Menteri PAN RB Abdullah Azwar Anas: 3 langkah percepat e-government dan birokrasi berdampak

By Mochamad Azhar

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Abdullah Azwar Anas memaparkan tiga langkah progresif yang sedang dilakukan pemerintah untuk mempercepat terwujudnya pemerintahan digital, yaitu membuat 9 aplikasi layanan prioritas, menyusun GovTech Indonesia, dan membuat Mall Pelayanan Publik (MPP) digital terpadu.

Menteri PAN RB Abdullah Azwar Anas memaparkan sejumlah inisiatif pemerintahan digital berdasarkan Perpres Arsitektur Sistem Pemerintahan berbasis Elektronik (SPBE). Sumber: Kementerian PAN RB

 

"Ibarat jalan tol, tidak ada jalan lain yang lebih cepat untuk melipatgandakan pencapaian birokrasi kecuali lewat digitalisasi," kata Abdullah Azwar Anas, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, saat memberikan pidato kunci di acara Peruri Summit and Expo 2023 yang diselenggarakan pada 5 Oktober di Jakarta.

 

Ia menggarisbawahi, tujuan digitalisasi adalah mempercepat terselenggaranya pemerintahan digital dan mewujudkan reformasi birokrasi yang berdampak. Karena itu, sejak diberlakukannya Perpres 132 Tahun 2022 tentang Arsitektur SPBE yang mengatur aspek integrasi proses bisnis, data dan informasi, infrastruktur pusat data, aplikasi dan keamanan, sejumlah inisiatif kunci pemerintahan digital telah dijalankan.

Menyederhanakan ribuan aplikasi ke 9 layanan prioritas

 

Pertama, pemerintah menyederhanakan ribuan aplikasi pemerintah menjadi 9 layanan prioritas, yakni layanan pendidikan, layanan kesehatan, layanan sosial, layanan kepolisian, layanan aparatur negara, portal layanan publik, layanan pembayaran digital, platform pertukaran data dan layanan kependudukan digital (Digital ID).

 

Menurutnya, kesembilan aplikasi prioritas akan mengintegrasikan aplikasi-aplikasi yang sudah ada di tiap-tiap kementerian dengan mengedepankan prinsip pertukaran data dan interoperabilitas data. 

 

“Kami mengikuti tren arsitektur pemerintahan digital dunia yang menerapkan portal dan aplikasi pemerintahan secara efektif seperti di Inggris, Singapura dan Estonia. Tidak bisa lagi satu aplikasi untuk satu inovasi. kami ingin satu aplikasi untuk beragam inovasi, ” kata Anas.

 

Sementara untuk tata kelola aplikasi akan diserahkan pada kementerian dan lembaga yang menyelenggarakan layanan terkait. Contohnya, layanan kesehatan hanya menggunakan aplikasi SATUSEHAT milik Kementerian Kesehatan, layanan administrasi kependudukan menggunakan Digital ID kementerian Dalam Negeri, layanan pendidikan menggunakan Edutech milik Kementerian Pendidikan, Kebudayaan dan Riset Teknologi.

 

Kebijakan 9 aplikasi prioritas ini akan mengurai silo pemerintahan digital dan mengatasi masalah data tumpang tindih antar kementerian. Saat ini ada 24.000 aplikasi milik lembaga pemerintah yang tersebar di 2.700 pusat data di seluruh Indonesia. Dengan adanya penyederhanaan ini, maka nantinya tiap-tiap lembaga pemerintah tidak perlu membuat aplikasi baru yang tidak terintegrasi satu sama lain.

 

Menurut Menteri Anas, pekerja sektor publik harus mengubah paradigmanya tentang digitalisasi, bahwa digitalisasi tidak bisa lagi dimaknai sekadar 'berlomba-lomba meluncurkan aplikasi baru', melainkan ‘berlomba-lomba mengeluarkan terobosan yang berdampak pada masyarakat’.

Membentuk GovTech Indonesia

 

Langkah kedua adalah membentuk kantor teknologi pemerintah (GovTech) yang akan mengonsolidasikan program transformasi digital di seluruh kementerian dan lembaga. Menurut Menteri Anas, rapat kabinet telah memutuskan memberi penugasan kepada Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri) untuk menjalankan fungsi-fungsi GovTech pemerintah.

 

Peruri awalnya dikenal perusahaan konvensional yang bertugas mencetak uang kertas negara, namun saat ini mengembangkan portofolionya ke bisnis teknologi keamanan.

 

“Mengapa Peruri dan bukan Telkom? Kami melihat bahwa Peruri berhasil melakukan transformasi digital dan menunjukkan kinerja positif dari transformasi tersebut,” ungkap Anas.

 

Sebagai GovTech, Peruri akan bertugas mengembangkan dan mengimplementasikan proyek-proyek digitalisasi sektor publik, melakukan eksperimen-eksperimen teknologi, termasuk menggalang kerja sama dengan para inovator.

 

Saat ini rancangan peraturan pemerintah sedang disiapkan untuk penugasan Peruri dan diharapkan proses transformasi Peruri menjadi GovtTech akan dimulai pada 2024. “Talenta-talenta digital BUMN akan dikerahkan untuk membantu Peruri menjalankan penugasan pemerintah tersebut,” Anas meyakinkan.

Ekosistem digital di pemerintahan lokal

 

Menteri Anas memaparkan, Kementerian PAN RB sedang membangun pilot project mall pelayanan publik (MPP) digital di 21 kabupaten/kota yang memberi kemudahan pelayanan data kependudukan dan catatan sipil secara satu pintu.

 

Di MPP digital, masyarakat yang ingin mengurus kartu registrasi identitas, mengubah data kependudukan, membuat kartu wajib pajak, hingga mengajukan surat keterangan dari kepolisian, akan diproses lebih cepat tanpa perlu pindah kantor dan menunggu berjam-jam.

 

Pemohon tinggal memasukkan nomor induk, lalu komputer akan menghubungkannya ke server pusat data pemerintah. Proses verifikasi pun lebih mudah dengan teknologi face recognition.

 

“MPP digital di 21 kabupaten/kota akan menjadi contoh sukses implementasi ekosistem digital di tingkat lokal dan selanjutnya akan diterapkan secara bertahap ke kabupaten/kota lain di seluruh Indonesia,” ungkap Anas.

 

Dengan tiga langkah progresif tersebut, ia optimistis posisi Indonesia pada indeks pemerintahan digital (EGDI) akan melompat ke deretan papan atas. Tahun lalu, indeks pemerintahan digital Indonesia menempati peringkat ke-77 dari 193 negara, atau naik 11 peringkat dari tahun 2020.

 

Langkah lain yang juga dilakukan pemerintah adalah meningkatkan keterampilan digital pekerja sektor publik, khususnya pada unit-unit penyelenggara yang terlibat langsung dengan proyek 9 aplikasi prioritas, Govtech dan MPP digital.

 

Teknologi memegang peranan penting dalam pembangunan nasional, yang ditandai dengan meningkatnya transaksi elektronik, AI, blockchain, big data, IoT, konektivitas generasi lanjut dan virtual reality. “Aparat birokrasi harus adaptif dan lincah terhadap perkembangan teknologi jika tidak ingin ketinggalan," tutup dia.