Strategi ASEAN menuju sistem penginderaan dan komunikasi terpadu berbasis 6G
By Muhammad Purwa Manggala
Ahli strategi kebijakan telekomunikasi digital, Muhammad Purwa Manggala, berbagi tentang potensi teknologi ISAC 6G bagi sektor publik di Asia Tenggara untuk bergeser dari konektivitas pasif ke penyampaian layanan yang prediktif dan real-time.

Teknologi Integrated Sensing and Communication (ISAC) 6G memiliki potensi transformatif bagi sektor publik Asia dalam memberikan penyampaian layanan yang peka terhadap konteks, prediktif, dan real-time. Foto: Canva
Di seluruh dunia, penginderaan dan komunikasi terintegrasi (ISAC) telah berkembang dari topik penelitian menjadi agenda nasional.
ISAC memungkinkan perangkat dan jaringan untuk merasakan lingkungan fisik mereka sambil mengirimkan data. Sinyal radio tidak hanya mengirimkan data, tetapi juga merasakan objek, gerakan, dan lingkungan sekitar.
Perpaduan antara komunikasi dan penginderaan presisi tinggi ini juga merupakan inti dari visi International Telecommunication Union (ITU) untuk 6G.
Sebagai contoh, Tiongkok telah menyebarkan satelit 6G eksperimental yang difokuskan pada penginderaan bumi dan komunikasi pasif. Aliansi Next G Amerika Serikat telah menanamkan ISAC dalam strategi industri 6G dan peta jalan inovasinya. Di Eropa, inisiatif Hexa-X mencantumkan ISAC di antara lima kapabilitas transformatif teratas, dengan implikasi di seluruh sektor mobilitas, energi, dan pertahanan.
ASEAN harus mengikuti hal yang sama, tidak hanya melalui ambisi, tetapi juga dengan regulasi dan perencanaan yang matang.
Berlangganan bulletin GovInsider di sini.
Katalisator transformasi sektor publik
Teknologi ISAC 6G memiliki potensi transformatif bagi sektor publik Asia Tenggara untuk beralih dari konektivitas pasif ke paradigma baru penyampaian layanan yang peka terhadap konteks, prediktif, dan waktu nyata.

Dengan memungkinkan infrastruktur untuk merasakan dan mentransmisikan secara bersamaan, ISAC mengubah jalan, sistem air, simpul layanan kesehatan, dan jaringan mitigasi bencana menjadi aset cerdas dan responsif yang secara aktif mendukung layanan publik.
Implementasi ISAC dalam ekosistem sektor publik bergantung pada tiga komponen utama: spektrum khusus yang selaras dengan standar IMT-2030, modul sensor yang tertanam dalam infrastruktur penting, dan transceiver terintegrasi yang mampu memproses dan bertindak berdasarkan data lingkungan waktu nyata.
Beberapa kasus penggunaan tahap awal sudah menunjukkan potensi yang kuat, di antaranya:
- Mobilitas dan lingkungan perkotaan: ISAC memungkinkan pemantauan kepadatan kerumunan dan kondisi iklim mikro secara real-time, yang memungkinkan Otoritas Transportasi Darat (LTA) Singapura untuk menyesuaikan jadwal transportasi umum secara dinamis, mengoptimalkan operasi MRT dan bus.
- Ketahanan banjir dan iklim: Sistem drainase pintar yang tertanam dengan sensor banjir ISAC dapat mendeteksi lonjakan dan memicu respons pengendalian banjir proaktif oleh lembaga seperti Badan Utilitas Publik (PUB) untuk mengurangi dampak bencana di zona perkotaan.
- Layanan kesehatan dan tanggap darurat: Unit telemedicine yang dilengkapi ISAC dapat memadukan data biometrik dan lingkungan sekitar untuk menginformasikan pengambilan keputusan medis, khususnya untuk tim darurat dan inisiatif perawatan lansia di bawah Kementerian Kesehatan).
- Pengurangan risiko bencana: Di wilayah yang aktif secara geologis seperti Indonesia, sensor yang terhubung dengan ISAC dapat mendeteksi indikator awal tsunami, kebakaran hutan, atau aktivitas gunung berapi. Peringatan waktu nyata yang dipicu melalui badan pemantauan dan penanggulangan bencana (BMKG dan BNPB) memungkinkan evakuasi dan respons darurat yang lebih cepat.
Singapura dan Indonesia: potensi jangkar ganda ISAC ASEAN
Bagi Singapura dan Indonesia, pertanyaannya bukanlah apakah akan mengadopsi ISAC, tetapi bagaimana membentuk penerapannya melalui kebijakan spektrum yang tepat waktu dan berwawasan ke depan, dan untuk memengaruhi standar global dan interoperabilitas regional.
Infrastruktur digital dan kelincahan kebijakan Singapura menjadikannya pemimpin ISAC yang alami. Cetak Biru Konektivitas Digital (2023), yang dirilis oleh Otoritas Pengembangan Media (IMDA) Singapura, menekankan pentingnya negara ini meningkatkan kapabilitasnya dan berinvestasi pada teknologi-teknologi komunikasi terbaru, termasuk 6G.
Kepala Eksekutif IMDA Lew Chuen Hong mencatat, “Inovasi saat ini tidak mungkin terjadi tanpa investasi terus-menerus dan terus memperhatikan perkembangan selanjutnya”, merujuk pada 6G.
Lew berbicara saat Singapura meluncurkan lab R&D 6G fisik pertama di Asia Tenggara, bernama Future Communications Connectivity Lab (FCC Lab), di Singapore University of Technology and Design (SUTD) dalam kemitraan dengan IMDA.
Hal ini menunjukkan bahwa ISAC dapat meningkatkan tujuan Smart Nation Singapura dan akan membuatnya lebih dapat ditindaklanjuti.
Sementara itu, Indonesia berpotensi menjadi pesaing sempurna bagi Singapura dengan geografi dan dinamika kebijakannya yang luas. Undang-undang telekomunikasi yang disahkan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 2020 memungkinkan pembagian spektrum dan interoperabilitas infrastruktur yang penting untuk kasus penggunaan ISAC yang fleksibel.
Indonesia membuka pita 7 GHz, menandakan peralihan ke arah manajemen spektrum yang adaptif. Yang lebih penting, ISAC sejalan dengan kebutuhan kepentingan publik Indonesia, mendukung sistem peringatan dini, pertanian cerdas, dan logistik yang tangguh.
Tantangan dan teknis kebijakan
Untuk mengimplementasikan ISAC, terdapat berbagai tantangan yang harus diatasi. Pertama ialah interferensi dan alokasi spektrum. Konvergensi layanan komunikasi dan penginderaan akan meningkatkan perebutan spektrum. Untuk mempertahankan kinerja dan menghindari interferensi, diperlukan peralihan ke model spektrum bersama.
Kedua, timbulnya risiko privasi dan keamanan. Sistem ISAC mengumpulkan data penginderaan dan perilaku secara real-time, yang menimbulkan kekhawatiran atas privasi pengguna dan keamanan infrastruktur. Kerangka tata kelola data yang kuat, termasuk arsitektur kebijakan privasi dan protokol keamanan siber adaptif, sangat penting untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan lokal dan internasional.
Berikutnya, kesiapan teknologi dan kesenjangan ekosistem. Komponen ISAC saat ini – seperti chipset, radio, dan perangkat-perangkat canggih – belum sepenuhnya dioptimalkan untuk lingkungan tropis atau keterjangkauan pasar massal. Ada kebutuhan untuk strategi lokalisasi, pengembangan ekosistem, dan insentif penelitian dan pengembangan untuk mendorong produksi yang dapat diskalakan.
Peta jalan strategis menuju 2030: Regulasi ASEAN
Selama lima tahun ke depan, ASEAN dapat secara efektif mendorong komersialisasi 6G dengan mengadopsi peta jalan yang terkoordinasi:
1. Sinkronisasi strategi spektrum (2025-2026)
Menetapkan pita kandidat di seluruh ASEAN dan mekanisme berbagi untuk ISAC (misalnya, 7 GHz, 26 GHz, mmWave) melalui keterlibatan dengan organisasi antarpemerintah seperti Asia-Pacific Telecommunity dan ITU untuk memastikan posisi regional memengaruhi standar internasional.
2. Pengaktifan regulatory sandbox dan lingkungan uji coba (2026–2027)
Memulai sandbox ISAC di kota pintar, pelabuhan, dan kawasan industri (misalnya, transportasi pintar dan fasilitas kesehatan di Singapura, deteksi bencana di Indonesia). Dalam mengakomodasi aliran data lintas batas, diperlukan juga koordinasi koridor uji coba bilateral (misalnya, Batam–Singapura).
3. Pemberdayaan dan pemberian insentif komersial (2027–2028)
Mendukung penyedia layanan yang siap menggunakan ISAC melalui insentif fiskal, model penyewaan spektrum, dan kredit infrastruktur dengan prioritas pada aplikasi dalam bidang logistik, energi, keamanan maritim, dan tanggap darurat.
4. Kerangka tata kelola dan kepatuhan (2028–2030)
Menyusun kerangka kerja yang diselaraskan secara regional untuk etika data, transparansi penginderaan, dan manajemen hak spektrum dalam lingkungan penggunaan ganda.
ISAC bukan sekadar peningkatan komunikasi. ISAC mendefinisikan ulang cara jaringan berinteraksi dengan dunia fisik.
Bagi Singapura, ISAC merupakan perkembangan logis berikutnya dari visi Smart Nation. Bagi Indonesia, ISAC merupakan lompatan menuju infrastruktur inklusif. Bagi ASEAN, ini adalah momen untuk beralih dari konsumen spektrum menjadi pembentuk spektrum – sebuah langkah yang akan menentukan tempatnya dalam arsitektur 6G global.
Catatan editor: Terdapat kekeliruan dalam penulisan Cetak Biru Konektivitas Digital (DCB) 2023 dari IMDA yang mengidentifikasi ISAC sebagai teknologi transformatif, dan juga bahwa CEO IMDA, Lew Chuen Hong, menyebutkan bahwa ISAC adalah batas berikutnya. Yang dimaksudkan bukanlah ISAC melainkan 6G.
-1745288656754.jpg)
Muhammad Purwa Manggala adalah seorang ahli strategi kebijakan telekomunikasi digital dan peneliti teknologi satelit yang berbasis di Indonesia. Beliau telah berkontribusi pada peta jalan infrastruktur telekomunikasi digital nasional Indonesia, kebijakan infrastruktur digital, dan menerbitkan penelitian tentang berbagai penginderaan berdaya rendah dan inovasi spektrum pada satelit nano. Visinya adalah untuk memposisikan ASEAN sebagai pemimpin regional dalam tata kelola dan infrastruktur digital di masa depan.