Ambisi Malaysia pimpin inovasi AI global yang bertanggung jawab

By Si Ying Thian

Untuk mencapai tujuan ini, Kantor AI Nasional Malaysia mengadopsi strategi ganda: mendorong implementasi AI dan merancang regulasi guna mendorong inovasi serta penggunaan AI yang etis, kata CEO lembaga tersebut, Sam Majid.

NAIO mengadopsi strategi ganda dengan mendorong implementasi AI di industri sekaligus memperkuat lanskap regulasi. Foto: GovInsider

Bagaimana pemerintah dapat mengembangkan industri kecerdasan buatan (AI) secara efektif sambil memitigasi risikonya?


Pertanyaan sentral ini menjadi landasan pendekatan strategis yang diambil oleh berbagai negara di dunia dalam mengelola pengembangan dan tata kelola AI.  


Bagi Sam Majid, CEO Kantor AI Nasional (NAIO) yang baru dibentuk di Malaysia, jawabannya adalah menyeimbangkan dua pendekatan, yakni mendorong implementasi AI di industri sekaligus memperkuat regulasi yang mengaturnya.  


Pemerintah mendirikan NAIO pada Desember lalu dengan tujuan mempercepat adopsi AI di berbagai sektor untuk mendorong inovasi, meningkatkan produktivitas, dan memperkuat daya saing Malaysia di tingkat global. 


Sam Majid, CEO Kantor AI Nasional (NAIO) Malaysia, berbicara dalam sesi panel di acara Festival of Innovation 2025. Foto: GovInsider 

Berbicara kepada GovInsider di sela-sela acara Festival of Innovation (FOI), Majid menyampaikan keyakinannya dalam menciptakan "lingkungan regulasi yang terstruktur namun fleksibel" yang dicapai melalui "dialog berkelanjutan dengan para pemangku kepentingan, termasuk pemimpin industri, akademisi, pembuat kebijakan, dan masyarakat sipil." 


Ia menekankan pentingnya kerangka regulasi yang jelas untuk meningkatkan kepercayaan investor, memastikan solusi AI yang etis dan stabil, serta membangun penerimaan publik melalui penggunaan AI yang transparan dan adil.  


Strategi NAIO mencakup membantu startup dan pelaku bisnis untuk menjelajahi berbagai skema pendanaan dan insentif guna memanfaatkan AI, serta menetapkan pedoman regulasi dan standar etika yang jelas terkait teknologi ini. 


Berlangganan bulletin GovInsider di sini

Peningkatan kapasitas dan kemitraan publik-swasta  


Untuk mendukung lembaga pemerintah dalam mengimplementasikan solusi AI, NAIO memfasilitasi program pelatihan dan workshop. 


Salah satu programnya adalah AI at Work 2.0, sebuah inisiatif bersama antara Kementerian Digital dan Google Cloud yang bertujuan membekali aparatur sipil negara dengan alat generatif AI (GenAI) dari Google Workspace.  


Menurut Digital News Asia, inisiatif ini telah melatih 270 pegawai dari berbagai instansi pemerintah, dengan lebih dari 90 persen peserta menyatakan bahwa alat GenAI tersebut meningkatkan kualitas dan efisiensi kerja mereka. 

  

Majid menambahkan bahwa NAIO juga membentuk sandbox bagi lembaga publik untuk menguji solusi AI dalam lingkungan yang terkendali. 


Lembaga ini juga memimpin pembentukan kelompok kerja khusus, termasuk Kelompok Kerja Regulasi dan Kebijakan AI serta Kelompok Kerja Tata Kelola dan Etika AI. 


"Kelompok ini fokus mengembangkan kebijakan, regulasi, dan model tata kelola untuk menghadapi tantangan AI yang terus berkembang dan memastikan keselarasan etika," jelasnya. 

AI untuk sektor publik 


Menurut Majid, sektor publik Malaysia akan fokus memanfaatkan AI untuk menyederhanakan operasional pemerintahan, meningkatkan keterlibatan warga, dan menjawab tantangan sosial di bidang kesehatan, pendidikan, dan perencanaan kota.

  

Tujuh tujuan utama NAIO. Foto: Tangkapan layar dari situs resmi NAIO

Di saat yang sama, NAIO bekerja erat dengan lembaga-lembaga pemerintah lainnya untuk memastikan kepatuhan terhadap berbagai pedoman, termasuk Pedoman Adaptasi AI untuk Pegawai Negeri dan Kerangka Regulasi Adopsi AI untuk Industri. 


Kerangka regulasi terakhir ini masih dalam tahap pengembangan, dan termasuk dalam tujuh tujuan utama NAIO yang tercantum di situs resminya


Tujuan lainnya adalah mencakup pengembangan studi kasus, kumpulan data untuk kelompok sasaran, indikator kinerja utama (KPI), serta penilaian dampak guna mengukur keberhasilan transformasi AI di Malaysia. 


Kepastian yang diberikan oleh regulasi juga ditekankan oleh Direktur Jenderal Jabatan Digital Negara (JDN), YBhg. Datuk Ts. Dr. Fazidah binti Abu Bakar, dalam wawancara sebelumnya dengan GovInsider


Ia menyebutkan bahwa pedoman tersebut diperlukan untuk menghadapi risiko dari penerapan AI, terutama yang melibatkan GenAI dan model bahasa besar (LLM).  

Menghadapi ketidakpastian 


Majid menekankan pentingnya kolaborasi dengan mitra regional dan global untuk memastikan bahwa Malaysia tidak hanya memenuhi kebutuhan lokal, tetapi juga sejalan dengan standar internasional. 


NAIO juga melakukan perencanaan skenario dan foresight exercises untuk mengantisipasi tantangan masa depan, serta menyelenggarakan inisiatif keterlibatan publik untuk membangun kepercayaan dan kesadaran masyarakat. 


Kerangka regulasi yang dinamis, manajemen risiko yang proaktif, dan penerapan AI secara etis adalah tiga pilar utama strategi NAIO, katanya.  


Pendekatan yang fleksibel dan berwawasan ke depan membantu Malaysia bersiap menghadapi potensi disrupsi dan memastikan ketahanan serta adaptabilitasnya dalam lanskap AI. 


Ia mencatat bahwa potensi disrupsi ini termasuk kemajuan teknologi yang cepat, kekhawatiran etika, ancaman keamanan siber, fragmentasi regulasi global, penggeseran tenaga kerja, dan dampak lingkungan dari AI. 


“Tantangan-tantangan ini dapat menghambat adopsi AI, mengikis kepercayaan publik, dan menciptakan persoalan kepatuhan serta keberlanjutan,” katanya. 

Membentuk kolaborasi internasional  


Malaysia ingin menjadi “pemimpin yang proaktif dan kolaboratif” dalam membentuk narasi tata kelola dan etika AI di tingkat global.  


CEO NAIO, Sam Majid, bertemu dengan Duta Besar Prancis untuk Malaysia, Axel Cruau, dan Direktur Urusan Digital Kementerian Eropa dan Luar Negeri Prancis, Virginie Rozière, untuk membahas potensi kerja sama antara Prancis dan Malaysia. Foto: LinkedIn Axel Cruau 

Menurut Majid, Malaysia fokus mendorong pengembangan AI yang adil dan menjembatani kesenjangan digital – memastikan bahwa manfaat AI menjangkau seluruh lapisan masyarakat, termasuk komunitas terpinggirkan dan negara-negara berkembang.  


"Dengan bermitra dengan negara lain dan pemimpin industri, Malaysia membangun ekosistem global yang didasari oleh kepercayaan dan kerja sama," jelasnya. 


Ia mengatakan bahwa pemerintah aktif berpartisipasi dalam forum global yang diselenggarakan oleh organisasi multilateral seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), dan Kemitraan Global untuk AI (GPAI).  


Kolaborasi internasional juga penting untuk mengatasi tantangan lintas negara lainnya seperti keamanan siber dan privasi data, tambahnya.  


Malaysia juga memanfaatkan perjanjian bilateral dan multilateral untuk meningkatkan kemampuan dalam R&D AI, pengembangan kebijakan, dan inisiatif pembangunan kapasitas. Misalnya, telah ada dorongan untuk mempromosikan pertukaran data lintas negara di kawasan ASEAN.  


Menjelang akhir wawancara, Majid kembali menegaskan pentingnya tata kelola multistakeholder.  “Pembentukan platform multistakeholders dapat membantu pemerintah menciptakan strategi AI yang inklusif dan menyeluruh yang mencerminkan kebutuhan semua pihak,” ujarnya.  


Melalui pelaporan rutin dan umpan balik dari para pemangku kepentingan, pemerintah dapat terus menyempurnakan langkah-langkahnya agar selaras dengan praktik terbaik global, tambahnya. 



Majid baru-baru ini menjadi pembicara dalam sesi “Fireside Chat: 100 Experiments vs Platforms in Government” di FOI bersama GovTech Singapore dan James Tan dari JTC Corporation. Anda dapat menonton rekaman sesi panel tersebut di sini