Bagaimana Malaysia memerangi penipuan online dan konten berbahaya

By Mochamad Azhar

Berbicara di konferensi CYDES 2025, Menteri Komunikasi Malaysia YB Datuk Fahmi Fadzil mengatakan bahwa untuk mencapai negara yang aman secara digital, diperlukan visi nasional yang kuat, kolaborasi antar lembaga, dan partisipasi aktif dari setiap warga negara.

Menteri Komunikasi Malaysia, YB Datuk Fahmi Fadzil, mengatakan pentingnya kebijakan yang komprehensif dan dukungan partisipasi masyarakat untuk memerangi kejahatan dan penipuan daring. Foto: CYDES

Para pemimpin sektor publik dan penegak hukum Malaysia membahas cara mengatasi tantangan penipuan daring, disinformasi, dan konten berbahaya yang menghantam ekosistem digital negara ini. 

 

Menteri Komunikasi Malaysia, YB Datuk Fahmi Fazil, mengatakan bahwa pandemi telah menggeser berbagai aktivitas masyarakat ke dunia digital. Dari yang dulunya didominasi surat kabar dan panggilan telepon konvensional, kini bergeser ke WhatsApp, TikTok, dan platform jual-beli daring, dengan para pelaku kejahatan beradaptasi sama cepatnya. 

 

“Memiliki kebijakan yang memahami pergeseran ini, memahami di mana celah [kejahatan] mungkin muncul, menangani tantangan legislatif dan memecah silo administratif sangatlah penting.” kata dia. 

 

Menurut Fahmi, untuk mewujudkan Malaysia yang aman secara digital memerlukan visi nasional yang kuat, kolaborasi lintas lembaga, ketangkasan legislasi, teknologi, dan yang terpenting, partisipasi aktif setiap warganya. 

 

“Ancaman ini terlalu besar untuk ditangani oleh satu lembaga saja,” dia menambahkan. 

 

Menteri Fahmi berbicara di panel “Strengthening Online Safety Policies and Public Awareness” pada acara Cyber Defence and Security Exhibition and Conference (CYDES) 2025 di hari terakhir perhelatan program tiga hari pada Kamis, 3 Juli di Putrajaya, Malaysia. 

 

Turut berbicara dalam panel tersebut Asistant Direktur pada Departemen Penyelidikan Kejahatan Komersial (CCID) Malaysia, ACP Lai Lee Ching dan Deputi Sekretaris Jenderal Pembangunan Digital, Kementerian Digital Malaysia, YBrs. Sivanesan Marimuthu.  

 

Panel dimoderatori Chief Network Security Officer, Komisi Komunikasi dan Multimedia Malaysia, Datuk Ts. Dr. Mohamed Sulaiman Sultan Suhaibuddeen. 

 

Berlangganan bulletin GovInsider di sini 

Faktor manusia adalah yang utama

 

ACP Lai dari CID menyoroti dampak destruktif atas maraknya kasus-kasus penipuan daring di Malaysia di mana hingga saat ini lembaganya mencatat 55.000 lebih laporan dengan total kerugian mencapai RM1,2 miliar (Rp4,8 triliun) dalam waktu enam bulan.

  

Ini belum termasuk dampak sosial yang muncul akibat keluarga yang hancur, hilangnya tabungan pensiun, dan anak-anak yang terpapar sisi gelap internet.  

 

Ia menggarisbawahi elemen manusia tetap menjadi kunci dalam memerangi penipuan. 

 

“Kita melihat semua ini telah terjadi, tetapi hingga saat ini kita masih melihat pola yang sama dan semakin banyak orang menjadi korban. 

 

“Jadi, jika Anda bertanya kepada saya apakah Malaysia benar-benar siap dan sadar akan hal ini? Saya akan mengatakan 50-50, karena pilihan ada di tangan Anda,” kata ACP Lai. 

 

ACP Lai menekankan kesadaran harus bersifat berkelanjutan karena ingatan manusia terbatas, sementara scammer terus berinovasi, memanfaatkan kecerdasan buatan (AI), deepfake, dan sindikat lintas negara.

Para pemimpin pemerintahan dan penegakan hukum Malaysia menekankan pentingnya kesadaran publik akan ancaman kejahatan digital. Foto: CYDES 
 

Menteri Fahmi menambahkan, pemerintah telah berbuat semaksimal mungkin untuk melakukan reformasi, yang meliputi amandemen KUHP, UU Komunikasi dan Multimedia, serta pengenalan UU Keamanan Daring, yang memperluas definisi agar celah hukum yang sering dimanfaatkan scammer dapat ditutup.  

 

Pada tingkat operasional, National Scam Response Center (NSRC) kini mengkoordinasikan upaya multi-lembaga untuk memulihkan dana korban dan memblokir transaksi penipuan secara cepat. 

 

Namun, ia mengakui proses dan implementasi kebijakan ini tidak selalu linear dengan apa yang diharapkan.  

 

“Terkadang maju satu langkah, mundur dua langkah, tetapi kekhawatiran bersama akan bahaya daring mendorong kita untuk tetap bekerja sama,” tegasnya. 

Mengintegrasikan security-by-design 

 

Sivanesan dari Kementerian Digital mengatakan, dengan cepatnya pertumbuhan infrastruktur digital dan ekspansi kecerdasan buatan (AI), 5G, dan IoT, keamanan daring sudah harus ditanamkan sejak dalam desain, bukan sebagai tambahan setelah semuanya berjalan. 

 

Malaysia telah meluncurkan inisiatif seperti AI Action Plan 2026-2030 dan sedang merancang kerangka regulasi untuk tata kelola AI. Namun, tantangan tetap ada, terutama terkait verifikasi identitas dan keaslian akun. 

 

“Fakta bahwa 70-80 persen akun online kemungkinan palsu atau bot menunjukkan perlunya verifikasi platform yang lebih ketat,” ujarnya. 

 

Maraknya akun palsu ini memicu disinformasi, penipuan, dan pelecehan daring, sehingga dibutuhkan kerja sama lebih erat antarlembaga maupun dengan platform-platform besar untuk mengidentifikasi aktivitas jahat sambil tetap melindungi kebebasan digital. 

 

“Kita harus selalu selangkah lebih maju dari aktor jahat, menggunakan teknologi dan regulasi yang tepat, dan membangun budaya akuntabilitas daring,” Sivanesan menambahkan. 

 

Di akhir sesi, para panelis menekankan pentingnya perlindungan kelompok rentan di lingkungan digital, khususnya anak-anak dan lansia. 

 

Data Kementerian Komunikasi mencatat, 100.000 lebih anak-anak Malaysia berusia 12-17 tahun telah terpapar konten seksual, dan 16 persen korban penipuan daring adalah lansia. 

 

Peran masyarakat khususnya orang tua, dan lembaga non-pemerintah dinilai penting untuk membangun kesadaran dan mendorong perilaku bertanggung jawab dalam berinternet, termasuk mengajarkan anak dan lansia untuk mengenali pesan mencurigakan dan menghindari tautan tidak jelas. 

Memimpin inisiatif lingkungan digital yang aman di ASEAN  

 

Saat sesi tanya jawab dengan wartawan usai panel, Menteri Fahmi mengatakan pentingnya upaya kolektif ASEAN untuk menciptakan ruang digital yang aman dan bertanggung jawab.   

 

Online safety bukan merupakan isu yang hanya dialami satu negara. Para pembuat konten berbahaya, penyebar misinformasi, disinformasi dan fake news beroperasi secara lintas batas dan dampak yang ditimbulkannya telah merugikan berbagai negara.”  

 

Dia mengatakan bahwa sebagai Ketua ASEAN 2025, Malaysia telah mengambil langkah lebih jauh dalam advokasinya dengan memimpin Deklarasi Kuala Lumpur tentang Penggunaan Platform Media Sosial yang Aman dan Bertanggung Jawab untuk ASEAN. 

 

Deklarasi tersebut telah disetujui pada Konferensi tingkat Menteri ke-17 ASEAN dan akan secara resmi disahkan pada KTT ASEAN pada Oktober mendatang.  

 

Melalui Inisiatif ini, Malaysia tidak bermaksud membentuk kerangka kerja yang membatasi negara-negara anggota dalam mengembangkan kapasitas digitalnya, melainkan menitikberatkan pada asas saling menghormati, saling memahami, antara satu negara dengan negara lain.  

 

“Kerja sama ini akan memungkinkan kita untuk saling belajar best practise antara satu negara dengan negara lainnya,” katanya.