Bagaimana Indonesia mendorong pertukaran data dan melepaskan diri dari silo
Oleh Mochamad Azhar
Direktur Informasi dan Komunikasi Publik bidang Pembangunan Manusia, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Bambang Dwi Anggono, berbagi kepada GovInsider tentang cara pemerintah mendorong pertukaran data untuk mencapai tujuan pembangunan.
Pemerintah telah melakukan langkah-langkah untuk mendukung pertukaran data untuk kepentingan pembangunan, meliputi inisiatif Satu Data Indonesia dan pembangunan Pusat Data Nasional. Foto: Canva
Data adalah “the new oil”. Data telah menjadi aset berharga yang mengubah cara pandang pemerintah dalam merancang, melaksanakan dan mengevaluasi kebijakan publik.
Karena itu, kemampuan untuk memanfaatkan data mempertukarkannya adalah hal terpenting yang harus dimiliki oleh organisasi pemerintah untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan, kata Direktur Informasi dan Komunikasi Publik bidang Pembangunan Manusia, Kementerian Kominfo, Bambang Dwi Anggono.
“Dengan menggunakan data, kita bisa melakukan diagnosa atas apa yang terjadi pada saat ini untuk mendapatkan analisa preskriptif tentang apa yang akan terjadi di masa depan.”
Meski demikian, ia menggarisbawahi bahwa sebelum melakukannya kita harus memastikan bahwa data-data yang dibutuhkan mudah diakses dan bisa dibagipakaikan oleh lembaga-lembaga pemerintah.
“Tantangan yang muncul selama ini adalah semua kementerian dan lembaga memegang data, namun terpencar di berbagai pusat data dan sulit dipertukarkan,” kata dia.
Kepada GovInsider, Bambang bercerita tentang langkah-langkah yang dilakukan pemerintah dalam membenahi tata kelola data dan mengatasi silo lembaga.
Membuat kerangka kerja tata kelola data
Menurut Bambang, langkah pertama yang dilakukan ialah membuat kerangka kerja tata kelola data melalui Peraturan Presiden tentang Satu Data Indonesia pada tahun 2019. Peraturan ini bertujuan agar lembaga pemerintah dapat mengakses data-data milik lembaga pemerintah lainnya secara lebih mudah.
“Dalam aturan tersebut, dirumuskan dengan jelas apa saja tugas dan wewenang masing-masing kementerian dan lembaga dalam melakukan tata kelola data, siapa pemilik data, siapa pengguna data, dan bagaimana proses berbagi pakai data di antara pemerintah.”
Peraturan Presiden juga menginstruksikan pembentukan Dewan Pengarah Forum Satu Data Indonesia yang dipimpin oleh Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dengan tugas utama menjamin data yang dihasilkan akurat, sesuai standar, tidak tumpang tindih, dan memenuhi kaidah interoperabilitas.
Aturan ini akan mencegah kesalahan dalam proses penyusunan kebijakan karena setiap pengguna data bersandar pada acuan yang sama, kata Bambang.
Meski demikian, kewenangan untuk menyimpan data tetap menjadi tanggung jawab pemilik data sesuai dengan ketentuan pada Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Sebagai contoh, data kependudukan dipegang oleh Kementerian Dalam Negeri, data pendidikan oleh Kementerian Pendidikan, data kesehatan oleh Kementerian Kesehatan, data penduduk miskin oleh Kementerian Sosial.
Memusatkan data-data ke PDN
Langkah berikutnya ialah memusatkan data-data yang terpencar ke dalam satu pusat data yang sama melalui ketentuan Peraturan Presiden tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) pada tahun 2020.
Saat aturan itu diterbitkan, Indonesia memiliki 2.700 data center yang dikelola oleh lebih dari 600 instansi pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat lokal. Hal ini menyulitkan pengguna data yang ingin mengakses data lintas sektoral dan memakan waktu.
“Dengan adanya Perpres SPBE, maka semua kementerian dan lembaga diwajibkan untuk mengonsolidasikan datanya di dalam Pusat Data Nasional (PDN),” ungkap Bambang.
Bambang telah berbagi kepada GovInsider sebelumnya tentang bagaimana PDN akan menjadi infrastruktur digital di tingkat hulu yang berfungsi untuk memastikan SPBE terselengara dengan baik dan berkelanjutan.
Saat ini pemerintah sedang membangun tiga fasilitas PDN, masing-masing di Cikarang – diperkirakan rampung pada Agustus 2024, Batam, dan Ibu Kota Nusantara. Kementerian Kominfo telah menyediakan Pusat Data Sementara (PDS) untuk mendukung proses migrasi data sambil menunggu tiga fasiltas itu selesai dibangun.
INA Digital memecah silo lembaga
Langkah terbaru, Presiden Joko Widodo telah meluncurkan GovTech INA Digital sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden tentang Percepatan Transformasi Digital dan Keterpaduan Layanan Digital. INA Digital akan mengintegrasikan berbagai layanan digital pemerintah ke dalam satu portal pelayanan publik nasional.
“Peluncuran INA Digital semakin menambah kepercayaan diri kami bahwa apa yang kami upayakan secara sistematis selama ini telah berada pada jalur yang benar,” kata Bambang.
Setelah adanya INA Digital, tata kelola data akan difokuskan pada interoperabilitas layanan digital pemerintah. Data akan membantu organisasi ini untuk mengembangkan layanan yang tepat dan memastikan layanan itu membawa dampak pada peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Penitikberatan fokus pada interoperabilitas akan membuat setiap lembaga pemerintah “dipaksa” untuk memecah silo dan terlibat dalam satu tujuan yang mengikat.
“Dengan adanya INA Digital, kita tidak lagi bicara tentang instansi, melainkan bicara tentang Indonesia,” kata Bambang.