Verifikasi identitas Dukcapil sebagai bagian infrastruktur publik digital (DPI)
By Mochamad Azhar
Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri mendorong pemanfaatan data kependudukan sebagai bagian dari infrastruktur pubik digital (DPI).
Plh. Direktur Integrasi Data Kependudukan Nasional Ditjen Dukcapil, Mensuseno, menjelaskan pentingnya verifikasi identitas kependudukan sebagai bagian dari infrastruktur publik digital (DPI): Foto: Ditjen Dukcapil
Artikel ini merupakan bagian dari liputan GovInsider tentang perkembangan infrastruktur publik digital (DPI) global. Baca lebih lanjut artikel-artikel kami tentang DPI pada laman ini.
Ketika berbicara tentang DPI, verifikasi data kependudukan adalah hal yang penting. Namun, yang terpenting adalah bagaimana memastikan bahwa hal tersebut mampu mendorong efisiensi layanan publik dan memajukan pembangunan, kata Plh. Direktur Integrasi Data Kependudukan Nasional Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri, Mensuseno.
Menurut Mensuseno, sebagai bagian dari DPI, sistem informasi identitas (ID system) tidak lagi digunakan hanya untuk membuktikan siapa diri kita, tetapi lebih jauh lagi sebagai pendorong tercapainya tujuan-tujuan pembangunan atau Identification for Development (ID4D).
ID4D menyoroti sistem identitas yang inklusif dan tepercaya sebagai pendorong utama bagi masyarakat untuk menggunakan hak-hak mereka dan mengakses layanan yang lebih baik yang sejalan dengan tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).
Di India, program identitas digital yang disebut Aadhaar telah berhasil meng-generate ekonomi dan meningkatkan jumlah warga yang onboarding ke layanan-layanan digital. Di Indonesia, data kependudukan digunakan untuk menyalurkan program-program sosialnya kepada masyarakat secara tepat sasaran dan bertanggung jawab, misalnya bantuan tunai atau beasiswa pendidikan.
Lalu, apakah Indonesia telah mengimplementasikan DPI?
“Bagi kami, sistem yang mampu memverifikasi identitas seseorang secara digital sehingga membuatnya tidak tereksklusi dari program-program pembangunan adalah bagian dari DPI,” katanya.
Kepada GovInsider, Mensuseno berbagi tentang manfaat verifikasi kependudukan Dukcapil serta menyerukan lebih banyak lagi lembaga-lembaga sektor publik dan swasta untuk memanfaatkan layanan data kependudukan yang disediakan oleh Ditjen Dukcapil.
Berlangganan Bulletin GovInsider untuk mendapatkan informasi terbaru mengenai inovasi sektor publik.
Verifikasi identitas yang tepercaya
Menurut Mensuseno, prinsip terpenting dari verifikasi data kependudukan ialah bagaimana kita dapat membuktikan identitas seseorang secara benar dan dapat dipercaya.
Sejak tahun 2011, pemerintah melakukan perekaman KTP elektronik yang dilengkapi oleh data biometrik untuk memastikan bahwa identitas seseorang tidak bisa dipalsukan dan sah di mata hukum. Seseorang mungkin bisa mengganti nama atau alamatnya, namun ia tidak mungkin bisa mengganti wajah atau sidik jarinya.
Data biometrik memudahkan masyarakat untuk mengakses layanan publik dan tidak perlu melakukan otentikasi ulang saat mengakses layanan yang berbeda.
“Perekaman data biometrik merupakan lompatan besar karena untuk pertama kalinya sistem ID di Indonesia menjadi infrastruktur bersama yang dapat dimanfaatkan oleh sektor publik maupun swasta untuk meningkatkan layanan kepada masyarakat.”
Saat ini, pemanfaatan KTP elektronik sebagai alat verifikasi identitas sudah diakses sebanyak 15,9 miliar kali oleh lebih dari 6.600 lembaga dengan rata-rata akses 10 juta per hari. Berdasarkan jenis datanya, data demografi adalah yang paling banyak diakses dengan 8,6 juta kali per hari dan berikutnya data biometrik diakses 344 ribu kali per hari.
BPJS Kesehatan – penyelenggara layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi 270 juta penduduk Indonesia atau 96 persen dari populasi – merupakan lembaga yang paling banyak mengakses data Dukcapil yakni 2 miliar kali.
Di India, data kependudukannya diakses sekitar 80 juta kali per hari atau hampir 5 persen dari populasi (1,45 miliar), sementara di Indonesia 10 juta kali per hari atau 3,5 persen dari total populasi (280 juta).
Mendorong inklusi keuangan
Mensuseno mengatakan, pemanfaatan data Dukcapil telah mempercepat inklusi keuangan. Akses yang lebih luas terhadap layanan keuangan akan menciptakan pelaku-pelaku usaha baru yang pada ahirnya mendorong perekonomian negara. Ia mencontohkan bagaimana tingkat inklusi keuangan di India melompat dari 20 persen ke 80 persen hanya dalam satu dekade berkat Aadhaar.
Di Indonesia, Bank BNI berhasil membukukan 2,1 juta nasabah hanya dalam waktu tiga bulan lewat aplikasi mobile banking barunya, Wondr. Kemudian ada Allo Bank, sebuah bank digital, yang mendapatkan 10 juta nasabah dalam waktu tiga tahun dengan menggunakan layanan Dukcapil. Begitu pula layanan finansial Dana yang bisa menggaet puluhan juta pengguna berkat verifikasi Dukcapil.
“Tidak ada satupun bank konvensional yang bisa mendapatkan nasabah sebanyak itu dalam waktu singkat,” katanya.
Berikutnya, verifikasi data kependudukan menciptakan nilai tambah dalam hal penyampaian layanan yang lebih cepat, meningkatkan efisien dan mendorong lebih banyak orang onboarding ke sistem digital. Ditjen Dukcapil memperkirakan penghematan ekonomi yang dihasilkan dari verifikasi identitas secara digital mencapai Rp26 triliun per tahun.
Berlangganan Bulletin GovInsider untuk mendapatkan informasi terbaru mengenai inovasi sektor publik.
IKD sebagai Digital ID nasional
Pada tahun 2023, Ditjen Dukcapil memperkenalkan aplikasi Identitas Kependudukan Digital (IKD) sebagai identitas digital nasional. IKD dirancang sebagai alat bagi seseorang untuk memverifikasi identitasnya secara online ketika mengakses layanan publik.
Menurut Mensuseno, pada awalnya IKD dimaksudkan untuk memindahkan fungsi-fungsi yang ada di KTP fisik ke dalam ponsel pintar sekaligus memitigasi risiko di mana permintaan pembuatan KTP elektronik meningkat, sementara ketersediaan blangko KTP terbatas.
Setelah keluarnya Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2023 tentang Percepatan Transformasi Digital dan Keterpaduan Layanan Digital Nasional, Ditjen Dukcapil mendorong IKD sebagai single sign-on untuk berbagai layanan pemerintah.
“Semangatnya adalah IKD menjadi seperti Google Account yang dapat digunakan untuk mengakses berbagai aplikasi di ponsel pintar tanpa harus bolak balik mengisi data.”
IKD juga merupakan implementasi interoperabilitas data Dukcapil. Saat ini, IKD sudah terintegrasi dengan Kementerian Kesehatan sebagai single sign-on untuk platform SATUSEHAT Mobile. Pengguna yang sudah punya IKD bisa langsung mengakses layanan-layanan kesehatan yang terdapat di dalam ekosistem SATUSEHAT tanpa melakukan registrasi ulang.
IKD juga sudah digunakan untuk mengakses aplikasi mobile banking bank pemerintah seperti Bank BNI dan Bank DKI. Ke depannya, akan lebih banyak lagi bank pemerintah yang akan bergabung, di antaranya Bank Jabar-Banten dan Bank Jatim.
“Bergabungnya bank-bank pemerintah ke dalam ekosistem IKD akan mempermudah proses transaksi antara government-to-people maupun sebaliknya dan secara bertahap akan memajukan pembangunan DPI di Indonesia,” katanya.
Proyek Digital ID di Indonesia baru saja mendapatkan dukungan dari World Bank dalam bentuk pendanaan sebesar US$250 juta atau setara Rp3,9 triliun selama empat tahun. Pendanaan itu mencakup infrastruktur ICT dan implementasi teknologi untuk proses verifikasi dan e-KYC dan proyek pendataan dan pembuatan identitas bagi warga negara yang belum terlayani.