Mencetak pemimpin digital, mengatasi skill gap - GovInsider Live Indonesia 2024
Oleh Mochamad Azhar
Para pemimpin sektor publik dari Malaysia dan Indonesia berbagi wawasan tentang bagaimana melahirkan orang-orang yang tepat untuk memimpin transformasi dan melaksakan inisiatif-inisiatif transformasi digital pada konferensi GovInsider Live Indonesia 2024.
Para pemimpin sektor publik berbagi strategi yang dapat diterapkan untuk mencetak pemimpin digital sekaligus mengatasi skill gap pada konferensi GovInsider Live Indonesia 2024 beberapa waktu lalu di Jakarta. Foto: GovInsider
Ketika berbicara tentang transformasi digital di sebuah organisasi, pelatihan karyawan adalah hal yang amat penting. Namun, membina pemimpin digital adalah hal yang terpenting saat ini, menurut Senior Director MyDigital Corporation Malaysia, Ellina Roslan.
“Anda mungkin memiliki orang-orang yang sangat bersemangat di tingkat bawah, tapi ketika proposal atau inisiatif itu tidak ditanggapi oleh para pemimpin-pemimpin anda, atau bahkan pemimpin anda tidak memahami bagaimana cara kerja transformasi digital, maka ide itu tidak akan tereksekusi,” tambahnya.
Ellina berbicara dalam sesi panel bertajuk Digital Leadership vs Employee Skill, pada konferensi GovInsider Live Indonesia 2024 yang diselenggarakan pada 14 November lalu di Jakarta. Ia merupakan salah satu pemimpin sektor publik yang berbagi wawasan tentang strategi membina pemimpin digital yang cakap dalam menggunakan teknologi untuk menggerakkan perubahan.
Pembicara lain dalam panel ini adalah Ketua Pusat Pengembangan Profesi dan Sertifikasi pada Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Komunikasi dan Digital, Badar Agung Nugroho, Direktur Kemitraan, Komunikasi, dan Pengembangan Ekosistem PMO Prakerja, Dwina M Putri, dan Head of Delivery Pusat Industri Digital Indonesia (PIDI) 4.0 Kementerian Perindustrian, Ahmad Cahyo Nugroho.
Panel dimoderatori oleh Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional, Fanky Christian.
Berlangganan Bulletin GovInsider untuk mendapatkan informasi terbaru inovasi sektor publik.
Menyiapkan pemimpin digital
Menurut Ellina, tantangan utama dalam membina pemimpin digital adalah skill gap, di mana kebanyakan dari mereka sudah cukup senior dan kapabilitasnya terbatas untuk mempelajari sesuatu yang baru. Maka menjadi hal yang amat penting untuk mengidentifikasi siapa pemimpin yang ingin dibina dan menyiapkan pelatihan yang sesuai.
“Kita tidak hendak menyuruh mereka menjadi seorang programmer atau pengembang teknologi, namun memberikan pemahaman kepada mereka tentang kompleksitas dan proses bisnis yang ada di dalam proses transformasi digital.”
Ia mencontohkan MyDigital Corporation berkolaborasi dengan Asia School of Business membuat program Executive Digital Leadership yang bertujuan untuk membekali para eksekutif di manajemen tingkat menengah hingga senior di semua sektor dan industri di Malaysia dengan pengetahuan dan keterampilan untuk mempercepat transformasi digital di organisasi masing-masing.
Program ini berlangsung selama tiga bulan dan di akhir program setiap partisipan harus membuat sebuah roadmap dengan menyertakan rencana-rencana aksi mengenai apa yang ingin mereka lakukan di masing-masing organisasinya.
Secara lebih luas, Pemerintah Malaysia juga membuat transisi pekerjaan di setiap kementerian. Saat ini setiap kementerian harus memiliki Chief Digital Officer yang bertanggung jawab melakukan manajemen perubahan.
Berlangganan Bulletin GovInsider untuk mendapatkan informasi terbaru inovasi sektor publik.
Fokus pada pemimpin daerah
Badar Agung Nugroho dari Kementerian Komdigi menyoroti bahwa di Indonesia skill gap tidak hanya terjadi pada level horizontal, tetapi juga terjadi secara vertikal atau antara pusat dan daerah. Tidak semua pemimpin di setiap level pemerintahan memahami transformasi digital.
“Kami ingin fokus pada di daerah agar para pemimpin daerah memiliki mindset digital untuk membangun wilayahnya. Sehingga ketika mereka menyusun kebijakan, keputusannya diambil menggunakan data, memanfaatkan teknologi, dan tidak silo lagi.”
Lewat program Digital Leadership Academy, Kementerian Komdigi mengumpulkan para pimpinan-pimpinan daerah dan kepala-kepala dinas di daerah untuk mengikuti pelatihan yang mengadopsi kurikulum universitas-universitas top global seperti MIT, Oxford University dan Tsinghua University. Mereka diajari cara menyusun dan mengimplementasikan kebijakan publik berbasis teknologi dan membuat rencana aksi.
Di akhir program, semua peserta diwajibkan membuat di working paper atau policy brief yang memuat hasil analisa atas kondisi existing di daerahnya masing-masing, mengetahui teknologi yang tepat untuk organisasi dan menyusun analisa cost dan benefit-nya.
“Sebelumnya, pimpinan mungkin tidak perlu mengurusi hal-hal seperti ini mengingat ada tim yang mengerjakannya untuk mereka. Tapi proses transformasi mengharuskan kita mengubah cara pandang dan cara kerja yang mungkin dirasakan tidak nyaman bagi sebagian orang,” Badar menambahkan.
Mengatasi kesenjangan antarwilayah
Dwina dari PMO Kartu Prakerja menambahkan, tantangan utama mencetak pemimpin digital di Indonesia ialah kesenjangan keahlian yang tinggi antar wilayah. Di wilayah Indonesia bagian timur, jenis pelatihan yang dibutuhkan masih berkisar pada Microsoft Office, sedangkan di kota-kota besar pembelajarannya bisa lebih maju.
Kerja sama antara pemerintah, sektor swasta dan dunia usaha adalah kunci untuk mendorong dampak yang lebih besar bagi peningkatan daya saing tenaga kerja di era digital.
“Dengan kerja sama, pemerintah bisa fokus pada hal-hal besar yang berdampak luas, sementara sektor swasta fokus pada implementasi yang lebih detail,” kata Dwina.
Program Kartu Prakerja telah memberikan pelatihan terhadap 18,9 juta angkatan kerja secara end-to-end digital lewat kolaborasi dengan kementerian, asosiasi industri, universitas dan mitra-mitra pelatihan.
Ahmad Cahyo Nugroho dari Kementerian Perindustrian berpendapat, pelatihan secara simultan di setiap lapisan organisasi mulai dari pemimpin di tingkat C-level, manajer, hingga frontliners, adalah hal yang amat dibutuhkan dilakukan organisasi untuk mendorong transformasi digital, khususnya di era Industri 4.0 seperti sekarang ini.
Seorang pemimpin mempelajari cara membuat strategi dan menyusun peta jalan transformasi, manajer dibekali pengetahuan untuk memahami adopsi teknologi dan proses engineering, dan frontliners dilatihi keterampilan untuk mengoperasikan alat-alat teknologi.
“Ini akan menghindarkan organisasi dari ‘pilot trap’ atau kondisi di mana proses pilotingnya [dari pimpinan] sudah bagus, tapi eksekusi di bawah bermasalah atau kesulitan melakukan scale up sehingga tidak berdampak pada kinerja organisasi,” katanya.
Kementerian Perindustrian melalui unit PIDI 4.0 merancang standar kompetensi profesi di ekosistem industri dan menyelenggarakan pelatihan dan lokakarya untuk memastikan setiap karyawan dibekali dengan keterampilan yang dibutuhkan.