Pendekatan “use case” Perlinsos sebagai strategi baru pemerintah digital

Oleh Mochamad Azhar

Piloting program digitalisasi perlindungan sosial (Perlinsos) yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat merupakan strategi baru pemerintah dalam mendorong keterpaduan layanan digital dengan menggunakan pendekatan “use case”.

Tim digitalisasi Program Perlindungan Sosial (Perlinsos) lintas kementerian akan meningkatkan efektivitas sistem bantuan sosial melalui pendekatan "use case". Foto: Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB)

Selama ini, ketika publik mendengar istilah "layanan digital pemerintah", yang terlintas di benak seringkali hanyalah aplikasi atau tampilan portal daring.

  

Padahal, itu hanyalah puncak gunung es dari sebuah kompleksitas yang diketahui hanya oleh sebagian orang: integrasi, tata kelola data, proses bisnis, regulasi, pendanaan, koordinasi antarinstansi, hingga manajemen perubahan yang rumit. 


Melihat kenyataan tersebut dan berkaca dari hasil evaluasi program-program digitalisasi sebelumnya, pemerintah kini memperkuat strategi pemerintah digitalnya agar lebih fokus dan berdampak melalui pendekatan “use case” prioritas. Hal ini diyakini akan memperkuat strategi yang telah berjalan sebelumnya berupa peraturan dan standar menyeluruh pemerintah digital. 


Use case itu ibarat spotlight. Dengan adanya satu implementasi layanan digital konkret yang terus disorot, semua kompleksitas yang ada di bawah gunung es itu bakal ikut terdorong untuk diselesaikan,” ujar Pandu Putra, Staf Khusus Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) bidang Transformasi Digital. 


Berbicara kepada GovInsider, Pandu berbagi tentang bagaimana program digitalisasi perlindungan sosial (Perlinsos) dilaksanakan melalui pendekatan uji coba atau sandbox, yang memungkinkan pemerintah mengevaluasi sistem interoperabilitas data antarkementerian, verifikasi identitas, dan operasionalisasi di lapangan secara terkontrol dan konkret, sebelum diimplementasikan ke skala yang lebih besar.

Perlinsos sebagai use case prioritas 


Manurut Pandu, keputusan pemerintah menetapkan Perlinsos sebagai use case prioritas selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 yang menempatkan pengentasan kemiskinan sebagai prioritas utama, di mana salah satu pilarnya adalah reformasi sistem perlindungan sosial. 


Di samping itu, program ini juga menjawab kebutuhan mendesak untuk memperbaiki tata kelola bantuan sosial yang selama ini kerap terkendala akurasi data dan ketepatan sasaran. Program ini akan memanfaatkan konsep Infrastruktur Publik Digital (Digital Public Infrastructure/DPI) yang terus digaungkan oleh Kementerian PANRB dan kementerian terkait.


Dalam pelaksanaannya, piloting digitalisasi Perlinsos terbaru ini akan difokuskan pada klaster program keluarga harapan (PKH), dengan memperkuat sistem penargetan yang ada saat ini dengan menerapkan sistem verifikasi berlapis dan dinamis berbasis Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) sebagai data baseline awal dan dilapis dengan pengecekan semi real-time dengan berbagai data kementerian terkait.


DTSEN yang dikelola Badan Pusat Statistik (BPS) merupakan hasil pengolahan berbagai indikator seperti identitas pribadi dan keluarga, status pekerjaan, data kepemilikan aset, hingga hal-hal seperti sanitasi dan sumber air minum utama, untuk menghasilkan skor komposit yang menentukan desil atau kategori kesejahteraan rumah tangga.


DTSEN telah ditetapkan oleh Presiden Prabowo untuk menjadi referensi awal dalam berbagai program ekonomi, khususnya dalam pengentasan kemiskinan. 


Interoperabilitas data antar kementerian dan lembaga akan difasilitasi oleh platform pertukaran data pemerintah yang bernama Sistem Penghubung Layanan Pemerintah (SPLP) yang dikembangkan oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). 


“Salah satu yang ingin diuji adalah mekanisme verifikasi untuk warga yang mengajukan diri secara mandiri untuk menjadi penerima PKH. Dengan adanya interoperabilitas data, pemerintah mempunyai bukti yang kuat dan transparan untuk memasukkan atau mengeluarkan seseorang dari daftar penerima bantuan,” kata Pandu. 


Meski piloting digitalisasi perlinsos ini akan mengandalkan otomasi, Pandu mengatakan bahwa tetap akan dibuka ruang untuk verifikasi lapangan untuk kasus-kasus tertentu, seperti data yang tidak lengkap atau sulit diverifikasi oleh mesin.  


Di sisi pengguna, warga akan dapat mengajukan diri maupun memeriksa status dirinya melalui sebuah portal khusus yang dikembangkan untuk piloting ini. Untuk menggunakan portal ini, warga akan diverifikasi lewat sistem Identitas Kependudukan Digital (IKD), untuk menjamin keabsahan identitasnya.  


“Bagi yang tidak memiliki ponsel pintar, mereka tetap bisa diverifikasi melalui agen atau pendamping yang sudah ditetapkan,” dia menambahkan. 


Untuk menjamin keamanan dan legalitas pertukaran data, program ini juga dipastikan berjalan dalam kerangka Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, dengan memastikan adanya persetujuan (consent) warga.  


Berlangganan bulletin GovInsider di sini 

Menguji efektivitas pendekatan 


Piloting digitalisasi Perlinsos ini akan dilakukan di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, dengan tujuan untuk menguji efektivitas pendekatan sebelum direplikasi secara nasional. 


“Mengapa yang dipilih Banyuwangi? Karena kabupaten ini dinilai paling siap untuk menerapkan program ini, baik secara regulasi maupun kapasitas dengan indeks sistem pemerintahan berbasis elektronik yang matang,” ungkap Pandu. 


Apabila pilot ini sukses, pemerintah akan memikirkan iterasi berikutnya, antara lain meningkatkan skala ke tingkat provinsi, lalu ke tingkat nasional.


“Pendekatan ini memungkinkan pembelajaran dan perbaikan dilakukan terus-menerus, dengan skala bertahap dan risiko yang terukur,” Pandu menambahkan. 


Secara horizontal, hasil evaluasi piloting ini akan menjadi awal penyusunan cetak biru transformasi digital pada use case lain, baik subprogram lain dalam Perlinsos seperti program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), subsidi, atau sektor lain seperti perizinan usaha, pengadaan barang dan jasa pemerintah, hingga reformasi sistem aparatur sipil negara.


Pandu menyebut bahwa program ini tidak akan mempengaruhi pelaksanaan program bantuan sosial yang sedang berjalan. Data yang digunakan tahun ini tetap menggunakan proses yang sudah ada. 


Selain itu, piloting yang akan dilaksanakan belum sampai menyentuh tahap pencairan dana (disbursement), karena pemerintah ingin fokus terlebih dahulu pada mekanisme verifikasi data dan integrasi sistem. 

Menciptakan kondisi untuk keberhasilan 


Sebagai use case prioritas, program digitalisasi Perlinsos melibatkan lintas kementerian: Kementerian Sosial, Kementerian Komdigi, Kementerian PANRB, Dewan Ekonomi Nasional, Kementerian Dalam Negeri, Bappenas, hingga BPS.


Semua instansi ini bergerak di bawah koordinasi Luhut Panjaitan yang merupakan Penasihat Khusus Presiden Bidang Digitalisasi dan Teknologi Pemerintahan, selain sebagai Ketua Dewan Ekonomi Nasional.  


Ke depannya, Presiden telah menginstruksikan pembentukan komite khusus transformasi digital pemerintah yang akan mendorong implementasi digitalisasi berbagai use-case prioritas ini. Kementerian PANRB diproyeksikan akan menjadi sekretariat dalam komite ini bersama Kementerian Komdigi. 


Pandu menjelaskan peran Kementerian PANRB sebagai “pencipta kondisi keberhasilan” dengan memastikan regulasi, kelembagaan, kesiapan struktur pendukung, serta koordinasi antar lembaga yang erat sehingga berbagai use case prioritas layanan digital pemerintah seperti Perlinsos ini bisa berjalan mulus di tangan kementerian teknis atau lembaga pengampu program.


Untuk mendukung keberhasilan program digitalisasi Perlinsos ini, Kementerian PANRB konsisten berperan sebagai “fasilitator”, memberikan berbagai dukungan strategis dari mulai advokasi ke berbagai pihak, inklusi dalam strategi pemerintah digital, fasilitasi berbagai workshop, dukungan fungsi PMO/koordinasi, hingga menghubungkan kementerian dan lembaga terkait dengan berbagai mitra pembangunan, tutup Pandu.