Program Kartu Prakerja pastikan layanannya tetap inklusif di era digital

By Mochamad Azhar

Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program (PMO) Kartu Prakerja, Denni Purbasari, menceritakan bahwa Program Prakerja fokus untuk mendorong peningkatan keterampilan angkatan kerja dengan tujuan meningkatkan taraf hidup mereka.

PMO Kartu Prakerja menjanjikan layanannya tetap inklusif dengan tujuan tenaga kerja di seluruh Indonesia mendapatkan kesempatan yang sama untuk meningkatkan taraf hidupnya. Foto: PMO Kartu Prakerja

Memasuki tahun kelima, Program Kartu Prakerja berupaya tetap menjadi program pemerintah yang inklusif dan terbuka bagi siapapun angkatan kerja yang ingin mengembangkan keterampilannya untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.

 

“Prakerja akan tetap fokus pada bagaimana membantu angkatan kerja mempersiapkan diri menghadapi tantangan dunia kerja, meningkatkan keterampilan, dan mendorong mereka naik kelas ke tingkat ekonomi yang lebih baik,” kata Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program (PMO) Kartu Prakerja, Denni Purbasari, dalam pidato sambutannya di acara Merayakan Prakerja, Merayakan #JadiBisa, 3 Oktober di Jakarta.

 

Menurut Denni, inklusivitas mencakup bagaimana memberikan kuota pelatihan yang adil untuk tiap wilayah geografis dan mendorong lebih banyak lagi keterlibatan kelompok masyarakat yang kurang terlayani seperti kelompok perempuan dan penyandang disabilitas.

 

“Kita tidak bisa berbicara bahwa sebuah program inklusif tanpa adanya partisipasi dari kelompok rentan,” kata Denni seraya mengutip data internal PMO Prakerja bahwa 52 persen peserta program adalah perempuan dan 3 persen penerima manfaat program merupakan penyandang disabilitas. 

 

Program Kartu Prakerja adalah program pemerintah yang bertujuan meningkatkan kompetensi angkatan kerja melalui skilling, upskilling, dan reskilling. Pada saat pandemi, program ini memberikan pelatihan dan insentif tunai, dengan prioritas lebih besar pada tenaga kerja yang mengalami PHK.

 

Selama hampir lima tahun, program pelatihan yang memanfaatkan teknologi digital ini telah memberikan lebih dari 6.000 pelatihan mulai dari digital skills, green skills, bahasa asing, hospitality, teknik dan berbagai keterampilan profesional lainnya terhadap 18,9 juta peserta dari seluruh Indonesia.

  

Di sesi wawancara terpisah, Denni berbagi kepada GovInsider tentang apa saja langkah-langkah yang dilakukan organisasinya untuk mempertahankan inklusivitas Program Kartu Prakerja. 

 

Berlangganan Bulletin GovInsider untuk mendapatkan informasi terbaru inovasi sektor publik.    

Fokus pada pekerja low skilled 

 

Denni menjelaskan, Program Kartu Prakerja tidak terlalu berambisi pada pelatihan teknologi cutting edge yang hanya dapat dinikmati angkatan kerja yang berada di puncak piramida pasar tenaga kerja, baik dari sisi kemampuan ekonomi maupun kualitas pendidikan tinggi.  

 

Sebaliknya, program ini justru memberikan fokus ekstra pada pelatihan-pelatihan "membumi" yang dibutuhkan oleh tenaga kerja low skilled, yang tingkat ekonominya tidak terlalu tinggi, atau mereka yang tidak memiliki kesempatan melanjutkan ke perguruan tinggi.  

 
Kartu Prakerja merupakan program pelatihan berskala besar yang menjangkau lebih dari 18,9 juta peserta dalam waktu lima tahun. Foto: PMO Kartu Prakerja

Ia menceritakan bagaimana kebijakan hilirisasi pertambangan besar-besaran oleh pemerintah telah membuka potensi 18 juta lapangan kerja baru. Dari 18 juta lapangan kerja, sembilan juta di antaranya adalah pekerja tidak langsung seperti pekerja administratif, operator lapangan atau petugas keamanan,  

 

“Pekerjaan ini sebetulnya tak memerlukan teknik sangat canggih, namun tetap harus ada yang memfasilitasi mereka,” katanya.


Ia juga menyebutkan bahwa kursus keahlian dasar seperti mengoperasikan Microsoft Word, Excel, adalah beberapa pelatihan dengan jumlah peminat tertinggi.  

 

Terkait ambisi pemerintah mencetak lebih banyak praktisi AI di masa depan, Denni akan men-trigger cost sharing dari peserta atau korporasi, contohnya melalui skema sertifikasi berbayar. “Pelatihan AI memakan biaya puluhan juta rupiah. Kalau ditanggung semuanya oleh negara, ekonom manapun akan mengatakan bahwa itu tidak bijak.”

 

Prakerja telah menyelenggarakan kursus-kursus digital terkini seperti kecerdasan artifisial (AI), data science, atau cloud computing untuk meningkatkan produktivitas dan mendorong inovasi. Saat ini, terdapat 14 jenis pelatihan AI dan 39 pelatihan green skills yang disediakan Program Kartu Prakerja bersama mitra pelatihan swasta. 

 

Berlangganan Bulletin GovInsider untuk mendapatkan informasi terbaru inovasi sektor publik.

Kesempatan yang setara dalam mengakses pelatihan 

 

Menurut Denni, Program Kartu Prakerja ingin memastikan setiap angkatan kerja di setiap provinsi di seluruh Indonesia memiliki kesempatan yang sama dan setara untuk mengakses program Prakerja. 

 

“Itulah mengapa kami menerapkan sistem kuota per provinsi ketimbang first come first serve, di mana tentunya mereka yang memiliki akses internet lebih baik akan mendapatkan peluang lebih besar pada saat mendaftar,” kata dia seraya menekankan bahwa manajemen hanya memberikan kesempatan kepada orang yang belum pernah mendapatkan pelatihan di Prakerja melalui proses verifikasi yang ketat.

 

Dalam lima tahun, program yang berasal dari inisiatif Komite Cipta Kerja ini berkembang menjadi ekosistem pasar kerja yang terintegrasi dengan adanya portal informasi lowongan kerja yang dapat dipilah berdasarkan provinsi dan kualifikasi. Portal ini memungkinkan seseorang untuk mendapatkan kursus sekaligus mencari pekerjaan yang diinginkan.

Digitalisasi mengatasi tantangan geografis 

 

Menurut Denni, digitalisasi telah berhasil mengatasi tantangan geografis yang selama ini muncul dalam program pelatihan pemerintah, terutama dalam hal meningkatkan partisipasi peserta di luar Pulau Jawa. Ia mencontohkan bahwa dalam waktu lima tahun, jumlah penerima program dari Provinsi Papua telah mencapai 98.000 orang atau 0,5 persen jumlah penerima nasional. 

 

“Prakerja merupakan program end-to-end secara digital, mulai dari proses pendaftaran, verifikasi, pembiayaan, proses pelatihan, hingga pemberian sertifikat. Tanpa digitalisasi, dibutuhkan puluhan tahun untuk menjangkau peserta sebanyak itu.” 

 

Meski demikian, Denni mengakui bahwa tidak semua pelatihan bisa dilakukan secara online. Ada beberapa pelatihan yang harus dilakukan secara tatap muka, khususnya pada sektor-sektor pertambangan, pertanian dan perkebunan.

 

Prakerja bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk menyediakan akses internet di di daerah yang terdapat blankspot. Tim PMO maupun alumni-alumni Prakerja di berbagai daerah turut memberikan pendampingan kepada peserta, mulai dari proses pendaftaran hingga jalannya pelatihan.