Mencegah mubazir pangan di bulan Ramadan

Share

Mencegah mubazir pangan di bulan Ramadan

By Ghita Permatasari

Pemerintah mengajak masyarakat untuk bijak mengonsumsi makanan untuk mencegah limbah makanan yang selalu meningkat di setiap bulan Ramadan.

Pemerintah Indonesia mengkampanyekan gerakan selamatkan pangan di bulan Ramadan untuk mencegah mubazir pangan. Foto: Canva

Badan Pangan Nasional (Bapanas), lembaga negara yang bertugas mengelola ketersediaan pangan di Indonesia, menyerukan gerakan selamatkan pangan di bulan Ramadan, dengan tujuan mencegah mubazir pangan atau food waste dan mendukung ketahanan pangan nasional.


"Di bulan Ramadan, kita seringkali lapar mata dan tergoda untuk membeli sajian khas Ramadan yang pada akhirnya mendorong kita membeli [lebih banyak dari yang dibutuhkan]," kata Direktur Kewaspadaan Bapanas, Nita Yulianis.  


Gerakan selamatkan pangan di bulan Ramadan, menurut Nita, bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat agar lebih bijak dalam mengonsumsi makanan sehingga makanan tidak terbuang sia-sia akibat aktivitas konsumsi yang berlebihan.


Di negara dengan populasi muslim yang besar seperti Indonesia, konsumsi pangan cenderung melonjak di bulan Ramadan yang berujung pada meningkatnya jumlah limbah makanan. 


Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), limbah makanan yang dihasilkan setiap bulan Ramadhan limbah meningkat 10-20 persen dibandingkan bulan lainnya.


Menurut Nita, selain berdampak pada lingkungan, mubazir pangan juga berdampak pada ketahanan pangan nasional. Ia mengutip data yang dilaporkan oleh Badan Pangan PBB (FAO) pada 2011 bahwa sepertiga dari pangan yang diproduksi selalu terbuang. 


"Dengan asumsi kebutuhan beras tahunan Indonesia sekitar 30 juta ton, maka ada sekitar 10 juta ton beras yang terbuang. Dapat dibayangkan berapa investasi negara dan usaha petani yang sia-sia," ungkap Nita. 

Memfasilitasi redistribusi pangan 


Sejak tahun 2022, Bapanas diberikan mandat oleh presiden untuk menangani kerawanan pangan salah satunya dengan mengoptimalkan adanya potensi pangan berlebih khususnya di bulan Ramadan.  


Menurut Nita, selain imbauan bijak mengonsumsi pangan, Bapanas juga menyelenggarakan edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya mengelola sisa makanan dan redistribusi pangan. Sisa makanan tidak harus selalu dibuang, namun bisa didonasikan kepada orang yang membutuhkan sepanjang makanannya masih layak dikonsumsi.


“Pemerintah bisa menjadi fasilitator untuk menghubungkan antara donator pangan, bank pangan dan penerima manfaat. Ini menjadi terobosan untuk memberikan akses pangan kepada masyarakat untuk memanfaatkan potensi pangan berlebih," katanya.


Berlangganan bulletin GovInsider di sini


Program donasi pangan sudah dilakukan oleh Bapanas bekerja sama dengan bank-bank pangan, restoran, dan hotel. Selama tahun 2024, program donasi pangan telah menyelamatkan kurang lebih 1.300 ton pangan untuk disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan. 


Meski demikian, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui program donasi pangan. Bapanas, menurut Nita, akan terus menyosialisasikan program ini untuk meningkatkan lebih banyak lagi keterlibatan masyarakatan untuk berdonasi makanan.  


Bapanas turut menggandeng akademisi, bisnis, komunitas, pemerintah daerah dan media untuk menyukseskan gerakan ini. 

Mengolah limbah makanan 


Nita menggarisbawahi, Bapanas mendukung upaya Kementerian LHK dan komunitas yang menangani pengolahan limbah makanan.

  

Peran Bapanas adalah menyelesaikan permasalahan di tingkat hulu dengan cara menekan konsumsi, serta menyalurkan pangan berlebih kepada yang membutuhkan sebelum terbuang begitu saja ke tempat pengolahan sampah. 


“Kita terhubung dalam upaya mengurangi limbah makanan ... prinsipnya adalah kita harus lebih bijak mengkonsumsi dan bijak berbelanja pangan" katanya. 


Waste4Change, perusahaan yang menyediakan solusi pengelolaan sampah secara end to end, juga menekankan pentingnya sosialisasi kepada masyarakat untuk selalu menghabiskan makanan yang dikonsumsinya dan mengurangi sampah organik.


External Government Partnership Waste4Change, Pandu Priambodo, mengatakan perusahaannya telah berkolaborasi dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya mengurangi sampah organik.  


Salah satunya dengan merilis kajian bersama tentang Food Loss and Waste (FLW) pada tahun 2021 yang salah satunya mengungkap dampak ekonomi FLW yang mencapai Rp231-500 triliun per tahun. 


“Kajian ini menjadi dasar penyusunan kebijakan terkait rantai nilai, rantai pasok, dan pola konsumsi masyarakat,” ujarnya.


Kendati teknologi pengolahan limbah makanan semakin berkembang dengan adanya pengomposan, biopori, black soldier fly (BSF) untuk maggot hingga biogas, upaya mencegah penumpukan limbah makanan tetap merupakan cara terbaik mengatasi FLW, kata Pandu.


Hal itu mengingat penguraian sampah organik membutuhkan lebih banyak usaha tetapi nilai ekonominya lebih rendah dibanding pengelolaan sampah anorganik.