Jokowi, Prabowo dan masa depan Ibu Kota Nusantara

By Mochamad Azhar

Digadang-gadang sebagai kota hutan pintar dengan teknologi canggih dan transportasi tanpa awak, proyek ambisius pemerintahan Joko Widodo, Nusantara, menemui jalan berliku akibat terbatasnya anggaran negara dan investasi sektor swasta.

Presiden Joko Widodo (tengah) mengajak Presiden terpilih Prabowo Subianto (kanan) melihat progres pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Dalam kesempatan itu, Prabowo menyatakan kesiapannya untuk melanjutkan megaproyek IKN. Foto: Sekretariat Kepresidenan

Pada tanggal 12 Agustus, Presiden Joko Widodo mengadakan rapat kabinet perdana di Istana Garuda ibu kota masa depan, Nusantara, yang dibayangkan sebagai 'smart forest city’ yang belum pernah ada sebelumnya. Rapat ini adalah sebuah simbol bahwa Nusantara sudah siap diperkenalkan kepada dunia pada peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 2024.

 

Meski demikian, sulit untuk mengabaikan fakta bahwa pembangunan ibu kota baru melenceng dari jadwal seharusnya.   

 

Berdasarkan dokumen cetak biru pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara, pembangunan Nusantara dibagi ke dalam lima tahap mulai tahun 2022 hingga tahun 2045. Pembangunan tahap pertama (2022-2024) ialah pembangunan infrastruktur dasar, kawasan inti pemerintahan yang meliputi Istana Negara, gedung parlemen, kantor-kantor kementerian strategis; dan pembangunan hunian untuk 500.000 pegawai negeri dan penduduk.

 

Saat artikel ini dibuat, baru Istana Presiden dan beberapa paviliun pejabat negara yang sudah berdiri di kawasan inti pemerintahan, sementara gedung-gedung lainnya masih dalam tahap konstruksi. Rencana presiden dan para menteri untuk berkantor di IKN pada bulan Juli terpaksa mundur ke bulan Agustus, tepat satu pekan sebelum upacara kemerdekaan yang akan diselenggarakan dengan skala lebih kecil dari yang direncanakan. 

 

Semua ini telah menimbulkan keraguan mengenai keberlanjutan jangka panjang dari megaproyek ambisius ini, yang disebut-sebut sebagai warisan utama Presiden Jokowi.   

 

Ada juga pertanyaan mengenai seberapa besar komitmen yang akan ditunjukkan oleh Prabowo untuk menyelesaikan tahap pertama dari proyek ini, yang diperkirakan akan menelan biaya sebesar Rp467 triliun, karena ia juga memiliki kepentingan untuk mengamankan program-program andalannya. 


Berlangganan Bulletin GovInsider untuk mendapatkan informasi terbaru mengenai inovasi sektor publik.

Mengapa Indonesia perlu memindahkan ibu kota? 

 

Berbagai kajian pemindahan ibu kota telah dilakukan oleh Pemerintah Kolonial Belanda, Presiden Soekarno, Presiden Soeharto dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, namun rencana ini benar-benar baru bisa diwujudkan oleh Presiden Jokowi. 

 

Jokowi mengatakan, pemindahan ibu kota perlu dilakukan karena Jakarta sudah tidak mampu menampung fungsi pusat pemerintahan dan pusat bisnis sekaligus. Jakarta telah menderita akibat berbagai masalah urban seperti kemacetan lalu lintas, overpopulasi, banjir dan polusi udara.

 

Dari sudut pandang geografis, Jakarta akan tenggelam dalam waktu tidak lama lagi akibat turunnya permukaan tanah akibat eksploitasi air tanah besar-besaran dan dampak perubahan iklim. Studi terbaru menunjukkan bahwa kota ini tenggelam 25 sentimeter per tahun, dan kenaikan permukaan air laut diperkirakan akan menenggelamkan hingga 95 persen wilayah Jakarta pada 2050.   

 

Dengan alasan itu, sebetulnya pemerintah bisa saja memindahkan pusat pemerintahan ke lokasi yang tidak terlalu jauh dari ibu kota, seperti yang dilakukan oleh Malaysia yang memindahkan pusat pemerintahannya ke Putrajaya yang berjarak 40 kilometer dari Kuala Lumpur.  

 

Akan tetapi, pemerintah memilih untuk memindahkan ibu kota sejauh ribuan kilometer ke Pulau Kalimantan dengan tujuan ibu kota baru memicu terbentuknya pusat-pusat ekonomi baru di luar Pulau Jawa. Saat ini sekitar 57 persen penduduk Indonesia terkonsentrasi di Pulau Jawa, dengan kontribusi ekonomi mencapai 57,8 persen PDB nasional, sementara Pulau Kalimantan hanya menyumbang 8,3 persen. 

 

Indonesia ingin meniru Brasil yang memindahkan ibu kotanya dari Rio de Janeiro ke Brasilia pada 1960 dengan maksud melakukan dekonsentrasi ekonomi dari wilayah pesisir ke pedalaman sekitar Amazon yang waktu itu tertinggal. Meski demikian, pemerintah tentu harus memitigasi risiko dari pembangunan Brasilia yang telah menyebabkan defisit anggaran dan inflasi hingga 80 persen di negara itu.  

Investor asing belum tertarik 

 

Alasan pemerintah untuk memindahkan ibu kota cukup masuk akal dari sisi geografis dan potensi pemerataan ekonomi di masa depan. Yang sulit dipahami ialah keputusan untuk memulai megaproyek di tengah kontraksi ekonomi dan proses pengambilan keputusan yang tergesa-gesa. 

 

Para ahli ekonomi telah mengingatkan Presiden Jokowi bahwa pembangunan IKN sulit dilaksanakan di tengah situasi ekonomi global yang melambat akibat pandemi dan dampak perang berkepanjangan.

 
Presiden Joko Widodo memberikan keterangan pers di Istana Garuda, Ibu Kota Nusantara. Jokowi meyakini pembangunan Nusantara akan berdampak pada pemerataan ekonomi di luar Pulau Jawa. Foto: Sekretariat Kepresidenan

Kekhawatiran itu terbukti dengan 2 tahun setelah diumumkan, belum ada satupun investor asing yang merealisasikan investasinya di Nusantara meski presiden dan sejumlah menteri senior telah berkampanye ke seluruh dunia dan menerbitkan peraturan tentang hak penggunaan lahan 190 tahun. 

 

Hingga saat ini, Nusantara murni dibangun oleh kekuatan ekonomi domestik. Pemerintah menetapkan anggaran Rp467 triliun untuk pengembangan IKN tahap pertama dengan skema 20 persen menggunakan anggaran pemerintah dan 80 persen dari sektor swasta.  

 

Berdasarkan data realisasi anggaran tahun 2024, pemerintah telah menggelontorkan anggaran Rp72 triliun (15,4 persen) untuk membangun IKN. Sementara itu, investasi dalam negeri berkontribusi sebesar Rp56 triliun untuk pembangunan fasilitas pendidikan, kesehatan dan perhotelan.  

 

Salah satu faktor yang menghambat masuknya asing ialah belum tersedianya infrastruktur dasar yang dibutuhkan untuk mengembangkan sebuah kota. Dua tahun setelah groundbreaking, sebagian besar area masih berupa gundukan tanah dengan akses jalan yang berundak dan berlumpur. Logistik juga masih bergantung pada Kota Balikpapan yang berjarak 80 kilometer, sebagai kota besar terdekat dengan IKN. 

 

Faktor pengembalian investasi dan juga insentif yang belum jelas turut menjadi persoalan. Para pemain asing belum tergerak untuk berpartisipasi karena belum ada penduduk yang menetap di IKN sebagai target pasar mereka.  

 

Di rencana awal, pemerintah menargetkan 500.000 penduduk (termasuk pegawai negeri dan keluarganya) akan pindah ke IKN di tahap awal. Namun karena terbatasnya hunian, hanya 1.700 ASN yang akan pindah mulai September ini. 

Antara keberlanjutan dan warisan 

 

Presiden Joko Widodo meneken Undang-Undang Pemindahan Ibu Kota Negara pada tahun 2022 setelah mendapatkan dukungan lebih 90 persen suara parlemen. Tidak banyak kajian ilmiah dari akademisi ataupun hasil konsultasi publik yang dipublikasikan untuk mendukung keputusan bersejarah itu.  

 

Meski sejumlah kelompok masyarakat sipil menyuarakan penolakan UU tersebut karena alasan-alasan yang rasional seperti postur anggaran negara yang terkuras akibat pandemi serta proses pengambilan keputusan yang tidak partisipatif, Presiden Jokowi berkukuh melanjutkan pemindahan ibu kota. Para pengamat yang kritis menyebut Presiden Jokowi telah menjadikan megaproyek IKN sebagai ambisi politik pribadi dan mengabaikan demokrasi.  

 

Memasuki penghujung masa pemerintahannya, Presiden Jokowi berkepentingan untuk memastikan kontinuitas pembangunan IKN di era pemimpin berikutnya, Prabowo Subianto. Komitmen politik Prabowo – yang pada saat kampanye pemilihan presiden selalu menyebut bahwa ia adalah penerus Jokowi – amat dibutuhkan oleh Jokowi agar IKN tidak menjadi proyek yang mangkrak. 

 

Di beberapa kesempatan, Prabowo menyatakan siap untuk melanjutkan proyek IKN. Namun, pengamat politik menyangsikan janji tersebut karena presiden terpilih juga memiliki program unggulan makan bergizi untuk pelajar yang juga akan menyedot anggaran negara. Keputusan Prabowo akan menentukan bagaimana nasib IKN di masa depan, apakah akan menjadi prioritas kebijakan atau beban.