Identitas Kependudukan Digital (IKD) mudahkan masyarakat mengakses layanan publik
By Mochamad Azhar
Pemerintah menargetkan dokumen tanda kependudukan masyarakat (KTP) sudah terdigitalisasi pada Juni 2024. Masyarakat diimbau untuk mengaktivasi IKD pada aplikasi di ponsel pintar.
Identitas Kependudukan Digital (IKD) atau Digital ID adalah program Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri yang bertujuan mempermudah warga dalam mengakses layanan pemerintahan. Foto: Ditjen Dukcapil Kemendagri
Teguh Setyabudi, Direktur Jenderal pada Direktorat Kependudukan dan Catatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, menjelaskan bahwa Identitas Kependudukan Digital (IKD) atau yang biasa dikenal sebagai Digital ID akan membuka akses yang lebih besar bagi masyarakat untuk mendapatkan layanan publik.
“Dengan aplikasi IKD, masyarakat dapat mengakses layanan pemerintah dan swasta tanpa harus datang ke kantor pemerintah untuk mendapatkan kelengkapan dokumen. Hal ini memberikan keuntungan signifikan terutama bagi mereka yang tinggal di daerah terpencil atau memiliki keterbatasan mobilitas,” ungkap Teguh dalam keterangan persnya, 12 Januari 2024.
Selain itu, IKD juga akan meningkatkan efisiensi proses administrasi layanan publik. Dokumen-dokumen kependudukan seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), Akta Kelahiran dan lain-lain dapat diakses dan diverifikasi secara instan melalui platform digital, sehingga mengurangi waktu dan biaya yang diperlukan untuk mendapatkan layanan.
Digital ID merupakan prioritas utama yang dikerjakan oleh pemerintah negara-negara ASEAN sebagai pintu gerbang pemerintahan digital. Di Indonesia, IKD ditetapkan sebagai satu dari sembilan aplikasi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) prioritas, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2023 tentang Percepatan Transformasi Digital dan Keterpaduan Layanan Digital Nasional.
Satu identitas digital, beragam manfaat
Teguh mengatakan, identitas digital dirancang sebagai alat bagi seseorang untuk memverifikasi identitasnya secara online ketika mengakses layanan publik. IKD menjadi salah satu pilar infrastruktur publik digital (DPI) bersama dengan pembayaran digital (digital payments) dan pertukaran data.
Berbeda dengan KTP fisik, IKD dapat diakses secara digital melalui aplikasi ponsel pintar. Selama proses aktivasi, informasi-informasi yang memuat data pribadi pemilik akan direkam di dalam sistem.
“Setelah diverifikasi oleh sistem, IKD pengguna akan langsung bisa digunakan untuk keperluan pelayanan publik sebagai bukti identitas yang sah seperti halnya KTP fisik,” Teguh menjelaskan.
IKD dapat berperan sebagai single sign on (SSO) bagi seseorang untuk memverifikasi identitas mereka secara online, menjadi kunci untuk mengakses layanan secara online, serta sebagai mekanisme untuk memberikan persetujuan pemanfaatan data (consent), seperti saat seseorang ingin membuat rekening bank atau melakukan transaksi digital.
“Itu artinya tidak diperlukan lagi foto selfie sambil memegang KTP untuk mendaftar dan mendapatkan sebuah layanan secara online,” Teguh melanjutkan.
Aplikasi IKD juga bisa menjadi “dompet digital” yang dapat digunakan untuk menyimpan dokumen identitas seperti Kartu Keluarga (KK), Kartu Identitas Anak (KIA) dan Akta Kelahiran.
Menurut Teguh, fitur-fitur di dalam aplikasi IKD didesain agar berorientasi kepada pengguna, dengan tampilan antar muka yang sederhana sehingga bisa diakses oleh siapa saja dan di mana saja.
Di masa depan, tim melakukan pengayaan fitur untuk meningkatkan kenyamanan pengguna. Pemerintah juga sedang mengkaji pembuatan fitur khusus IKD untuk mendukung masyarakat rentan, seperti lansia atau penyandang disabilitas.
“IKD bukan hanya menjadi perangkat modern, tetapi juga solusi inklusif untuk mewujudkan pelayanan publik yang berkeadilan,” ujar dia.
Menggapai target aktivasi 220 juta identitas digital
Proses aktivasi IKD adalah proyek besar karena melibatkan ratusan juta penduduk. Saat ini, hanya terdapat 7,3 juta jiwa warga yang telah mengaktivasi IKD dari target 220 juta warga.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo mengatakan dalam rapat paripurna 9 Januari telah memerintahkan Kementerian Dalam Negeri untuk mempercepat implementasi IKD agar selesai dalam waktu 6 bulan.
Teguh memaparkan, Ditjen Dukcapil berupaya mempercepat proses aktivasi melalui berbagai cara. Pertama, Dinas Dukcapil di seluruh kabupaten/kota saat ini telah membuka pos pelayanan di tiap kantor cabang untuk melayani masyarakat yang ingin melakukan aktivasi IKD.
“Para petugas Dinas Dukcapil bahkan juga turut dikerahkan untuk melakukan layanan jemput bola dengan mendatangi masyarakat secara langsung di lingkungan komunitas.”
Di samping itu, sosialisasi aktivasi IKD terus digencarkan kepada masyarakat melalui kampanye tentang keunggulan IKD dibanding KTP fisik. “Kami mengimbau masyarakat untuk segera mengaktivasi IKD karena IKD lebih aman dengan penggunaan verifikasi password dan kode biometrik serta tidak mudah hilang atau rusak,” dia melanjutkan.
Mempercepat realisasi program dengan kolaborasi
Bagi Teguh, kolaborasi antara semua stakeholders dibutuhkan untuk mempercepat realisasi IKD sesuai arahan Presiden. Disamping bekerja sama dengan Kementerian PAN RB dan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri juga berdiskusi secara intensif dengan Perum Peruri sebagai institusi yang akan melaksanakan peran badan teknologi pemerintah (GovTech).
Sebelumnya, Presiden Jokowi telah menetapkan INA Digital untuk GovTech yang segera dibentuk.
Dirjen Dukcapil juga menjalin kerja sama dengan Estonia sebagai negara yang berhasil menerapkan Digital ID. Kerja sama ini utamanya tentang bagaimana menyiapkan sistem yang terstandardisasi, mengedepankan interoperabilitas dan keamanan data, serta riset dan pengembangan produk.
“Digitalisasi pelayanan publik di Indonesia menghadapi tantangan yang tidak mudah mengingat luasnya wilayah dan jumlah penduduk yang besar. Kami berharap, kolaborasi dapat menjadi solusi terselenggaranya sistem pemerintahan digital dengan lebih cepat,” tutup dia.