Indonesia lompat 13 peringkat ke posisi 64 dunia: Survei E-Government PBB

Oleh Mochamad Azhar

Peringkat pemerintahan digital Indonesia melompat paling tinggi di antara negara-negara ASEAN, sementara Singapura memimpin kemajuan pemerintahan digital di Asia dengan menduduki peringkat tiga dunia. 

Laporan e-government 2024 Departemen Ekonomi dan Sosial PBB (UNDESA) menyoroti kemajuan yang dialami negara-negara Asia dalam mendorong pemerintahan digitalnya. Foto: PBB

Indonesia melompat 13 peringkat dari posisi 77 ke posisi 64 dari 193 negara pada Survei E-Government 2024 yang dirilis oleh Departemen PBB untuk urusan Ekonomi dan Sosial (UNDESA) di New York pada 17 September.  

 

Indonesia dinilai telah berhasil meningkatkan infrastruktur TIK dan memperluas program literasi digital untuk meningkatkan akses ke layanan e-government, tulis laporan tersebut.  

 

Dalam waktu empat tahun, Indonesia telah naik 24 peringkat dari posisi 88 (2020) ke posisi 77 (2022), dan kembali naik ke posisi 64 (2024). Hal ini selaras dengan inisiatif negara ini mendorong pemerintahan digital secara konsisten lewat kerangka Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). 

 

Berlangganan Bulletin GovInsider untuk mendapatkan informasi terbaru inovasi sektor publik.    

Kemajuan negara-negara ASEAN 

 

Pada edisi tahun ini, skor indeks pembangunan pemerintah digital (EGDI) seluruh anggota ASEAN mengalami kemajuan berarti.

 

Indonesia, Vietnam, Filipina, dan Brunei Darussalam, “naik kelas” dari kelompok EGDI tinggi ke kelompok EGDI sangat tinggi, bergabung dengan Thailand dan Malaysia yang telah lebih dulu berada di sana.  

 

Ini mencerminkan keberhasilan dalam memperkuat infrastruktur digital, memperluas konektivitas internet, dan menerapkan kerangka kerja pemerintahan digital yang tangguh, tulis laporan tersebut.   

 

Myanmar dan Kamboja berhasil naik dari kelompok EGDI menengah ke kelompok EGDI tinggi, sementara Laos dan Timor Leste tetap di kelompok EGDI menengah. Singapura menjadi satu-satunya negara ASEAN yang berada di kelompok EGDI tertinggi.

  

Laporan dwitahunan ini mengukur performa sebuah negara dalam menyediakan layanan digital, sumber daya manusia dan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi. Publikasi laporan ini diharapkan memberikan wawasan bagi pemerintah di seluruh dunia untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) pada tahun 2030. 

 

Berlangganan Bulletin GovInsider untuk mendapatkan informasi terbaru inovasi sektor publik.    

Tren global membaik 

 

Kepala Pemerintahan Digital UNDESA, Vincenzo Aquaro, dalam konferensi persnya pada 17 September mengatakan bahwa tren EGDI secara global membaik, yang ditandai dengan transisi17 negara ke kelompok EGDI tertinggi, dan meningkatnya jumlah negara dengan kelompok EGDI sangat tinggi menjadi 76 negara (39 persen) dari 193 negara. 

 

Di tingkat regional, Eropa terus memimpin, diikuti Asia, Oseania dan Afrika. Asia mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 7,7 persen diikuti oleh Afrika sebesar 4,8 persen. 

 

“Momentum kolektif ini menggarisbawahi kepemimpinan Asia yang sedang berkembang, yang tidak hanya dipimpin oleh para pemimpin digital historis seperti Korea dan Singapura, tetapi juga oleh beberapa kelompok negara utama seperti negara-negara di Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) dan juga negara-negara di Asia Tengah.” 

Mengatasi kesenjangan digital 

 

Asisten Sekretaris Jenderal untuk Pembangunan Ekonomi UNDESA, Navid Hanif, menyoroti pemerintahan digital mengalami kemajuan signifikan di seluruh dunia, namun masih ada 1,37 miliar orang yang "berada di sisi yang salah" dari kesenjangan digital, terutama negara-negara kurang berkembang, negara-negara terkurung daratan dan negara-negara kepulauan kecil.  

 

“Visi kami adalah mereka harus mendapatkan teknologi yang mereka butuhkan, mengerahkan pembiayaan, membangun infrastruktur, dan menyediakan akses yang terjangkau,” kata Hanif saat sesi tanya jawab konferensi pers. 

 

Untuk pertama kalinya, laporan tahun ini juga melacak keterampilan literasi digital yang dibutuhkan masyarakat untuk mengakses layanan digital pemerintah secara efektif, serta memperkenalkan indikator baru dalam penilaian infrastruktur IT yaitu akses internet yang terjangkau. 

 

Departemen Ekonomi dan Sosial PBB juga memperkenalkan proposal Kerangka Model Pemerintahan Digital yang bertujuan untuk mengurangi biaya, meningkatkan inklusi, investasi, dan kerangka tata kelola yang mendorong keterlibatan warga negara.  

 

“Digitalisasi bukanlah pilihan. Anda harus mengejar dan memulainya dengan e-government. Hal ini akan membuat perbaikan yang akan menyentuh semua aspek dalam SDGs,” Hanif menambahkan. 

 

Laporan kali ini juga mengeksplorasi penggunaan AI yang kian menjanjikan dalam pemerintahan digital dan pentingnya pengelolaan AI yang berkeadilan, transparan dan bertanggung jawab.