Transformasi digital sistem logistik Bea Cukai dengan e-seal
Oleh Yuniar A.
Bea Cukai resmi menerapkan e-seal sebagai bagian dari transformasi digital untuk memperkuat pengawasan logistik nasional. Teknologi ini memungkinkan pelacakan kontainer secara otomatis dan transparan, sekaligus mendorong efisiensi dan akuntabilitas.

Suasana bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok, Indonesia. Penerapan e-seal Bea Cukai memungkinkan pelacakan kontainer secara otomatis dan transparan, sekaligus mendorong efisiensi dan akuntabilitas. Foto: Canva
Bayangkan setiap kontainer yang bergerak di wilayah sebesar Indonesia – dengan luas 6,4 juta kilometer persegi lautan dan 1,9 juta kilometer persegi daratan – dapat dilacak secara real-time dan transparan.
Inilah visi yang coba diwujudkan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan melalui penerapan e-seal, segel digital untuk logistik yang menjadi tonggak baru dalam transformasi digital kepabeanan Indonesia.
“Tujuan kami adalah menghadirkan layanan yang lebih efisien, akuntabel, dan transparan,” kata Susila Brata, Direktur Teknis Kepabeanan DJBC Kementerian Keuangan, dalam acara sosialisasi implementasi e-seal di Jakarta baru-baru ini.
Menurut Susila, e-seal merupakan tonggak baru dalam usaha organisasi dalam memperkuat ekosistem logistik nasional.
Penerbitan e-seal didasarkan pada Keputusan Dirjen Bea dan Cukai No. KEP-97/BC/2025 yang menekankan pentingnya peran teknologi untuk melakukan pengawasan barang secara real-time dan memperkuat kepercayaan antara pemerintah dengan pelaku industri.
Pada Juni 2025, segel digital telah diuji coba di dua kantor DJBC yakni Kantor Pelayanan Bea Cukai Tanjung Priok, Jakarta, dan kawasan kepabeanan Cikarang, Jawa Barat, dan implementasinya akan diperluas ke seluruh kantor Bea Cukai di seluruh Indonesia mulai September 2025.
Semakin transparan dan efisien
E-seal memanfaatkan fitur global positioning system (GPS) sehingga kontainer dapat dilacak melalui sistem dari mulai titik keberangkatan, jalur yang dilalui, hingga tempat tujuan di mana e-seal itu dilepas.
Menurut Susila, transparansi menjadi nilai utama dalam sistem ini. Dengan keterbukaan data perjalanan barang, setiap penyimpangan akan lebih mudah terdeteksi, mendorong kepatuhan pelaku usaha, dan meningkatkan integritas ekosistem logistik nasional.
“Baik otoritas maupun pengguna e-seal sama-sama bisa melakukan pengawasan barang ... semakin kecil kekhawatiran terhadap penyalahgunaan atau penyelewengan perjalanan barang dari satu tempat ke tempat lain,” kata dia.
Sebelum e-seal diterapkan secara luas, Ditjen Bea Cukai menghadapi berbagai tantangan di mana kerap terjadi penyalahgunaan wewenang oleh oknum tertentu dalam proses pengawasan dan penanganan barang, serta pemalsuan dokumen untuk mengelabui petugas, bahkan penyelundupan.
“Adopsi segel digital ini bukan semata transformasi internal, melainkan juga mendorong ekosistem logistik Indonesia untuk naik kelas, menjadi lebih siap dalam menghadapi persaingan global,” Susila menambahkan.
Berlangganan bulletin GovInsider di sini
Ia menggarisbawahi bahwa penerapan segel digital ini juga harus disertai dengan tanggung jawab bersama semua stakeholders, mulai dari Bea Cukai sebagai penyelenggara pelayanan kepabeanan hingga para pengguna, yaitu penyelenggara e-seal, eksportir, importir, dan pengelola Tempat Penimbunan Sementara (TPS), dan Kawasan Berikat.
Berikutnya adalah mengurangi biaya. Dengan e-seal, penggunaan segel konvensional yang bersifat sekali pakai dapat dikurangi, membantu penghematan biaya operasional bagi pelaku industri.
Susila pun menjelaskan sudah dua dekade pelayanan kepabeanan tidak lagi menggunakan kertas sehingga mengurangi biaya untuk pencetakan segel konvensional.
Ia juga menggarisbawahi bahwa otoritas akan tetap mengenakan sanksi bagi mereka yang melanggar sesuai undang-undang cukai yang berlaku di Indonesia.
E-seal merupakan bagian dari digitalisasi kepabeanan yang dikembangkan oleh Kementerian Keuangan. Sebelumnya, Kementerian Keuangan telah menginisiasi Indonesia National Single Window (INSW) untuk mengintegrasikan proses perizinan kepabeanan di seluruh kementerian dan lembaga.
Selain itu, Kementerian Keuangan juga telah menginisiasi National Logistic Ecosystem, yang mencakup seluruh proses ekspor impor dari hulu ke hilir yang mencakup perizinan dan proses inbound maupun outbound dengan skala government-to-government, government-to-business, serta business-to-business.
Dua kelompok sasaran
Pemeriksa Bea Cukai Muda, Pudji Seswanto menjelaskan terdapat dua kelompok sasaran segel digital.
Pertama, pengguna jasa kepabeanan yang meliputi importir, eksportir, pengangkut, pengusaha TPS, Tempat Penimbunan Berikat (TPB), atau pengguna jasa kepabeanan lainnya yang berkaitan dengan proses bisnis kepabeanan.
Para pengguna jasa kepabeanan diwajibkan mengintegrasikan sistem e-seal mereka ke Sistem Komputer Pelayanan (SKP) yang dikelola oleh DJBC.
Kedua, adalah penyedia e-seal yang ditunjuk oleh pengguna jasa kepabeanan berdasarkan kesepakatan usaha atau dengan skema business-to-business.
“Para provider e-seal ini wajib memiliki izin usaha di bidang logistik, peralatan, peralatan digital, keamanan, keamanan digital, maupun usaha lain yang terkait," katanya
Sementara itu, yang menjadi kewajiban pengguna jasa e-seal adalah menyediakan e-seal yang telah tersertifikasi atau memenuhi persyaratan untuk proses kepabeanan dan cukai.
Meski kelak implementasi e-seal akan diberlakukan sepenuhnya, pemerintah tetap memberikan kelonggaran bagi penggunaan segel selain segel digital.
Kelonggaran akan diberikan dalam dua kondisi: Pertama, apabila terjadi gangguan dalam jaringan elektronik sehingga e-seal tidak dapat digunakan. Kedua, terdapat keterbatasan kapasitas e-seal yang dibuktikan melalui pernyataan tertulis dari pengguna jasa kepabeanan maupun provider dalam jangka waktu maksimal dua bulan.
Hingga saat ini, jumlah penyedia e-seal mencapai delapan perusahaan yang telah menjangkau layanan logistik untuk Pulau Sumatera (Medan, Padang, Palembang, Tanjung Enim, Lampung), Pulau Jawa (Jabodetabek, Jawa Timur), Pulau Kalimantan (Balikpapan, Banjarmasin), Pulau Sulawesi (Makassar, Morowali), Pulau Maluku (Halmahera), serta Pulau Bali (Denpasar).
