BPJS Kesehatan gunakan AI untuk tingkatkan efisiensi dan layanan JKN

By Yuniar A.

BPJS Kesehatan meyakini AI dapat meningkatkan efisiensi operasional dalam penyelenggaraan program jaminan kesehatan dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.

Bagi BPJS Kesehatan, AI dapat membantu organisasi dalam meningkatkan efisiensi, mempermudah proses analisa data, dan mencegah potensi fraud. Foto: Canva

 

BPJS Kesehatan saat ini mengembangkan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk meningkatkan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Penggunaan AI dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi, mempermudah proses analisa data, dan mencegah potensi fraud.

 

Asisten Deputi Analisis dan Visualisasi Data pada Kedeputian Manajemen Data dan Informasi BPJS Kesehatan, Rahmat Hidayat, mengatakan penggunaan AI di BPJS Kesehatan selaras dengan tren global yang menunjukkan bahwa berbagai organisasi di dunia sedang mempercepat penggunaan teknologi AI pada tahun ini, seperti yang dilaporkan Freshfields Bruckhaus Deringer.

 

“AI dipandang sebuah kebutuhan yang paling mendesak (bagi organisasi) untuk mempercepat efisiensi dan proses bisnis,” kata Rahmat di acara “Grand Launching Healthkathon: Building the Future of Digital Health Ecosystem”, secara daring di Jakarta, 10 Juli. 

 

Selain itu, BPJS Kesehatan adalah organisasi yang mengelola begitu banyak data. Sejak program JKN dimulai pada 2014, BPJS Kesehatan telah mengumpulkan lebih dari 442 miliar data yang terdiri dari data kepesertaan, data pelayanan kesehatan, dan data iuran peserta. Dibutuhkan AI untuk menganalisa data-data tersebut.

 

AI juga berguna untuk mendeteksi potensi fraud di dalam transaksi keuangan organisasi dan mitra-mitra layanan. “Serangan fraud kini sudah semakin canggih, seperti fraudulent claim (manipulasi pembayaran premi), dan kita membutuhkan bantuan teknologi untuk mengatasinya.”

 

Saat ini sistem BPJS Kesehatan telah terintegrasi dengan lebih dari 960 ribu saluran pembayaran digital, 27 ribu fasilitas kesehatan yang terdiri atas tiga ribu rumah sakit, 22 ribu puskesmas atau dokter keluarga, dan dua ribu apotek di seluruh Indonesia.


Berlangganan Bulletin GovInsider untuk mendapatkan informasi terbaru mengenai inovasi sektor publik.

Tiga fokus area AI

 

Menurut Rahmat, BPJS Kesehatan memusatkan penggunaan AI pada tiga area dalam ekosistem digital JKN, yaitu user experience, process improvement, dan insights and prediction

 
Para pembicara panel BPJS Kesehatan mengungkapkan pentingnya AI di dalam ekosistem digital kesehatan. Foto: BPJS Kesehatan 

Saat ini BPJS Kesehatan memanfaatkan kemampuan pemrosesan bahasa alamiah (NLP) chatbot dan recommender system dari machine learning (ML) untuk memberikan pengalaman baru bagi pengguna dalam mengakses layanan kesehatan. 

 

Teknologi AI yang tertanam di dalam platform Mobile JKN akan memudahkan peserta JKN dalam mengatur proses pendaftaran serta jadwal kunjungan ke fasilitas kesehatan. Peserta dapat menggunakan sistem antrean online agar tidak perlu menunggu di rumah sakit terlalu lama.

 

“Analisa sentimen pada NLP juga memungkinkan peserta JKN mendapatkan berita-berita kesehatan yang sesuai dengan kebutuhannya atau riwayat penyakitnya,” Rahmat melanjutkan. 

 

Berikutnya, BPJS Kesehatan mengembangkan teknologi automasi robotik untuk mempercepat transformasi dan alur proses dalam penyelenggaraan layanan. Diharapkan proses kerja yang berulang bisa diautomasi oleh mesin, untuk mengurangi potensi kesalahan dalam menyelesaikan pekerjaan.

Kemampuan memprediksi perilaku pasien

 

BPJS Kesehatan mengembangkan analisa prediktif dan forecasting serta beberapa algoritma lainnya untuk mendeteksi dan memprediksi pola, tren, dan klasterisasi penyakit untuk memberikan treatment yang tepat kepada pasien peserta JKN.

 

Model-model lain yang telah dikembangkan antara lain menganalisa pola rujukan peserta di fasilitas tingkat pertama, kemudian prediksi tingkat kerawanan seseorang terkena penyakit diabetes maupun hipertensi, prediksi jumlah kunjungan dan biaya perawatan, hingga mendeteksi anomali dalam klaim kesehatan.

 

Dalam mengembangkan model-model tersebut, BPJS Kesehatan mengandalkan tim ilmuwan data internal organisasi. Namun, BPJS Kesehatan tidak menutup kemungkinan untuk berkolaborasi dengan pihak ketiga. 

 

“Kolaborasi dengan pihak ketiga bertujuan untuk mendapatkan transfer teknologi dan meningkatkan kompetensi pegawai dalam mengembangkan layanan-layanan digital BPJS Kesehatan,” kata Rahmat.

 

GovInsider sebelumnya telah melaporkan tentang bagaimana AI mendorong transformasi pelayanan kesehatan di Indonesia, menyediakan analisa untuk menentukan intervensi kesehatan, dan memfasilitasi proses pemantauan ketika terjadi wabah. 

BPJS Kesehatan luncurkan Healthkathon 2024

 

BPJS Kesehatan telah meluncurkan “Healthkathon 2024” sebagai event tahunan yang menyediakan wadah pembelajaran, eksplorasi, dan kolaborasi dalam mendukung ekosistem teknologi jaminan kesehatan nasional. 

 

Direktur Teknologi Informasi BPJS Kesehatan, Edwin Ariestiawan, dalam pidato pembuka mengatakan bahwa teknologi digital berperan penting dalam transformasi layanan kesehatan. 

 

“Melalui kompetisi ini, kami berharap dapat menemukan inovasi-inovasi baru yang dapat membantu BPJS Kesehatan memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat."

 

Menurut Edwin, terdapat tiga kategori yang dikompetisikan dalam Healthkaton 2024, yaitu cyber security, AI, dan innovation system. Pada kategori cyber security, para peserta akan melakukan tes penetrasi untuk menemukan kerawanan sistem yang dapat dieksploitasi oleh penjahat siber. 

 

Pada kategori AI, para peserta harus mengembangkan teknologi berbasis AI generatif dalam sektor kesehatan. “Kategori berikutnya adalah innovation system, di mana yang akan menjadi penilaian adalah pengembangan sistem inovasi pada aplikasi mobile atau web dalam mendukung kualitas layanan bagi peserta JKN,“ kata Edwin.

 

Ia berharap Healthkathon 2024 tidak hanya menentukan pemenang dan hadiah saja, tetapi menghasilkan ide segar dan terobosan baru untuk menjaga keberlangsungan program, meninimalkan fraud, error, serta ketidaksesuaian yang berpotensi mengurangi mutu layanan BPJS Kesehatan.