 jam. Kenapa tidak pakai teknologi saja?” katanya.
Dalam empat bulan terakhir, dashboard internal desa menunjukkan ratusan pengguna telah mengakses layanan chatbot tersebut setiap hari, baik dari dalam maupun luar desa.
“Ini sangat membantu kami sebagai warga. Saya kerja di luar desa, tapi tetap bisa mengurus dokumen. Tidak perlu bolak balik pulang ke desa, sehingga hemat waktu dan biaya,” ujar Rina, salah satu warga Desa Krandegan.
Dwinanto berbagi kepada GovInsider tentang bagaimana ia memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan kehidupan warga di desa berpenduduk lebih dari 3.000 jiwa.
Dana desa sebagai alat perubahan
Seperti desa-desa lainnya, Krandegan menerima dana desa sebesar Rp1,6 miliar. Dana desa merupakan anggaran tahunan yang diberikan pemerintah pusat kepada 84.000 lebih desa di seluruh Indonesia dengan tujuan untuk menggerakkan ekonomi desa.
Namun bagi Dwinanto, dana desa bukan sekadar anggaran rutin, melainkan harus jadi alat perubahan.
"Kalau dana desa cuma untuk membangun jalan, lima tahun lagi perlu perbaikan lagi dan berulang. Tapi kalau kita membangun sistem digital, dampaknya pada investasi jangka panjang. Warga desa menjadi lebih melek teknologi dan bertambah literasinya," kata dia.
Dari jumlah dana itu, sebagian besar digunakan untuk mengembangkan ekonomi desa dan sekitar Rp100 juta dialokasikan secara khusus untuk program digitalisasi layanan publik.
Ia menyoroti bahwa dana yang dibutuhkan untuk mendorong transformasi digital tidak semahal yang dibayangkan apabila desa mampu mengelola keuangannya dengan baik, memaksimalkan potensi sumber daya manusianya, dan bekerja sama dengan entitas swasta dan universitas.
Dwinanto mengambil contoh chatbot yang terhubung dengan seluruh ekosistem digital desa hanya menelan biaya tidak sampai Rp5 juta dengan dukungan anak-anak muda desa yang kuliah di bidang teknologi.
Berlangganan bulletin GovInsider di sini
Memimpin eksperimen teknologi
Sejak tahun 2020, Dwinanto memimpin eksperimen teknologi di desanya. Ia memanfaatkan Internet of Things (IoT) untuk mengembangkan sistem pengairan berbasis tenaga surya yang bisa dikontrol dari ponsel, menggantikan mesin diesel yang menghabiskan biaya hingga Rp800 ribu per hari.
Sistem ini merupakan bantuan dari pemerintah provinsi dan Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta (UNS).
“Dengan pompa air tenaga surya, biaya yang kami keluarkan hampir nol rupiah. Lingkungan lebih bersih, petani senang,” ujarnya.
Krandegan juga memasang alat pengusir hama burung berbasis sensor ultrasonik yang aman bagi manusia dan efektif menjaga panen petani.
Di sektor pembangunan infrastruktur fisik, Desa Krandegan kini dikelilingi jaringan fiber optik, hasil kerja sama dengan penyedia layanan swasta dan didanai sebagian dari dana desa.
Dengan didukung backbone internetnya sendiri, Krandegan dapat mengoperasikan CCTV dan sistem peringatan dini yang dapat diakses warga dari rumah, melengkapinya dengan tombol darurat apabila terjadi bencana atau pencurian.
“Seluruh sistem terintegrasi ke dashboard utama desa yang bisa diakses publik melalui krandegan.id," jelas Dwinanto.
Ia juga membentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Krandegan yang bernama Karya Muda yang fokus pada jasa pembuatan aplikasi layanan desa untuk dijual ke beberapa desa di wilayah Jawa Tengah dan Indonesia.
"Sekarang BUMDes kami sudah bisa beli mobil operasional sendiri dari hasil jual aplikasi, bukan dari dana desa ... Ini merupakan bentuk kemandirian yang kami bangun," ujar Dwinanto.
Mengubah mindset warga
Meski infrastruktur dan teknologi telah tersedia, Dwinanto mengakui tantangan terbesar adalah mengubah pola (mindset) pikir warga desa.
“Masih ada yang lebih nyaman mengurus surat secara manual, padahal lewat ponsel pintar bisa selesai dalam 15 menit,” ujarnya.
Untuk itu, ia dan perangkat desa rutin mengedukasi, mengadakan pelatihan dan sosialisasi, serta melibatkan warga untuk mengenalkan, bagaimana cara menggunakan, dan memanfaatkan chatbot AI, juga layanan lainnya.
Hasilnya, dari 900 Kepala Keluarga di Desa Krandegan, 800 di antaranya telah mengunduh dan menggunakan aplikasi Sipolgan.
“Sekarang semua rumah hampir sudah punya atau memiliki ponsel pintar Android. Tinggal bagaimana kita membangun budaya digital dan meliterasi mereka supaya aman dan nyaman menggunakannya,” ujarnya.
Desa Krandegan berhasil masuk 10 besar Lomba Desa Digital Nasional 2025 yang diadakan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT), bersaing dengan ribuan desa lainnya dari seluruh Indonesia.
Kementerian Desa dan PDTT juga menjadikan desa ini sebagai percontohan desa mandiri energi tingkat nasional.
