Transformasi Dukcapil tingkatkan kualitas layanan dan dorong efisiensi
Oleh Mochamad Azhar
Transformasi digital di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri berfokus pada peningkatan kualitas layanan dan mengurangi biaya.
 (1)-1739192809964.jpg)
Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri mendorong digitalisasi layanan kependudukan dengan mengembangkan aplikasi Identitas Kependudukan Digital (IKD). Aplikasi ini memungkinkan warga menyimpan data-data KTP fisik ke dalam ponsel pintar. Foto: Ditjen Dukcapil
Ketika publik sudah dimanjakan oleh berbagai layanan digital dari perbankan atau sektor swasta, maka ekspektasi publik terhadap layanan pemerintah akan semakin meningkat. Hal ini menjadi pendorong birokrasi untuk lebih gesit dan adaptif dengan mengadopsi digitalisasi, tak terkecuali Ditjen Dukcapil.
“Gen-Z yang sudah terbiasa dengan perangkat digital (digital native) akan lebih nyaman mengakses layanan publik secara online ketimbang melakukan interaksi tatap muka. Tugas kami untuk menyiapkan layanan digital yang andal untuk sekarang dan masa depan,” kata Plh. Direktur Integrasi Data Kependudukan Nasional Ditjen Dukcapil, Mensuseno.
Menurut dia, digitalisasi layanan Dukcapil didorong oleh gagasan sederhana, seperti bagaimana agar seseorang yang sedang bepergian tidak harus bolak balik menunjukkan kartu identitas kepada petugas di bandara ataupun di stasiun kereta. Jika bukti identitas dapat disimpan di dalam ponsel pintar, maka perjalanan individu akan lebih nyaman.
Pada tahun 2022, Dukcapil meluncurkan platform layanan kependudukan terintegrasi yang bernama Identitas Kependudukan Digital (IKD) atau Digital ID yang dapat diakses di ponsel pintar. IKD memiliki fungsi yang sama seperti KTP fisik dan dapat digunakan sebagai alat verifikasi identitas yang sah.
“Gen-Z dan orang-orang yang terbiasa menggunakan ponsel pintar tentunya lebih nyaman menggunakan IKD," ia menambahkan.
Kepada GovInsider, Mensuseno berbagi tentang bagaimana digitalisasi layanan kependudukan dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan, memangkas waktu pelayanan, dan mendorong efisiensi.
Berlangganan buletin GovInsider di sini
Mempercepat penerbitan dokumen kependudukan
Ditjen Dukcapil memulai perjalanan digitalisasinya sejak 2019 dengan mengeluarkan inisiatif "Dukcapil Go Digital", sebuah upaya untuk mendigitalisasi layanan kependudukan di seluruh instansi Dukcapil yang meliputi 514 kabupaten/kota yang tersebar di seluruh Indonesia dan 130 kantor perwakilan Dukcapil di seluruh dunia.
Dirjen Dukcapil saat itu, Zudan Arif Fakrulloh, mengawali inisiatif ini dengan mengimplementasikan tanda tangan elektronik untuk mengeluarkan dokumen-dokumen kependudukan yang paling dibutuhkan masyarakat seperti kartu keluarga, akta kelahiran, dan akta kematian.
Dokumen-dokumen ini penting sebagai persyaratan untuk mengakses layanan-layanan publik esensial seperti misalnya imunisasi anak, layanan kesehatan, beasiswa pendidikan, dana pensiun dan bahkan membuat surat keterangan waris.
“Tanda tangan elektronik memungkinkan penerbitan dokumen kependudukan dilakukan lebih cepat karena pejabat yang mengeluarkan dokumen dapat melakukannya kapan pun dan di mana pun,” kata Mensuseno.
Sebelumnya, penerbitan dokumen harus dilakukan di kantor Dukcapil. Petugas mencetak dokumen tersebut di atas kertas security printing – yang stoknya tidak selalu tersedia – dan menunggu tanda tangan basah pejabat yang mengeluarkan dokumen dan membubuhkan cap resmi.
Menurut Mensuseno, dokumen-dokumen kependudukan yang ditandatangani secara elektronik memiliki legalitas yang sama dengan dokumen yang ditandatangani secara manual.
Saat ini, seluruh dokumen kependudukan yang dikeluarkan oleh pejabat Dukcapil sudah menggunakan tanda tangan elektronik kecuali KTP-elektronik dan Kartu Identitas Anak (KIA).
Layanan Dukcapil online
Prosedur permohonan penerbitan dokumen kini tidak harus bolak balik ke kantor Dukcapil. Dengan adanya IKD dan layanan Dukcapil online, masyarakat dapat mengajukan permohonan penerbitan dokumen kependudukan dengan lebih mudah, hanya menginput data diri, nomor ponsel dan mengisi kelengkapan dokumen yang dibutuhkan.
Setelah permohonan diverifikasi, masyarakat akan mendapatkan nomor registrasi untuk mencetak dokumen tersebut di kantor Dukcapil atau anjungan pencetak mandiri yang tersedia di kantor Dukcapil, kantor Mal Pelayanan Publik tingkat kabupaten/kota, dan sejumlah mall dan pertokoan yang bekerja sama dengan Dukcapil.
Warga yang ingin mencetak dokumen kependudukan tinggal memasukkan nomor registrasi yang ia dapatkan melalui e-mail.
“Semua layanan kependudukan sudah bisa diakses secara online, kecuali layanan pembuatan KTP dan KIA yang mengharuskan pemohon datang ke kantor Dukcapil untuk proses verifikasi biometrik,” Mensuseno melanjutkan.
Pada saat pandemi, layanan-layanan kependudukan ini tetap berjalan meski mobilitas orang dibatasi. Petugas Dukcapil saat itu menyediakan layanan antar dokumen ke rumah warga.
Mengurangi biaya
Langkah berikutnya ialah “mempensiunkan” kertas security printing yang digunakan dalam dokumen-dokumen resmi yang diterbitkan Dukcapil dan menggantinya dengan kertas putih biasa untuk mengurangi biaya.
"Total belanja kertas security printing di seluruh kantor Dukcapil di tingkat pusat dan tingkat kabupaten/kota mencapai lebih dari Rp400 miliar per tahun. Langkah ini [mengganti jenis kertas] jauh lebih efisien," kata Mensuseno.
Saat ini semua layanan dokumen kependudukan Dukcapil sudah menggunakan kertas HVS biasa, kecuali untuk KTP.
Mensuseno menambahkan, dokumen yang dicetak menggunakan kertas tetap sah digunakan sebagai bukti identitas kependudukan yang terpercaya untuk mengakses layanan-layanan pemerintah.
“Seperti halnya kartu pembayaran elektronik, bentuk fisik tidak lagi menjadi masalah karena yang terpenting adalah fungsinya,” katanya.
Berlangganan buletin GovInsider di sini
Mendorong masyarakat gunakan KTP digital
Langkah berikutnya untuk meningkatkan efisiensi adalah mendorong lebih banyak orang untuk beralih ke KTP digital atau IKD yang juga dikenal sebagai Digital ID. Dengan adanya IKD, masyarakat akan dimudahkan dalam mengakses layanan-layanan pemerintah dan melakukan verifikasi identitas secara digital.
Proses verifikasi identitas ini sudah dioptimalkan sejak tahun 2013 seiring dengan implementasi perekaman KTP elektronik dan manfaatnya terus berkembang pesat hingga saat ini. Pemanfaatan KTP elektronik sebagai alat verifikasi identitas sudah diakses sebanyak 15,9 miliar kali oleh lebih dari 6.600 lembaga dengan rata-rata akses 10 juta per hari.
Dukcapil di bawah kepemimpinan Dirjen Teguh Setyabudi saat ini terus meningkatkan sosialisasi penggunaan IKD. Hal ini dilakukan dengan berbagai kerja sama antara Ditjen Dukcapil dengan berbagai instansi di tingkat nasional, sektor swasta, hingga melakukan proses jemput bola onboarding IKD hingga ke daerah-daerah dan berbagai kelompok sasaran. Hingga 2024, sebanyak 18 juta penduduk telah menggunakan IKD.
Menurut Mensuseno, ide pembuatan IKD bermula dari adanya keinginan untuk melakukan efisiensi pengadaan blangko yang diperlukan untuk membuat KTP fisik, serta terus meningkatnya permohonan pembuatan KTP fisik baru seiring pertumbuhan populasi.
Ia mencontohkan biaya membuat KTP baru bisa mencapai Rp10 ribu per kartu, termasuk biaya percetakan dan pengiriman. Apabila setiap tahun terdapat 10 juta permohonan baru, maka dibutuhkan anggaran setidaknya Rp100 miliar per tahun.
"Biaya ini masih bisa bertambah akibat kerusakan pada kartu atau perubahan data individu seperti status pernikahan, perubahan alamat, dan lain-lain."
Meski demikian, IKD tidak akan serta merta menggantikan KTP fisik mengingat tidak semua orang bisa membeli atau mengoperasikan ponsel pintar. KTP fisik tetap bisa digunakan, tetap sah, dan berlaku seumur hidup.
Mensuseno mengatakan, tidak mudah untuk mentransformasi seluruh layanan Dukcapil menjadi sepenuhnya digital. Namun di masa depan tidak menutup kemungkinan semua layanan kependudukan akan beralih sepenuhnya ke digital.
