Mahkamah Agung menguji coba AI untuk sistem peradilan efisien dan transparan
Oleh Mochamad Azhar
Artificial intelligence (AI) akan membantu Mahkamah Agung Republik Indonesia bekerja lebih efisien dan transparan. GovInsider mewawancarai Sobandi, Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, untuk mengetahui apa saja pekerjaan-pekerjaan hakim yang dapat diselesaikan oleh AI.
Kecerdasaan artifisial mulai memasuki dunia hukum di Indonesia. Penggunaan AI dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas hakim dalam sistem peradilan pidana. Foto: Canva
Mahkamah Agung sedang menguji coba teknologi AI untuk memilih majelis hakim yang akan menyelenggarakan sidang sebuah perkara. Uji coba dilakukan berdasarkan database yang tersedia di sistem informasi perkara Mahkamah Agung.
“Kita tidak bisa mengabaikan teknologi informasi dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk kecerdasan artifisial (AI). Itulah alasan Mahkamah Agung ikut beradaptasi dengan kemajuan zaman dengan mengintegrasikan AI di dalam proses sistem peradilan,” ungkap Sobandi, Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung.
Pemanfaatan teknologi AI sejalan dengan visi Mahkamah Agung untuk menciptakan sistem peradilan di Indonesia yang cepat, modern dan berbasis teknologi informasi. “AI sangat membantu kami menyelenggarakan administrasi peradilan yang lebih efisien dan transparan,” Sobandi melanjutkan.
AI mudahkan pekerjaan hakim
AI akan mengolah data berdasarkan algoritma beban kerja para hakim, keahlian hakim, apa saja kasus-kasus yang pernah disidangkan hakim tersebut, serta apakah seorang hakim pernah mengadili kasus yang sama atau mengadili terdakwa yang sama.
“Berdasarkan penghitungan ini, AI akan mengeluarkan rekomendasi tiga atau lima nama majelis hakim yang kemudian ditindaklanjuti oleh Ketua Mahkamah Agung dan ketua kamar-kamar pidana yang berwenang untuk mengeluarkan ketetapan persidangan,” kata dia.
Kehadiran AI amat membantu alur kerja di Mahkamah Agung menjadi lebih efisien. Proses pemeriksaan berkas dan penentuan majelis yang biasanya dikerjakan manual oleh hakim, kini bisa digantikan oleh mesin.
“Hakim agung dan hakim-hakim ketua kamar pidana tidak perlu direpotkan oleh tumpukan berkas perkara setiap harinya sehingga bisa lebih fokus pada tugas pokoknya menyelenggarakan persidangan, mencari alat bukti, dan mengeluarkan putusan,” Sobandi melanjutkan.
AI juga membantu panitera pengadilan dalam melakukan proses registrasi perkara melalui aplikasi elektronik. Jika sebelumnya panitera pengadilan diharuskan untuk mengolah permohonan perkara yang masuk secara manual, kini pekerjaan tersebut dilakukan oleh mesin.
Mesin akan mengolah informasi-informasi yang diinput oleh pemohon untuk selanjutnya diverifikasi, mana berkas perkara yang lolos ke tahap persidangan dan mana berkas apa yang dinyatakan tidak lengkap. AI akan memberikan laporan tentang berapa jumlah penggugat, jenis kasus apa yang dimohonkan, dan di mana lokasi pengadilannya.
“Setelah berkas perkara diproses, AI akan mengirimkan tagihan biaya perkara yang harus dilunasi oleh pemohon melalui virtual account Mahkamah Agung. Semua jadi serba otomatis, sehingga proses pelayanan bisa diselesaikan secara lebih cepat,” kata Sobandi.
Untuk saat ini, adopsi AI di dalam sistem administrasi perkara baru digunakan di lingkup Mahkamah Agung. Berikutnya, sistem ini akan dikembangkan untuk eksaminasi perkara-perkara pidana di pengadilan tingkat pertama dan pengadilan tingkat banding.
Mungkinkah AI menggantikan peran hakim?
Perkembangan AI yang semakin pesat memicu polemik di dunia hukum, salah satunya mengenai apakah peran hakim dapat digantikan oleh AI. Menurut Sobandi, untuk saat ini AI belum bisa menggantikan peran hakim di sistem peradilan pidana. Peran AI baru sebatas membantu proses administrasi perkara dan belum sampai pada tahap hukum acara persidangan.
Penjatuhan hukuman tetap menjadi kewenangan hakim karena hakim dalam mengeluarkan putusannya didasarkan pada sebuah keyakinan. “Keyakinan untuk menyatakan bahwa seseorang bersalah atau tidak bersalah inilah yang mustahil dimiliki oleh AI. Tapi di masa depan mungkin saja kalau AI sudah semakin canggih dan mempelajari sifat-sifat manusia,” dia menekankan.
Meski demikian, Sobandi tidak menutup peluang bahwa AI dapat memberikan pertimbangan kepada majelis hakim sebelum mengeluarkan putusan atas sebuah perkara. Natural language processing pada AI dapat memberi rekomendasi kepada majelis berupa hasil penjelajahan dokumen perkara yang sejenis, atau yurisprudensi atas putusan hakim pada perkara sebelumnya.
AI juga bisa memberikan rekomendasi jumlah hukuman yang dikenakan kepada terdakwa berdasarkan kode-kode acuan yang ditanamkan ke dalam mesin. “Kita ambil contoh, untuk tindak pidana korupsi atau pencucian uang yang merugikan negara sekian miliar, maka terdakwa harus dijatuhi hukuman pidana penjara sekian tahun. Tapi kembali lagi untuk putusan bersalah atau tidak bersalah tetap menjadi ranah hakim,” dia menekankan.
AI mendorong layanan hukum lebih transparan
Selain menawarkan kemudahan proses bisnis, teknologi AI juga membantu Mahkamah Agung untuk memberikan layanan yang lebih transparan dan akuntabel. Sobandi menekankan, transparansi ini penting demi menghindarkan dugaan publik bahwa majelis hakim dapat diintervensi atau memiliki konflik kepentingan dengan para pihak yang mengurus perkara.
“Jika sekarang ada pihak berperkara yang tidak puas dan mempertanyakan hakim pengadil, kami bisa menjawab bahwa para pengadil ditunjuk oleh robot.”
Dalam beberapa tahun terakhir, Mahkamah Agung telah melakukan transformasi digital untuk mempermudah sistem kerja dan pelayanan kepada pencari keadilan. Penyelenggaraan sidang secara elektronik (e-court) telah dilakukan pada kasus-kasus yang mengharuskan terdakwa atau saksi dipisahkan oleh jarak.
Mahkamah Agung juga telah melakukan pertukaran data dengan 9 lembaga negara melalui Sistem Peradilan Pidana Terintegrasi berbasis Teknologi Informasi (SPPT-TI) untuk mempermudah penelusuran proses perkara oleh lembaga penegak hukum. Pengajuan permohonan penggeledahan, penyitaan dan kunjungan tahanan juga semakin dimudahkan lewat melalui aplikasi online e-Berpadu.